Episode 2

13 2 0
                                    


***

Selama perjalanan, mereka menuju tempat acara sahabat calon istrinya. Arya Prayoga hanya diam sembari sesekali memperhatikan jalur yang diambil sebagai jalur mobilnya. Meskipun tidak bisa dipungkiri Arya masih terus memikirkan pertemuannya dengan Dika tadi di rumah sakit tanpa Dina adiknya.

Padahal Dina sudah jadi istri Dika setahun ini. Tapi, kemana adiknya itu hingga tidak terlihat bersama Dika tadi?

Bagi Arya, kebahagiaan Dina menjadi tanggung jawabnya setelah kepergian kedua orang tua mereka beberapa tahun lalu, saat Dina masih berusia 12 tahun waktu itu.

Sedangkan Caca; calon istri Arya masih belum memperhatikan sikap Arya yang sejak tadi sedikit berubah murung setelah bertemu Dika.

"Yang! Setelah persimpangan itu kita mampir sebentar dulu di cafe Kak Rina, bisa 'kan?" Caca melihat ke arah Arya sambil memasukan ponselnya ke dalam tas yang ada di pangkuan.

Arya diam, tenggelam dalam benaknya sendiri. Karena belum ada jawaban dari calon suaminya. Caca kembali mengulangi ucapannya yang tadi, tapi kali ini dengan nada suara sedikit lebih keras dari yang tadi.

"Kak, kita berhenti di cafe Kak Rina dulu ya!"

Karena terkejut, Arya pun menginjak pedal rem mobilnya dengan cepat, hingga mengakibatkan mobil yang mereka tumpangi sedikit oleng dan hampir memanjat pinggiran jalan raya. Hampir saja.

"Astaghfirullah, Kak Arya!"

"Astaghfirullah, apa yang aku lakukan?" ucap Arya saat sudah berhasil mengendalikan kemudi mobilnya yang hampir saja menabrak pembatas jalan.  Tinggal beberapa senti lagi dari bagian depan mobilnya.

"Kakak, kenapa sih? Kenapa bisa teledor begini?" Caca akhirnya tersulut emosi dengan sikap Arya yang  hampir saja membuat mereka berdua kecelakaan.

"Yang, maaf, tadi aku—"

"Aku apa?" potong Caca yang masih berusaha menetralkan detak jantungnya karena terkejut dengan kejadian barusan.

"Maaf, sayang. Sungguh, tadi itu aku benar-benar tidak sengaja melakukannya." Arya berusaha meminta maaf pada Caca agar perempuan yang dia cintai itu tidak marah lagi padanya.

Memang sih, kejadian tadi itu bisa saja membuat nyawanya dan Caca melayang jika saja Arya tidak cepat-cepat memulihkan fokusnya yang terbagi dan Arya tidak buru-buru mengendalikan mobil seperti tadi. Bersyukurlah, kecelakaan bisa terhindarkan juga.

"Kakak sedang mikirin apaan sih?" tanya Caca yang sudah sedikit lebih tenang dari tadi.

"Hmm, ini masalah Dina," jawab Arya.

"Dina. Ada apa dengan dia?" Caca ikut memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman memulai obrolan dengan Arya mengenai calon adik iparnya; Dina Prayoga.

Arya tidak langsung menjawab. Lama dia mempertimbangkan apa saja hal yang harus diceritakan.

"Sebenarnya saat kamu pamitan ke kamar mandi tadi, aku bertemu Dika." Arya mulai bercerita.

"Lalu?"

"Dia sendirian di sana," jawab Arya lagi.

Seketika raut wajah Caca sedikit terlihat bingung dengan maksud ucapan Arya. "Astaghfirullah, memangnya kenapa kalau Dika sendirian di sana, kak? Bukannya itu bagus ya, kalau Dika berada di sana tidak bersama Dina?" ungkap Caca mencoba tersenyum di depan Arya.

"Apa maksudmu bicara seperti itu, Yang?" Seketika wajah Arya kesal begitu mendengar ucapan Caca tadi, yang baginya justru sedikit terdengar lebih bersyukur jika Arya tidak bertemu Dina di rumah sakit bersama Dika suaminya.

"Yang, jangan terlalu berpikir negatif dulu dengan ucapanku. Coba pikirkan lagi, bukannya bagus ya jika Dina tidak berada di sana juga bersama Dika? Itu artinya adik kita baik-baik saja sekarang dan orang lain yang sakit, makanya Dika ada di sana tanpa Dina," jelas Caca memberikan pengertian pada Arya tentang maksud dari ucapannya barusan.

"Kamu benar juga. Tapi, apa mungkin Dika tidak sedang menyembunyikan sesuatu dari kita tentang Dina, Ca?" Arya masih belum sepenuhnya percaya dengan jawaban yang Dika berikan tadi saat mereka mengobrol di lobi rumah sakit.

"Doakan saja semoga adik kita, selalu Allah lindungi di mana pun dia berada," balas Caca sambil tersenyum manis pada Arya calon suaminya.

Ya, Caca Arsita adalah perempuan beruntung yang bisa mendapatkan cinta Arya. Karena Arya selama ini belum perna mencintai perempuan lain selain Dina adik kandungnya sendiri. Caca bisa dibilang beruntung karena menjadi cinta pertama Arya, yang sebentar lagi akan resmi menjadi suaminya dua bulan lagi. Setelah bulan kemarin, mereka resmi bertunangan di Bandung, kota kelahiran Caca Arsita.

"Aamiin. Semoga saja begitu." Respons Arya yang sudah lega setelah mendengar kalimat penghibur dari Caca.

"Bisa kita jalan lagi?" tanya Caca sembari tertawa mengejek Arya, agar pria itu kembali menghidupkan mesin mobil dan pergi dari tempat ini.

"Tentu saja," jawab Arya ikut tertawa bersama Caca.

Tidak butuh waktu lama, mobil Arya pun sudah sampai di cafe Kak Rina. Kakak sepupu Caca yang memang merupakan keluarga satu-satunya yang ada di Surabaya.

"Turun yuk," ajak Caca pada Arya setelah memastikan calon suaminya sudah bisa memarkirkan mobil di parkiran.

"Ayo, sayang." Arya dan Caca sama-sama berjalan beriringan menuju cafe yang lumayan banyak pengunjungnya itu.

Kebetulan sedikit lagi sudah masuk jam makan siang. Jadi wajar jika setiap cafe dan tempat makan lainnya akan ramai oleh para pengunjungnya.

***

Sementara itu, di rumah sakit tempat Dina dirawat. Dua dokter spesialis dan empat perawat sudah bersiap melakukan operasi pada Dina dan calon anaknya untuk segera diberikan penanganan selanjutnya.

"Dok, apakah semuanya sudah siap?" tanya dokter anak yang sudah menggunakan pakaian steril sesuai prosedur rumah sakit pada umunya, untuk membantu menangani calon bayi Dina yang akan lahir nantinya.

"Siap, Dok," jawab dokter obgyn. Diikuti anggukan dari para perawat.

"Baiklah, sebelum itu, ayo kita berdoa dulu sesuai kepercayaan masing-masing. Semoga operasinya berjalan lancar." Dokter anak mulai memimpin doa. "Berdoa mulai."

***

Berbeda lagi dengan Maya yang masih sibuk menyusun rencana untuk membuat hubungan Dika dan Dina untuk melanggar sumpah setia sebagai pasangan suami istri dan bercerai secepatnya tanpa menunggu waktu lebih lama. Sesuai permintaan Dika, yang menyuruhnya untuk sedikit bersabar dan menunggu lagi sejak beberapa minggu lalu ketika liburan bersama ke Jakarta.

"Hmm ... aku tidak mau menunggu lama-lama lagi, Dika sayang. Aku ingin kalian segera bercerai, segera agar aku bisa menjadi istrimu dan mengantikan posisi perempuan kotor itu!" ungkap Maya penuh percaya diri.

Maya segera menelepon seseorang untuk melakukan rencana busuk sesuai keinginannya.

"Halo." Maya mulai bicara dengan sosok misterius di telepon. "Ikuti saja perintahku dan ingat, jangan sampai ada yang mencurigainya!" Lanjut Maya pada orang bayarannya. Niatnya, tentu saja untuk mencelakai Dina dan bayinya.

"Baik, bos!" ujar pria berpakaian serba hitam dari balik telepon. Telepon dimatikan, pria itu sudah siap dengan rencananya, yaitu membunuh Dina dan bayinya.

Kebetulan sekali, dia sudah berada di rumah sakit, tidak jauh dari tempat Maya menginap.

"Aku tidak ingin ada kata gagal dalam rencana ini, Bagas. Ingat! Aku, Maya Astrid tidak menyukai kalimat kegagalan dalam setiap rencanaku!" jelas Maya pada Bagas pria bayaran yang siap mematuhi setiap perintahnya.

Bagas harus segera menghilangkan nyawa Dina dan anaknya, yang tentunya merupakan anak dari Dika Jordan.

Bersambung ...

Part selanjutnya guys!!

See you again wkwkwkw

I Love You' versi Indonesia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang