chapter 2: harapan dan usaha

43 8 0
                                    

Hi, welcome!
.
.
.
.

☆Happy reading☆

Deru suara klakson bersahut-sahutan memenuhi udara jalanan Jakarta yang kacau pagi ini. Mobil-mobil berbaris rapat, seolah tidak ada celah untuk bergerak maju. Shea duduk di belakang kemudi, menggigit bibir bawahnya sambil sesekali melirik jam tangan. Detiknya terus melaju, tanpa peduli pada kegelisahan di hatinya.

"Kenapa harus macet sih, ya Allah," gumam Shea dengan nada kesal. Tangannya mengetuk setir dengan irama yang tidak beraturan, mencerminkan rasa frustrasinya. Hanya tiga puluh menit tersisa sebelum rapat penting dengan para pemegang saham dimulai. Waktu yang terasa seperti jebakan, terus bergerak maju sementara ia tidak bisa melakukan apa-apa.

Shea menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia menutup matanya sejenak, merapatkan kedua tangan di atas kemudi, lalu berdoa pelan. "Tolong, Tuhan. Berikan aku keajaiban. Jangan sampai aku terlambat. Ini penting banget..." bisiknya nyaris tanpa suara.

Belum lima menit berlalu sejak ia memanjatkan doa itu, ponselnya berbunyi. Shea melirik layar dengan cemas. Nama Tania, asistennya, muncul di sana. Dengan cepat, Shea mengangkat telepon itu.

"Halo, Tania?"

"Pagi, Bu Shea. Saya cuma mau kasih kabar kalau rapat pagi ini ditunda satu setengah jam lagi, sesuai permintaan beberapa pemegang saham. Jadi rapatnya dimulai pukul sebelas tiga puluh," ujar Tania di ujung telepon.

Shea membelalakkan matanya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Ditunda? Serius, Tan?!"

"Iya, Bu. Saya sudah cek ulang dengan tim. Jadi, jangan khawatir, Ibu masih punya waktu."

Shea menarik napas lega, nyaris terbahak karena senang. "Oke, makasih banget ya, Tan! Saya segera ke sana," ujarnya sebelum menutup telepon.

Ia bersandar di jok mobilnya, mencoba meredakan detak jantungnya yang sempat berpacu cepat. Wajahnya kini dipenuhi senyum lega. Keajaiban kecil yang ia harapkan ternyata benar-benar datang.

Pandangan Shea beralih pada ponselnya, yang kini menunjukkan lock screen foto Kaizen dengan senyuman hangat khasnya. Sejenak, Shea memandangi foto itu, lalu tersenyum lebih lebar. "Doakan aku ya, sayang. Semoga apa yang aku rencanakan berhasil," ucapnya lembut, seolah benar-benar berbicara pada Kaizen yang berada di sampingnya.

Namun, beberapa detik kemudian, ia tertawa kecil, menyadari kelakuannya sendiri. "Shea, lo tuh benar-benar halu tingkat dewa. Tapi nggak apa-apa, kan? Kadang halu tuh bikin hidup gue jadi lebih ringan," katanya, mencoba membenarkan pikirannya sendiri.

Dengan waktu tambahan yang diberikan, Shea mengemudi lebih santai, sambil merencanakan ulang presentasinya di kepalanya. Ia tahu, meski keajaiban kecil sudah terjadi, hasil rapat nanti tetap bergantung pada usahanya.

☆☆☆

Tepat pukul 10.10, Shea tiba di kantornya, sebuah gedung megah bertingkat yang menjadi markas besar perusahaan Elyssian Glow Corporation. Perusahaan itu dikenal luas karena produk-produk kecantikan inovatifnya yang terjual laris di pasaran. Begitu memasuki lobi, ia disambut dengan hangat oleh para karyawan.

"Selamat pagi, Bu Shea!" seru resepsionis dan beberapa staf yang kebetulan melihatnya.

Shea hanya tersenyum dan mengangguk sopan. Ia tahu sapaan itu tulus, tetapi kali ini ia tidak bisa membalas lebih dari sekadar senyum. Waktunya terbatas, dan ia masih harus mempersiapkan materi rapat. Tanpa banyak bicara, Shea segera menuju lift untuk naik ke lantai di mana ruang rapat berada.

UNREACHABLE STAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang