Kehidupan ini berubah setelah usiaku menginjak 20 tahun. Masa remajaku hancur, semesta serasa sangat getir sekarang.
Kenapa ini harus terjadi padaku sekarang!
Setelah 3 tahun silam aku harus kehilangan sesosok ayah, kenapa sekarang juga nyawa ibuku ikut kau cabut tuhan?Tangan-tangan yang harusnya menimang dan menggandengku sekarang telah kau rampas. ya.. aku ingin berusaha berdiri tegak lagi meski dengan tertatih-tatih, tapi apa nyatanya? Aku tak sekuat itu tuhan!.
Sepertinya malam telah menelan keindahan senja yang sedang ku tatap, kesendirian ini mulai tercipta lagi seiring dengan munculnya suara binatang malam.
Aku mulai melangkahkan kakiku untuk segera pulang dari tempat ini (bukit belakang rumah).
Dengan sedikit rintik hujan yang mulai membasahi kepalaku, aku sedikit memutar badan untuk sekedar melihat tempat yang tadi ku duduki sembari mengucap janji
"Bu.. besok aku akan kembali lagi ke sini, tempat favoritku berbagi cerita, tempat dimana cinta dan tutur lembutmu kau berikan.""Terima kasih atas semua waktumu bu"
dan untuk bukit di belakang rumah, terima kasih telah menyuguhkan pemandangan terbaik selama aku menghabiskan waktu dengan malaikatku.
...
Suasana pagi ini begitu sepi dan muram, angin terasa diam seperti tertahan oleh suatu duka yang mendalam, Kabut dan awan kelabu membalut menutupi birunya langit.
Butiran embun yang kemarin jatuh dari langitpun masih membeku tepat diatas dedaunan yang menguning kering.
Begitu sunyi, seolah pagi sengaja mengasingkan dirinya sendiri.Aku tersenyum pahit sembari bangkit menuju ruang tengah, samar-samar detak jantungku bisa ku dengar meski lirih.
Ah.. entah bagaimana, aku tiba-tiba kembali merasakan sebuah kesedihan.
Kumpulan foto-foto yang berbaris di tembok ruang tamu kembali melelehkan airmataku pelan.Tak lama dari itu, sebuah buku berjudul namaku " Farisa Ulya Adifa " kembali membuatku tak mampu membendung airmata layaknya sungai di awal musim hujan.
Ya... Tulisan Ibu memang benar-benar indah.
"Apakah ini makhluk yang disebut kenangan? Kenapa makhluk ini datang?"
Setelah buku itu ku baca sampai halaman terakhir, aku hanya bisa mengutuki kepecundanganku. apa yang sudah ku lakukan selama ini kepada Ibu?
Kenapa aku terlalu berambisi dengan mimpi-mimpi besarku tanpa memikirkan seberapa besar dan berat perjuangan ibuku.Beliau merelakan masa tuanya hanya demi dapat membiayai kuliahku diluar kota, ibu juga harus merawat adikku yang mengidap cerebal palsy.
Ibuku merelakan masa tuanya dengan mengambil 4 pekerjaan sekaligus hanya demi bisa mencukupi kebutuhan kedua anaknya ini. Beliau mati-matian menggunakan tenaganya demi bisa mengumpulkan biaya kuliahku dan biaya berobat adikku azkha. Benar-benar perjuangan yang melelahkan sebagai seorang single parent bukan?
Hah... aku benar-benar merasa tak berguna!
Kenapa aku baru sadar hal ini setelah dirimu berpulang, "Dasar anak tolol" ucapku kepada diriku sendiri.
Semakin lama, aku merasa semakin terasingkan dari kehidupan ini, keceriaan dan kebahagiaan terasa terus bersembunyi sekarang.
Derpaan angin yang berhembus dari jendela ruang tamu seakan mengajakku untuk menyusul kematian Ibu.
"Untuk apa aku hidup? Bukannya masa depanku juga sudah runtuh sekarang?" Cetusku dengan penuh putus asa.Setelah meletakan buku tulisan ibu, kakiku mulai melangkah menuju dapur untuk mengambil seikat tambang berwarna biru yang tepat berada diatas rak lemari.
ah.. mungkin ini jalan terbaik, jarum jam yang mengatur waktuku hidup telah menyelesaikan tugasnya."Aku sudah lelah, biarkan aku menyusulmu bu" gumamku sambi menaiki kursi yang sudah ku siapkan sebelumnya.
"Farisa, apa yang kamu lakukan, tolong hentikan niatmu, kamu sudah gila ya!" Teriak sahabatku bernama Ayla yang tiba-tiba datang dari pintu depan.
Ayla langsung menarik dan merangkulku dari atas kursi sebelum tali tambang biru itu masuk kedalam kepalaku.
"Mengakhiri hidup bukan cara terbaik untuk lari dari rasa sakit, kamu pasti bisa melewati ini" ucap Ayla dengan tegas dan penuh rasa khawatir.
Aku menangis sejadi-jadinya, semua beban hidup dan rasa sesal tiba-tiba menjadi satu, benar-benar rasa yang tidak ingin ku ulangi lagi.
hati ini tiba-tiba sedikit merasakan damai ketika sahabatku berusaha mati-matian menenangkanku.
Ah.. pelukan sahabatku benar-benar menenangkan, pelukan ibuku dulu seperti kurasakan lagi sekarang.Setelah aku terlihat lebih tenang, ayla mulai bertanya sembari memberikan segelas air putih untuk menenangkanku.
"Apa yang kamu lakukan tadi ris? Kenapa kamu segila ini sekarang?" Tanya Ayla dengan wajah sedikit serius."Aku rindu Ibu dan Adikku Ay" jawabku singkat.
"Tapi bukan dengan cara itu kamu menemui ibu dan adikmu, jika mereka tau apa yang kamu lakukan tadi pasti mereka akan menangis di surga sana, apakah kamu ingin melihat airmata mereka jatuh hanya gara-gara hal bodoh yang kamu lakukan tadi!" Jawab Ayla dengan lantang.
Aku hanya bisa terdiam setelah mendengar perkataan itu. Aku kembali menangis sembari merangkul tubuh sahabatku lagi.
Ah.. aku benar-benar bingung saat itu, semua kenangan tentang ibu serasa terpaku di kepala.Ibu telah mengajarkan segalanya, tapi ibu lupa cara mengajarkanku bagaimana aku bisa hidup tanpanya sekarang!
Tapi apakah ini balasanku? Kenapa aku bisa melakukan hal sebodoh ini?
Apa gunanya semua tetesan keringat yang telah ibu keluarkan hanya untuk biaya sekolah dan biaya hidupku.apakah hanya ini hasil yang bisa kuberikan kepada ibuku setelah semua hal yang ibu punya rela ia jual demi biaya sekolahku..
Ah.. aku memang bodoh.
Maafkan aku bu..Aku gagal, aku gagal menjadi putrimu sekarang!
.....
Sekarang aku tahu mengapa Ibu selalu memintaku untuk kuat,
Karena ibu tahu aku akan membutuhkan ribuan, jutaan, milyaran bahkan trilliunan kekuatan hanya untuk menanggung kepergianmu.
Terima kasih atas semuanya
Aku merindukanmu Ibu.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat yang menyembunyikan sayapnya
Teen FictionSetiap hati akan berubah seiring waktu, Kecuali hati Ibu. Ia adalah surga selamanya