1.

38 3 4
                                    


Langit malam yang semakin gelap, ditemani dengan semilir angin sepoi sepoi yang menerpa poni seorang wanita tengah duduk dipinggir jalan dengan mata yang bengkak. Jika dilihat dari dekat terdapat bekas air mata yang sudah mengering dibagian pipi cubby nya. Tatapannya terlihat kosong mengarah kepada jalanan yang kala itu lumayan ramai dengan pengendara motor yang melintas didepannya. Tak ada yang peduli dengan diamnya wanita itu. Semua orang sibuk dengan urusannya masing masing. Sungguh malang nasib wanita tersebut.

Tak selang lama terlihat dari kejauhan sebuah mobil taxi dengan lampu bewarna kuning menghidupkan lampu sein sebelah kirinya. Yang menandakan bahwa mobil tersebut akan berhenti ke bahu jalan. Mobil tersebut tepat berhenti di depan Wanita itu. Pintu sebelah kiri mobil taxi itu terbuka, menampilkan seorang gadis yang sepertinya seumuran dengan Wanita tadi.

"berapa pak?" gadis tersebut bertanya melalui kaca jendela supir yang terbuka setengah.

"25k kak" jawab bapak bapak di dalam mobil yang sepertinya sudah berumur 40 tahunan dengan nada ramah.

Gadis tersebut merogoh tas berwarna putih, dengan gantungan kunci kepala panda dihiasi dengan manik manik yang menambah kesan cantik untuk para kaum hawa yang gemar mengoleksi barang barang lucu. Ia mengeluarkan dompet berwarna hitam dengan hiasan stiker panda. sepertinya gadis ini maniak panda. Ia mengeluarkan selembar uang berwarna merah lalu diberikannya kepada bapak bapak tersebut.

"ini pak uangnya, kembaliannya ambil aja" gadis itu sedikit menunduk sambil tersenyum dengan lebar sampai memperlihatkan lesung pipi yang sangat dalam di kedua sisi pipinya.

Bapak supir itu nampak terkejut, namun setelahnya beliau membalas senyum gadis yang menyodorkan uang dihadapanya.

"beneran ini? terimakasih ya kak, saya terima uangnya" ucap bapak itu sambil menerima uang yang diberikan kepadanya.

Gadis itu Kembali ke posisi semula, lalu memasukkan lagi dompetnya kedalam tas tersebut. "iya pak, hati hati di jalan"

"iya kak, kalau begitu saya permisi dulu" bapak tersebut sedikit mengangguk . Setelahnya beliau menutup kembali kaca mobilnya. Tak berselang lama mobil tersebut pergi meninggalkan dua gadis yang sedang berada dipingir jalan itu, dengan salah satu gadis sedang duduk bersimpuh ditanah, pandangannya kosong sedari tadi ia tidak menyadari bahwa Wanita yang di teleponnya 20 menit yang lalu telah sampai di depannya.

Salah satu gadis berjalan menghampiri temannya, raut wajahnya nampak tenang tetapi tidak di pungkiri, hatinya terasa nyeri dan merasa khawatir melihat penampilannya temannya yang sudah acak acakan itu, padahal baru tadi sore temannya melakukan paggilan video dengan dirinya yang mengatakan, bahwa ia akan pergi memberikan kejutan di hari ulang tahun pacarnya. Tampak dari video itu dirinya terlihat sangat antusias dan bahagia. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Entah apa yang sudah terjadi dimalam ini, Ia akan menanyakan langsung perihal masalah ini. Nanti dirumahnya.

"Ra, bangun. Udah malem yok pulang, lo pasti belum makan kan?" gadis tersebut bertanya kepada orang yang dipanggil "Ra" tadi. Ya dirinya adalah Aurora yang diawal tadi dikhianati oleh mantan pacarnya.

Aurora mengadahkan kepalaya keatas melihat siapa yang sedang mengelus surai hitamnya. Terlihat teman yang ditunggunya dari tadi telah datang dan tersenyum tulus dihadapannya.

"Naura? Dari kapan lo disini?"

Aurora menunjukkan raut bingung nya, ia merasa sedari tadi belum ada orang yang menghampirinya. Ia telah hanyut kedalam pikiran kelamnya dan tidak menyadari apa yang terjadi disekitanya.

"berdiri dulu baru nanya" naura mengulurkan tangannya kepada Aurora. Aurora meraih tangan tersebut, tangan yang merupakan satu satunya tangan yang tulus memberikan bantuan disaat dirinya dikhianati oleh dunia, satu satunya tangan yang selalu ia genggam dari kecil, satu satunya tangan yang selalu mengelus surai hitamnya disaat ia menangis. Tangan yang indah, tangan yang hangat, tangan yang selalu ia butuhkan untuk menghadapi kejamnya kehidupan di dunia. Selain ibu, Naura merupakan tokoh terpenting di hidup aurora.

Aurora kemudian berdiri di bantu oleh Naura, masih sambil menggengam tangan Naura, aurora langsung memeluk teman plus sahabatnya itu. Aurora menangis, ia meluapkan segala kesedihan yang sudah ia tahan dari tadi, di dalam pelukan hangat tersebut. Jika sudah dihadapkan dengan Naura, Aurora akan berubah menjadi anak kecil biasa yang sangat rapuh jika terluka sedikit. Dan Naura akan selalu menenangkan sahabatnya dengan mengiming iminginya dengan makanan kesukaan Aurora.

"kenapa lagi ra? Mau cerita sekarang?" Naura bertanya sembari mengusap usap punggung sahabatnya agar ia merasa tenang.

Aurora menggeleng didalam pelukan itu, Naura yang paham pun hanya diam saja ia tahu jika sahabatnya belum siap untuk bercerita kepadanya. Toh nanti kalo sudah siap Aurora akan bercerita sendiri tanpa ditanya.

"Naur, laper mau makan"

"lepasin dulu pelukannya baru kita pulang"

Dengan berat hati Aurora melepaskan pelukan tersebut. Ia menatap Naura yang sedang menyibakkan poni miliknya yang basah karena terkena air mata.

"kan udah gue bilang gausah cinta cintaan, lo punya gue yang bisa lo jadiin sandaran, lo punya gue yang bisa lo manfaatin, gue akan selalu ada buat lo ra"

Aurora hanya menunduk, tak bergeming. Benar apa kata naura cinta adalah penyakit yang paling mematikan didunia.

"udah jangan sedih gitu, yok pulang. Mau pulang ke rumah gue atau pulang ke rumah lo? Biar gue yang bawa motornya"

Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang