Ruangan sekretariat itu tampak berantakan, dari delapan orang yang tadinya ada di ruangan, kini tersisihkan dan hanya tersisa tiga orang. Langit tampak tengah mengoret-ngoret sebuah kertas hvs putih dengan pena hitam di tangannya. Ada beberapa kotak yang tergambar dalam kertas tersebut, dan sebagian kotak tersilang oleh pena berwarna merah.
"Pokoknya selama H-3 minggu acara progja kita berjalan ini. Target dana harus bisa sudah selesai sesuai dengan total anggaran dan dana keluar juga sesuai dengan dana yang masuk." Langit bersuara, ia melingkari sebuah nomor di kertas tersebut.
24.09.25
Bagas yang tengah membuat tugas laporan praktikumnya, menoleh ke arah Langit, mulutnya terbuka,"Gimana lah ini, tiga minggu lagi acara bakal berjalan. Dan tiga ratus juta dalam tiga minggu? apa gak gila kita." Dengan nada khas Medan itu, Bagas mengutarakan kekesalannya seraya mengerjakan tugasnya.
"Kita masih ada beberapa sponsor yang belum ngasih keputusan bakal ngedanain kita apa enggak, dan juga masih ada dua perusahaan yang mana lusa baru ada kabarnya. Jadi kita harus yakin dulu." Langit berdiri, ia berjalan mendekati lemari cokelat. Tangannya mengulur dan membukanya.
"Ha-chiing!"
Debu seakan dengan santainya melayang mendekati hidung mancung Langit. Suara bersin itu tampak bersuara, akan tetapi Langit dapat memelankannya.
"Harusnya ada penanggung jawab kebersihan sekret ini. Biar gak berdebu kek gudang perabotan," ucap Ananda, mahasiswi itu sedikit tertawa kecil melihat Langit yang barusan bersin.
"Kau aja kalo gitu," ucap Bagas.
"Ogah," balas Ananda, matanya menatap jijik ke arah Bagas.
Langit mengangkat tangannya, mencoba membersihkan debu yang masih tersisa di hidungnya. Ia kemudian menatap Ananda dan Bagas bergantian, lalu tersenyum tipis.
"Mungkin memang ada masalah dengan kebersihan sekret ini. Cuman, masa karena kebersihan harus ada pj nya."
Bagas dan Ananda saling memandang satu sama lain. Mereka hanya mengangguk, seakan memahami apa yang barusan di ucapkan oleh Langit. Suara pun bergantian dengan ketukan pintu dari luar. Pintu terbuka perlahan, seseorang masuk dengan membawah sebuah benda berwarna hitam yang ditopang oleh kedua tangannya.
"Eh, bawain itu Bagas. Gak usah ngelaprak aja lo itu. Kaisan itu Lisa bawa print segede itu sendirian," ucap Ananda.
Bagas yang merasa dirinya dibicarakan, dia segera berdiri dan berjalan dengan cepat menghampiri Lisa dan mengambil print yang ditopang oleh kedua tangan Lisa.
"Kau ngapain bodoh, bawa print segede ini sendirian. Kan tadi Kau sama Deo dan Saka tadi keluarnya." Bagas segera berjalan dan meletakkan print an tersebut ke atas meja hitam di pojok ruangan.
"Mereka dua itu tiba-tiba ngilang gak tahu kemana. Gua tadi di tinggal sendirian di ruangan koperasi," ucap Lisa, wajahnya tampak berkeringat.
"Nih." Langit menyodorkan sebuah sapu tangannya ke arah Lisa.
"Baik kali ketua kita ini." Lisa mengambil sapu tangan tersebut lalu dengan perlahan mengusap ke wajahnya yang berkeringat, "Makasih ya Kahim," lanjutnya seraya tersenyum manis ke arah Langit.
"Kalian gak mau bali kah?" suara tanya itu terucap dari Ananda. Dia yang tadinya tengah membereskan beberapa kertas hvs kini sudah menggandeng tas di pundaknya.
"Cepat kali kau nak balik, memang Kau nak pulang sama siapa ha? Tak bawa motor pun malah nak pulang duluan." Bagas tampak dengan sengaja melontarkan kalimat tersebut.
"Sama Langit lah, siapa lagi."
"Eh, gampang kali kau ngomong. Kau tadi kesini ama siapa? Sama Deo kan? Ya sudah. Balik saja kau sama Deo. Langit sama gua pulangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dan Laut (Selesai)
Teen FictionLangit dan Laut adalah dua mahasiswa kembar yang hidup dalam dunia kampus yang sama. Meski memiliki kesamaan dalam genetik, keduanya memiliki perbedaan dalam karakter dan gaya hidup mereka. Langit, si kakak, adalah ketua himpunan yang terkenal akan...