••••
"Karena waktu itu kita tidak jadi bermain, malam ini adalah saatnya." Kay memainkan rambut Jillian yang sedang bersandar di dadanya. Wanita itu mengeluh perutnya terasa panas setelah menghabiskan semua makanan yang di belinya. Bahkan sudah beberapa kali Jillian ke kamar mandi dibuatnya.
"Apanya?" Jillian harus mendongak untuk melihat wajah Kay karena posisinya. Rasa canggung dan juga malu entah kemana hilangnya, Jillian sendiri tidak mengerti dengan dirinya.
Kay menunduk membuat wajah keduanya hampir bersentuhan,"Bermain." Bisik Kay di telinganya.
Jillian mengerutkan keningnya, "Bermain?" dia balik bertanya karena kurang mengerti dengan perkataan Kay yang terdengar ambigu.
"Ya." Tatapan Kay turun lalu menatap jari-jari tangannya yang dimainkan Jillian. Sepertinya wanita itu tidak sadar dengan tindakannya.
Kay sengaja menggerakkan jarinya membuat Jillian tersadar dan ingin melepaskannya tapi kalah cepat dengan Kay yang menahannya.
"L-lepas,"
Kay mendekatkan bibirnya ke telinga Jillian, "Bukannya kau suka memainkannya?"
Jillian berdehem untuk menghilangkan rasa canggung yang dia rasakan. Oke kalau Kay mau bermain-main, dia akan mengikutinya.
"Kenapa ini besar-besar sekali?" Jillian menyimpan tangannya di atas telapak tangan Kay dan membandingkannya. Ukuran tangan mereka sangat jauh. Ukuran tangan Jillian hanya setengahnya dari Kay.
Tidak menghiraukan pertanyaan random Jillian, Kay dengan perlahan bangkit dari rebahannya lalu membaringkan Jillian di atas bantal. Tapi Jillian malah ikut berdiri dan menyusul Kay keluar, karena dirinya juga belum berniat untuk tidur. Beruntung keadaan perutnya lebih mendingan tidak terlalu panas seperti tadi.
Rupanya Kay kedatangan seorang tamu. Jillian mengintip dari balik pintu kamar. Tidak berniat mengganggu urusan pria itu. Setelah menyerahkan sebuah tas, tamu Kay yang seorang pria itu pamit setelah membungkukkan badannya membuat Jillian keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Kay.
"Apa itu?" Tanya Jillian dengan penasaran, matanya curi pandang pada tas yang Kay pegang.
"Perlengkapan untuk nanti malam." Jillian melihat Kay membuka tas jinjing kulit berukuran sedang dan berwarna hitam itu, seketika mulut Jillian menganga ketika melihat apa isinya.
"Wah." Jillian ikut duduk di samping Kay yang tengah mengeluarkan satu persatu isi dari tas untuk memeriksa dan mengeceknya.
"Kau membeli ini semua?" Mekipun Jillian sudah biasa melihat senjata-senjata seperti yang sedang Kay pegang tapi dia selalu saja merasa kagum melihatnya. Seolah semuanya terasa dalam mimpinya. Dan ini di Indonesia, berbeda dengan negara tempat Kay tinggal yang mudah untuk mendapatkan senjata seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABYRINTHINE [Editing]
RomanceBertahan atau menyerah? Hanya dua kemungkinan itu yang bisa Jillian pilih. ❗ D A R K R O M A N C E 21+ Kedatangannya ke Indonesia membuat seorang Kay Cyrano Agesislou, pemilik perusahaan pelayaran terbesar di Yunani terobsesi terhadap seorang g...