Chapter 3 ; Berteman?

7 1 0
                                    

"Kalau gue terus berada dalam keterpurukan, gue ga akan pernah bangkit dan sukses. Gue harus keluar dari zona nyaman agar nanti gue dapat imbalannya."

***

Alea tertawa remeh. "Bahkan gue gak tau bokap gue siapa."

"Hah?"

"Bokap sama nyokap cerai saat gue masih dalam kandungan. Dan saat ini bokap gue nyari keberadaan gue buat dia ambil karena istrinya pengen punya anak cewek. Tapi dia udah gak bisa hamil."

"Saat dalam kandungan, nyokap gue kerja seharian ngurusin pasien. Lo tau kan bunda gue dokter? Tapi dia gak pernah nyerah buat nyekolahin kedua kakak gue sampai mereka sukses sekarang. Lo gak tau seberapa keras usaha kami semua sampai bisa di titik ini. Saat SMP gue juga berpikir ingin bunuh diri biar gue gak ngerepotin keluarga gue. Karena pada saat itu, bunda lagi stress ngurusin Bang Ramon kuliah. Kita beda 6 tahun dan bang Ramon memutuskan untuk enggak kuliah, dia nerusin perusahaan om gue sampai punya villa sebesar ini."

Arkan tak henti-hentinya terkejut mendengar tuturan Alea yang mengatakan seluk-beluk keluarganya. "Btw, gue sempet nguping sih tadi. Nala itu siapa?"

"Itu kakak pertama gue. Dia udah punya keluarga kecil di Jerman."

"Astaga ngerinya." Ucap Arkan seraya memegang dadanya dengan kedua tangan dan berpura-pura shock.

Alea memukul bahu Arkan. Saat sedang terbawa suasana seperti ini sempat-sempatnya cowok itu bergurau.

"Kakak gue waras! Dia kerja, tapi gue lupa dia kerja dimana. Di perusahaan juga."

"Keren banget. Salut sih sama nyokap lo."

"Maka dari itu, gue cerita ini bukan tanpa alasan. Itu buat jadiin motivasi buat lo kalo segala hal itu bisa dilewatin kalau gak mudah putus asa."

"Waktu lo hampir bunuh diri, lo ngelakuin apa?"

"Gue sempet mau terjun dari balkon. Kebetulan balkon gue kalo terjun langsung ke pager besi yang ujungnya tajem. Tapi Bang Ramon keburu narik gue dan bilang ke bunda."

Arkan tertawa kecil. "Oh, pantes tadi abang lo bilang kalau lo mau terjun."

Alea tertawa. "Itu sarkas aja sih. Tapi yang buat gue bangkit lagi karena gue sadar, kalau gue terus berada dalam keterpurukan, gue ga akan pernah bangkit dan sukses. Gue harus keluar dari zona nyaman agar nanti gue dapat imbalannya."

"Lo suka baca buku ya?"

"Suka." Jawabnya.

Arkan mengangguk-anggukkan kepalanya. Mereka terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Arkan berbicara.

"Oh ya, gue boleh jadi temen lo, Lea?"

"Why not?" Jawab Alea seraya tersenyum manis kepada Arkan.

Jantung Arkan berdegup kencang. Ia pertama kalinya merasakan degup kencang pada jantungnya.

"Lo sekolah dimana?"

"SMA Nebula."

'Nebula? Oh sh*t gue jadi inget si b*jingan itu.' Batin Arkan.

"Ohh Nebula. Kalau gue di SMA Gemintang."

"Gak nanya sih gue." Jawab Alea.

"Ck. Tetep aja nyebelin anjir. Gue kira di ajak cerita-cerita gini lo bisa luluh."

Alea mendekatkan wajahnya tepat dihadapan wajah Arkan. "It's not easy, honey."

Kemudian Alea berlari untuk turun dari atap karena ia mulai merasa kedinginan.

Estungkara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang