Chapter 9

329 38 11
                                    

Now, you're my prey.

━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━

"Aku ingin mengenalmu lebih dalam."

Wendy keluar dari kamar Sang Pangeran dengan perasaan berkecamuk. Mati-matian dia menggigit bibirnya sendiri. Menahan suara teriakan suka cita yang sudah bergejolak di ujung tenggorokannya. Meluah-luah bagaikan lava panas yang segera meletus dari gunung api. Wendy menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Terkikik kecil dan berlari layaknya anak kecil yang tengah kegirangan. Saking bahagianya, tawa Wendy kembali diiringi oleh air mata. Kali ini bukan air mata karena rasa sedih. Bukan. Melainkan karena hati kecilnya tak mampu menahan perasaan bahagia yang bergumul menghantam hatinya.

Pangeran ingin mengenal dirinya! Pangeran ingin mendekatinya! Bukan sebagai Tuan pada Pelayan. Tapi, sebagai seorang pria yang ingin mengenal lebih jauh wanita yang membuatnya tertarik! Apakah ini tanda kalau Pangeran Charis adalah jodoh yang selama ini disiapkan oleh Tuhan di dalam hidupnya? Agh, pikirannya sudah jauh melalang buana membayangkan Pangeran dan dirinya mengucapkan janji suci pernikahan di depan altar pada hari pernikahannya. Angan-angan saja sudah membuat jantungnya mau meledak!

Tak ingin ada penjaga yang menangkap basah dan salah paham dengan tingkah lakunya yang aneh. Gadis muda itu segera berlari kecil meninggalkan pintu kamar Sang Pangeran tanpa tahu gerak-geriknya sedari tadi telah menjadi pusat perhatian 2 orang penjaga yang sudah semalaman ditugaskan Brown berjaga-jaga di dekat kamar Putra Mahkota.

"Pangeran, Pangeran ... Ah! Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?!" Wendy menepuk-nepuk kedua pipinya yang memanas sejak tadi. Menggeleng-geleng dengan mulut komat-kamit sendiri di tengah hari seperti orang sakit jiwa-menurut Egita. Sang rekan, Egita yang tengah menyapu dedaunan kering yang bertebaran di halaman belakang istana, berdiri tak jauh dari tempat Wendy berada hanya bisa menghela nafas berat sembari mengayunkan sapunya. Tak tahan dengan tingkah laku Wendy yang semakin menjadi-jadi. Egita datang menghampiri dan menepuk punggungnya.

Puk!

"Aahh! Egita!?" Wendy terperanjat di tempat, "Apa yang sedang kau lakukan?"

"Apa yang aku lakukan? Justru seharusnya aku yang bertanya. Kau ini kenapa? Dari tadi cengengesan terus!" balas Egita, tak kalah sengit.

"Ehehe! Benarkah?" jawaban Wendy yang polos membuat Egita gemas. Seperti seorang kakak yang gemas dengan tingkah adiknya yang kelewat aneh. Egita langsung memiting leher Wendy dan berceloteh mengeluarkan kekesalannya.

━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━

Caesar merasa ingin jatuh pingsan saat melihat Charis melangkah dari kejauhan. Luka lebamnya yang masih membekas di balik zirah besinya kembali menjadi pengingat apa yang sudah terjadi. Sekeras dan seganas apa Charis ketika berlatih. Katakan dia pengecut. Ejek saja dia sebagai prajurit paling pengecut sedunia. Rasanya dia sudah tak kuat menghadapi gunung api yang setiap hari meledakkan lava panas yang membakar raga.

"Haaah ..." Caesar memegang sarung pedangnya dengan perasaan campur aduk. Jika dia berhenti. Dia tidak akan mampu membiayai hidupnya dan mengumpulkan modal untuk menikahi Egita. Jika ia teruskan, bisa-bisa dia kehilangan nyawanya di tangan sang pewaris tahta. Caesar hanya bisa berharap hari ini Sang Pangeran berbaik hati untuk tidak sekejam kemarin.

"Kau sudah siap?"

"Hamba ... Hamba siap, Yang Mulia."

"Aku duluan."

Caesar pelan-pelan mengangkat pedangnya. Hati kecilnya kembali menangis. Menangisi badannya yang remuk tak tertahankan. Adrenalin mulai meningkat saat keduanya menghunuskan pedang, Charis mulai menyerang, suara besi yang saling bersinggungan memenuhi lapangan yang menjadi arena latihan.

Beauty And The Beast ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang