Chapter 8

215 43 13
                                    

Now, you're my prey.

━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━

Charis memperhatikan jam besar yang berdiri kokoh di sudut ruangan. Jarum panjang yang terus bergerak, menandakan waktu yang terus bergulir tanpa bisa terelakkan. Sadar kalau hari sudah beranjak tengah malam dan masih belum ada tanda-tanda tersadar. Gadis itu masih terbujur kaku di atas ranjangnya. Dengan wajahnya yang kini sudah lumayan cerah—tidak sepucat saat waktu dia jatuh pingsan tadi. Charis menghela nafas berat, tak bisa berbuat banyak, dia hanya meremas dudukan sofa dengan perasaan campur aduk.

Mengantuk? Tidak sama sekali. Kedua mata Charis masih betah berjaga walau tahu malam kian larut. Sorot matanya perlahan jatuh pada wajah si gadis pelayan yang tampak begitu lugu. Di kamar yang hanya disinari cahaya rembulan. Sadar suhu udara kian dingin. Pria itu memutuskan untuk bangkit dari sofanya. Menarik selimut yang tergulung dari bawah hingga batas dada sang gadis.

Bingung, takut, kesal dan boleh ia katakan ... Lega? Entahlah, Charis merasakan rantai yang membelenggu dadanya kini mulai berjatuhan karena apa yang baru saja terjadi. Selama beberapa tahun bersembunyi dibalik kain dan atensi khalayak ramai. Karena buncahan emosi yang kian membeludak di dalam hatinya. Charis yang sudah mulai lelah dengan hidupnya sendiri kini nekad memberanikan diri untuk memperlihatkan wajah aslinya pada orang asing—seorang gadis pelayan yang berani menembus tembok yang sudah ia bangun selama bertahun-tahun.

Sejenak Charis mengangkat wajahnya, menegakkan tubuh jangkungnya sembari menghempaskan deru nafas yang tertahan di dadanya. Menatap langit-langit kamar yang dihiasi lampu-lampu kristal. Atensi pria jangkung itu kembali tertuju pada sang gadis. Merasa dirinya masih betah memandangi wajah manisnya, Charis memutuskan untuk duduk di tepian ranjang. Jari-jarinya terangkat, merapikan anak rambut Wendy yang sedikit berantakan.

"Sudah lama sekali. Aku tak menyangka kita akan bertemu lagi disini, hm?" sentuhannya kian turun menuju pipi, mengusap lembut pipinya yang selembut kapas. Charis masih tak menyangka jika anak kecil yang dulu ia selamatkan dari gigitan serigala kini telah tumbuh menjadi gadis muda secantik ini, "Kau sudah besar sekarang."

Sudah 6 tahun berlalu, dunia terus saja berputar pada porosnya. Sementara dirinya masih terjebak di dalam lingkaran masa lalu. Luka dan rasa benci yang ia derita karena wanita iblis yang “katanya” mengaku sangat mencintainya. Melihat gadis semuda Wendy—yang seingatnya berasal dari desa terpencil—memberanikan diri berpisah dari orangtuanya untuk bekerja di pusat kota demi membantu perekonomian orangtuanya. Anak yang kuat dan berbakti kepada orangtuanya. Berbanding terbalik dengan dirinya yang terus saja berlari dari tanggung jawabnya sebagai satu-satunya putra mahkota kerajaan.

"Ya, Tuhan. Bisa-bisanya aku kalah tangguh dari gadis semuda ini? Aku memang menyedihkan." Charis menunduk sembari mengusap wajahnya. Tertawa dengan nada remeh pada dirinya sendiri. Sungguh, Charis merasa berat untuk mengakui bahwa dirinya begitu memalukan.

Deru nafas dan suara jangkrik yang terdengar mengisi kekosongan yang memeluk erat dirinya. Terjebak dalam pikirannya yang kian kalut dengan berbagai kabut dan timpalan suara yang setiap hari selalu menghakimi setiap langkah yang ia ambil hingga ia tak sadar pada pergerakan kecil dari sang gadis yang mulai bergerak—sedikit gelisah dalam tidurnya. Dengan alis mengkerut dan butiran keringat membasahi pelipisnya. Pelupuk matanya perlahan terkoyak, memperlihatkan iris matanya yang sejernih madu murni.

━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━

Tenggelam dalam rasa takut. Berdiri kaku dengan teriakan yang tertahan di ujung tenggorokan. Wendy merasa kedua kakinya membeku, tak mampu bergerak walau seinci. Dan disaat dirinya membatu. Bayangan itu mulai bergerak maju, mendekati dirinya. Semakin dekat, semakin jelas. Bayangan yang ternyata adalah seorang pria dewasa berpakaian serba hitam.

Beauty And The Beast ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang