╰► 05

47 2 0
                                    

"Ibu, ada apa?"

Langit sore itu terasa menggelap. Mungkin karena akan malam. Ataukah mungkin karena suasana suram di dalam kamar Archduchess. Aku tidak yakin.

Tabib sudah dipanggil sejak awal saat salah seorang pelayan di sisinya bilang Archduchess tidak dalam kondisi baik, olehku. Perkiraan waktunya yang kupikir akan agak terlambat, justru sangat tepat dimana Archduchess mulai memelukku dan pingsan.

Sejujurnya, hanya dalam bentuk jaga-jaga saja aku memanggil tabib kediaman. Tidak pernah terbayangkan bahwa itu akan berguna. Situasinya berkembang ke sesuatu yang di luar prediksiku.

Hal yang lebih tidak bisa kumengerti adalah, ada apa dengan Archduchess? Apakah kesehatannya memburuk akhir-akhir ini?

"Sir Evens?" Suara seorang pelayan wanita masuk ke dalam telingaku. Menyadarkanku dari lamunan.

Aku berdiri dari sofa di ruangan itu dan melangkah perlahan tanpa ketara ke sisi ranjang. Agak jauh.

Seorang pria usia tiga puluhan. Dengan kacamata bulat tunggal yang disambungkan dengan rantai emas. Berdiri dengan baju putih bersih dan mengusap tangannya dengan sapu tangan bersih yang baru diserahkan oleh pelayan lain.

"Apakah Nyonya makan makanan yang salah?" Tanyanya.

Pelayan wanita yang pertama menggeleng dengan yakin.

"Sir, tolong yakinlah bahwa makanan apapun yang disajikan untuk Nyonya akan diuji terlebih dahulu," dia menunjuk ke sisi lain dari ranjang besar dimana Archduchess terbaring. "Pelayan penguji itu baik-baik saja. Apakah ada masalah tertentu dari bahannya? Kandungannya? Atau olahannya?"

Dari raut wajahnya yang, ehem maaf, menua, aku bisa yakin bahwa pelayan itu adalah seseorang yang dibawa Archduchess dari kediamannya saat masa gadisnya. Sebelum menikah. Ada gurat kekhawatiran dalam wajahnya yang sama sekali tidak bisa ditutupi dengan fitur ketenangan yang seolah sudah lama menyatu dengan dirinya.

"Lady Julia, tolong tenanglah dulu." Pria yang dipanggil Sir Evens itu menyerahkan sapu tangan yang selesai digunakannya pada pelayan di sampingnya.

"Kondisi Nyonya tidak parah. Awalnya, saya berpikir itu karena makanannya. Tapi jika bukan, itu pasti berasal dari Archduchess sendiri. Apakah ada kondisi yang tidak biasa terjadi dalam rentang waktu tertentu dari kondisi normal Archduchess biasanya?" Pria itu melanjutkan dengan tenang.

Di samping, aku mendengarkan juga dengan seksama. Apapun yang berkaitan dengan keluarga inti, harus kuperhatikan sebaik mungkin. Tidak peduli bahkan jika itu hal yang kecil. Detail apapun penting. Mengingat, sudut pandang mahatahu yang kumiliki merupakan milik para pemeran utama.

Kisah Juliette jarang diceritakan. Bukan berarti amat sedikit. Hanya .... Kurang. Kalau kataku.

Memangnya apa yang kalian harapkan dari side character yang bahkan hanya bisa bertahan setengah jalan? Perasaan mereka pun hanya digambarkan secara sekilas. Hanya agar pembaca tahu, bagaimana side character harus berpikir dan harus bertindak kemudian.

Juga untukku. Untuk rencana kedepanku, amat rentan jika tidak melangkah sebaik mungkin. Informasi apapun, lebih berharga dibandingkan emas atau permata yang melimpah ruah di mansion ini.

"Ah!" Seorang gadis pelayan di sisi lain dengan rambut cokelat digelung ke atas rapi membuat suara terkesiap. Dia pelayan yang datang padaku sebagai pembawa pesan. Aku tidak tahu siapa namanya. Belum, kurasa.

Ada apa sih, dengannya? Membuat suara mengejutkan dan dramatis di situasi yang sudah cukup berat ini?

"Nyonya akhir-akhir ini sering mengalami mimpi buruk. Jadi Nyonya sulit tidur bila malam tiba. Apakah hal ini berpengaruh?" Katanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐍𝐨𝐭 𝐀 𝐉𝐮𝐥𝐢𝐞𝐭 | An Isekai StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang