Episode 5

6 3 0
                                    

****

Bi Nara sudah duduk di bangku halte selama sekitar lima belas menit, di teriknya matahari siang. Tapi, sepertinya belum ada satu pun taxi yang lewat di depannya, untuk dia tumpangi menuju rumah sakit tempat Dina dan bayinya dirawat.

Lima menit kemudian ....

Masih sepi juga seperti yang tadi.

Bi Nara masih duduk di bangku halte dengan sesekali melihat sekitar untuk mencari siapa tahu saja ada kendaraan yang baik hati lewat dan berhenti di depannya nanti.

Dua menit pun berlalu begitu saja.

Saat sedang memperhatikan jalanan yang sepi. Suara klakson mobil dari arah berlawanan terdengar seperti mulai mendekat ke tempat arahnya duduk.

"Siapa?" ujarnya masih berusaha menajamkan pandangan matanya ke arah seorang pria yang baru saja keluar dari mobil mewah.

Mobil itu parkir tidak terlalu jauh dari Bi Nara duduk.

"Assalamualaikum, bibi!" Salam pria yang baru turun itu, ketika sudah berdiri tepat di depan wanita yang dipanggilnya bibi itu.

"Waalaikum'salam. Siap—"

"Bibi, ini saya. Ponakan bibi!" seru pria itu sangat antusias pada pertemuan tidak sengaja mereka siang ini di halte tidak jauh dari tempat meeting nya bersama kliennya dari luar kota.

"Astaga, Arga!" ujar Bi Nara tidak kalah antusiasnya dari pria yang mengaku ponakannya itu.

"Ya ampun, bukan bibi. Saya Rafka Fathan, Bi." Karena tidak tahan dengan sikap bibinya yang salah mengenali, akhirnya Rafka segera memperkenalkan dirinya selengkap mungkin menggunakan nama aslinya. Rafka Arsha Fathan.

"Mas, Afka?" Bi Nara kaget dengan mata berkaca-kaca. Iya, dia sudah sangat lama tidak melihat ponakan kesayangannya ini yang dulunya sempat tumbuh bersama putranya. Hasan Adam.

Rafka yang melihat itu pun segera memeluk Bi Nara erat-erat. Sebagai pemberian dukungannya atas kesedihan yang menimpa bibinya atas kepergian kakak sepupunya untuk selama-lamanya dari dunia ini sekitar satu tahun lalu.

"Bibi, maafkan Rafka, kemarin tidak bisa datang di pemakaman Abang Hasan." Rafka meminta maaf atas ketidakhadirannya saat pemakaman kakak sepupunya sekitar satu tahun yang kecelakaan saat dinas keluar kota kala itu.

Posisinya saat itu, Rafka juga masih harus menyelesaikan ujian studi ke-3 nya yang saat itu masih berlangsung di Singapura selama satu bulan.

Sebelum pulang kembali ke Jakarta, berkumpul bersama keluarganya untuk mengelola perusahaan milik ayahnya. Fathan. Group.

"T-tidak, apa-apa, Mas. Bibi juga mengerti dengan kesibukan mas saat itu. Abang Hasan juga pasti begitu sama seperti bibi." Bi Nara masih berusaha menghibur anak dari adik perempuannya itu agar tidak kembali menyalahkan dirinya, karena tidak bisa hadir di pemakaman putranya; Hasan.

"Tidak, Bi. Seharunya Rafka saat itu tetap memaksakan untuk bisa pulang ke Indonesia dan ikut memakamkan Abang Hasan dulu." Rafka menyalahkan dirinya sendiri mengenai keputusannya tidak memaksa pulang saat pemakaman Hasan dulu. Dia justru memilih mengikuti perintah pamannya agar tetap berada di Singapura untuk mengikuti ujian akhirnya dan pulang ke Indonesia besoknya.

Rafka dan Bi Nara masih saling memeluk erat satu sama lain untuk memberikan kekuatan agar bisa mengikhlaskan kepergian Hasan dalam hidup mereka untuk selamanya.

Setelah merasa sudah sedikit membaik dengan perasaannya masing-masing. Bi Nara dan Rafka sama-sama mengurai pelukannya.

"Bibi selama ini tinggal di mana. Nenek dan bunda sering berusaha mencari keberadaan bibi sejak kematian Abang Hasan?" tanya Rafka dengan mata masih sembab dengan air mata.

I Love You' versi Indonesia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang