◾ Chapter | 27

667 39 6
                                    

••••

Rupanya perkataan Kay tidak main-main

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rupanya perkataan Kay tidak main-main. Setelah menempuh penerbangan dengan jet pribadi selama belasan jam, saat ini mereka sudah menginjakkan kakinya di Indonesia membuat perasaan Jillian tidak bisa di jabarkan. Tapi yang paling mendominasi adalah perasaan takut. Meskipun sebisa mungkin dia tutupi.

Jillian berjalan di samping Kay dengan tangannya yang tidak dilepaskan sebentar pun dari pinggangnya.

Sedangkan di belakang mereka beberapa orang menjaga keduanya. Para pengawal Kay sengaja mengenakan pakaian biasa agar tidak terlalu mencolok. Tapi karena wajah Kay yang luar biasa tampan tetap saja orang-orang sesekali mencuri pandang membuat Jillian diam-diam merengut tidak suka.

Dalam hatinya Jillian berdoa jangan sampai ada orang yang mengenalinya. Meskipun kemungkinan itu kecil.

Jillian mendongak dan melihat Kay yang tetap memasang wajah dinginnya di balik kacamata hitam yang dia kenakan.

Dengan sengaja Jillian membalas rangkulan di pinggang Kay membuat pria itu menunduk lalu tersenyum geli melihat wanitanya yang tengah merajuk.

Merasa gemas, Kay mengecup kepala Jillian dengan gerakan cepat beberapa kali membuat pipi wanita itu memerah, malu karena ketahuan.

“Kita akan kemana?” Tanya Jillian setelah keduanya masuk ke dalam sebuah mobil Jeep yang mendadak Kay beli. Dasar orang kaya. Membeli mobil seperti membeli gorengan.

“Hotel, kau butuh istirahat.” Mendengar jawaban Kay membuat Jillian menganggukkan kepalanya.

Tiba di sebuah hotel berbintang banyak, mereka segera menuju kamar yang sebelumnya sudah disiapkan. Jadi Kay tinggal terima beresnya saja membuat Jillian berdecak kagum. Ternyata uang bisa memudahkan segala hal.

Jillian belum menanyakan apa maksud kedatangan mereka ke negara dimana dirinya tumbuh besar. Meskipun kenangan masa lalunya terlalu menyakitkan untuk diingat tapi di dalam hatinya dia sangat mencintai negara ini. Terlalu banyak kenangan untuk dia lupakan meskipun buruk sekalipun.

Langsung merebahkan badannya di kasur, itulah hal yang pertama Jillian lakukan ketika tiba di kamar. Sedangkan Kay menyeret koper berukuran sedang yang dia letakkan disudut ruangan.

Mata Jillian tidak lepas dari Kay yang sedang membuka jaket tebal yang dipakainya. Dia tertawa melihat keringat yang mengalir dari pelipis pria itu. Sudah tahu kondisi di sini panas tapi malah memakai jaket tebal seperti itu.

Kay meliriknya sekilas, “Berhentilah tertawa,” kemudian menggantungkan jaket itu ke tiang yang sudah disediakan.

“Kau lucu,” ujar Jillian di sisa tawanya membuat Kay memicingkan matanya.

“Ck diam.” Kay masuk ke dalam kamar mandi membuat Jillian dengan cepat bangkit lalu membuka koper.

Mengeluarkan sebuah kaus berwarna putih dan juga celana hitam karena pastinya saat ini Kay sedang mandi membuatnya berinisiatif menyiapkan pakaian yang akan dikenakannya. Dia baru sadar jika pakaian Kay yang ada di koper rata-rata berwarna hitam. Di lemari pakaiannya pun dia belum pernah melihat warna lain selain hitam dan putih.

LABYRINTHINE [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang