Wilayah Indonesia semakin lama semakin luas. Ada beberapa lautan yang diubah sebagai daratan untuk memperluas wilayah dan juga membuat kota buatan di atas air. Tidak hanya kota buatan, daerah pinggiran juga mulai dibuat hutan buatan. Tak terkecuali di daerah Jakarta Barat.
Di pertengahan jalan raya, perhutanan baru yang memang dikhususkan untuk pasukan militer memiliki hologram sebagai pelindungnya. Bagi orang normal, ujung jalan raya ini adalah buntu karena langsung mengarah pada tebing tinggi. Sejatinya, tebing itulah yang harus ditembus.
Proses penembusan tebing pun sangat tidak terasa. Mobilku sudah terdaftar di server keamanan mereka sehingga tak terjadi masalah saat melintasinya. Bagian dalam dari perbatasan dengan hologram tidak jauh beda dengan kamp militer pada umumnya. Sebuah tempat dengan banyak tenda dan beberapa gudang penyimpanan senjata.
Mobilku menepi di sisi samping tempat beberapa tentara angkatan darat sedang beristirahat. Menyadari kehadiranku, mereka segera bangkit dari tempatnya dan berbaris. Tak luput juga memberikan hormat dalam posisi tegak dengan tangan di kepala. Menyusul beberapa detik kemudian, panglima TNI juga datang untuk menyambut.
"Selamat datang di kamp kumuh kami, Komandan Resti," ucapnya. Aku tidak membalas sambutan itu dan hanya tersenyum singkat. Sang Panglima pun lanjut berucap, "Mereka telah menunggu kehadiran Anda di dalam."
Aku sudah sangat hafal dengan tempat ini sehingga bisa berjalan di depan. Panglima yang bersamaku juga berjalan di samping kiri bersama dengan Andin yang masih setia mengekor di belakang kami berdua. Saat kami sudah memasuki ke salah satu gudang senjata, ada sebuah lift yang berlokasi di sudut ruangan. Panglima membawaku ke sana, memasuki sebuah lift dan menekan angka -3 pada tombol yang ada.
Gudang penyimpanan di sini memang hanya satu lantai. Angka -3 merujuk pada adanya lantai lain di bawah tanah. Oleh sebab itu, lift ini pun tidak naik melainkan turun ke lantai di bawahnya.
Begitu tiba, bunyi 'ding' dari lift pun terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka, menampilkan suasana ramai di lantai -3. Ada banyak sekali pintu di sisi samping dinding, masing-masing pintu memiliki nama ruangan di atasnya. Sedang bagian tengah dari lantai ini membentuk sebuah bulatan dengan banyak orang sedang mondar-mandir dalam tugasnya.
Mereka mengenakan kemeja hitam dengan celana berwarna serupa, dipadu padan dengan jas putih serta dasi juga bersepatu hingga menampilkan kesan yang rapi.
Kondisi di sini selalu saja ramai, bagian ujung ruangan tampak sekelompok orang sedang melakukan pengujian terhadap sebuah teknologi jenis baru. Aku menangkap sebuah motor terbang sedang dilakukan uji coba pada sudut yang lain.
"Baiklah, saya hanya akan mengantar sampai di sini. Kapten Chita dan Kapten Yemi berada di aula pertemuan sebelah kiri." Aku memberikan anggukan paham pada sang panglima sebelum ia benar-benar pergi untuk kembali ke atas.
Selanjutnya, aku melangkahkan kaki dengan hanya ditemani oleh Andin seorang, menuju ke sebuah ruangan yang tadi telah disebutkan. Aku mengambil kartu identitas dari dalam kantong, meletakkannya pada scanner yang ada di samping gagang pintu. Setelah terverifikasi, pintu tersebut pun secara otomatis terbuka sendiri. Namun, demi faktor keamanan, pintu ini tidak hanya bisa dibuka dengan kartu identitas. Di dalamnya masih ada dua lapis pintu lagi dengan sidik jari dan pemindai wajah sebagai kunci untuk membukanya.
"Kak Resti!" Yemi berseru saat menyadari kehadiranku di sana.
Kedua anggotaku itu sedang menyimak presentasi yang diberikan oleh pimpinan peneliti di sini. Sebuah ajuan terhadap konsep mobil terbang yang masih dalam tahap desain dan pengembangan. Ruangan tersebut membentuk sebuah bulatan, sisi kanan dan kirinya terdapat meja panjang juga tempat duduk layaknya kursi bioskop. Bagian tengah ruangan adalah yang paling utama, tempat dari si pimpinan atau siapapun yang sedang bertugas untuk mempresentasikan konsep dan lain-lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crucible : Rebellion of The Cloverian
Fiksi IlmiahPembunuhan yang Cloverian lakukan di malam itu tidak pernah bisa kulupakan. Mereka adalah tujuan ke mana aku harus pergi. Balas dendam. Memangnya apa yang lebih baik dari itu? Setelah mereka mengambil segalanya dariku dan bahkan mengancam kedamaian...