01. He Left Me

18 2 0
                                    

"Akhir-akhir ini, kok lo jadi berubah?" tanya Calista yang merupakan sahabat Shabira.

"Iya, sekarang jadi suka tidur terus waktu pelajaran. Mana Shabira yang dulu selalu marahin kita saat tidur di kelas?" sahut satunya lagi dengan wajah sedih memandang Shabira.

"Emangnya nggak bosen apa tidur mulu?" belum sempat Shabira menjawab pertanyaan tadi, Calista mengajukan pertanyaan kembali yang membuat Shabira memutar bola mata jengah.

"Lo ga tau ya, gue kalau tidur mimpi apa?" tanya gadis inisial S itu dengan alis naik turun menggoda agar kedua sahabatnya penasaran.

Calista dan Aurora kompak menggeleng. Membuat Shabira tertawa, lalu berdiri dari duduknya untuk pergi ke kantin.

"Gue mimpi laki-laki. Ganteng, tinggi, baik, perhatian. Ahkkk, intinya the best deh," gadis itu memekik senang kala bayangan wajah seseorang yang ia bicarakan terlintas di benak nya.

Shabira tersenyum kecil kala merasakan sensasi kupu-kupu yang terbang banyak dan menggelitik perutnya. Euforia nya telah memuncak seakan meledak dari tempat asalnya. Berdoa agar malam nanti terasa panjang.

~~~~

"Udah lucid dream? Kok cepet, ya?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri.

"Halo, sekolahnya gimana?" sapa laki-laki dengan paras rupawan yang berada di jarak 5 meter dari Shabira.

"Haii, seru sekolahnya. Tapi kalau ada kamu pasti jadi lebih seru," ujar Shabira dengan sendu di akhir kalimatnya.

Laki-laki tadi mendekat kala melihat perubahan ekspresi wajah Shabira. Lalu tangannya naik untuk membenarkan helai rambut gadis itu. Jarak mereka sangat dekat hingga napas sang laki-laki menerpa wajah Shabira.

"El, Bagaimana ini?"

Laki-laki yang dipanggil 'El' itu mengerutkan alis tanda tak paham. Sedangkan yang memanggil menghela napas panjang.

"Aku suka sama kamu, suka banget."

Elvano kelabakan, bingung harus berbuat apa kala air mata Shabira turun melewati pipi dan jatuh begitu saja. Tangannya bergerak untuk menghapus air mata itu, namun tak sanggup. Takut jika hal itu membuat rasa suka gadis itu kepadanya menjadi besar. Persetan dengan itu semua, laki-laki itu memutuskan untuk menghapus apa yang pantas untuk ia hapus.

"Shabiraa, coba lihat aku," tangannya bergerak kembali, medongakkan wajah gadis itu agar bisa melihatnya.

"Kamu boleh suka sama aku, boleh juga cinta sama aku. Tapi tetep inget ya, aku itu nggak nyata buat kamu," bukan membuat Shabira tersenyum, Elvano malah membuat tangis gadis itu semakin deras bagai hujan badai di tengah malam.

"Aku gamau ingat sama hal itu. Bagi aku, kamu itu nyata," Elvano semakin bingung dibuatnya. Ia sudah berulang kali menghapus air mata Shabira yang turun. Akhirnya dengan berat hati ia putuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka pada malam itu. Meninggalkan Shabira dengan mimpi buruknya.

"Hhah," gadis itu terbangun dengan peluh yang ada di dahinya. Menatap cermin yang memperlihatkan mata sembabnya. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar mandi.

~~~~

"Ihh, lo aneh banget sihh. Kemarin aja senyum-senyum, masa sekarang murung mulu," tanya Aurora tak habis pikir dengan gadis di depannya ini.

Shabira, gadis itu dari jam pertama hingga istirahat selalu menampakkan ekspresi murung dan menghela napas terus-terusan. Membuat kedua sahabatnya itu bingung.

"Pasti gara-gara cowok khayalan lo itu," tebak Calista tepat sasaran.

Shabira menatap nyalang ke arah Calista. Dengan ekspresi wajah yang tak bersahabat itu ia berkata, "Dia bukan khayalan gue! Dia nyata."

"Aelah, Ra. Bisa gila lo kalau kayak gini terus," ucap Calista.

"Kita tahu kalau lo punya imajinasi yang tinggi. Tapi imajinasi lo kali ini udah diluar nalar coy," sahut Aurora yang duduk di atas meja sekolah.

Kesal, Shabira memutuskan pergi dari sana. Mencoba mencari tempat yang enak untuk berkomunikasi dengan Elvano. Gadis itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan benar-benar ia dapatkan.

~~~~

"El? Kamu di mana? Biasanya kamu nungguin aku di sini."

Shabira tiba di alam mimpi dengan sangat cepat. Efek karena terlalu sering melakukan lucid dream membuatnya dengan mudah memasuki alam mimpi. Wajahnya terlihat panik kala tak menemukan sosok yang ia cari di sana.

"Nggak mungkin. Kamu nggak mungkin ninggalin aku," menggelengkan kepala dan mencoba berpikir positif adalah hal yang Shabira lakukan saat ini. Kakinya mendadak lemas kala tak menemukan Elvano.

Shabira memutuskan berkeliling ke ruang hampa tersebut. Lalu saat berhasil menemukan laki-laki bernama Elvano, gadis itu tiba-tiba keluar dari mimpi dan kembali ke dunia nyata.

"Gue kira pergi ke mana, eh malah tidur di sini."

Shabira menatap bingung Calista yang berhasil membangunkan dirinya dari mimpi indah. Calista yang ditatap begitu langsung membalas dengan bombastic side eyes.

"Apa?! Gue cantik? Iya, gue tau," final Calista tak ingin memperpanjang masalah kecil.

Perpustakaan itu langsung diisi oleh suara nyaring Calista. Membuat beberapa orang di sana mengisyaratkan gadis itu untuk diam. Lalu Calista menarik Shabira untuk diajak ke kelas karena sebentar lagi bel masuk sekolah berbunyi.

"Aurora mana?" tanya Shabira.

"Tidur di kelas. Katanya sih, biar jadi pinter kayak lo," jawab Calista seadanya.

Tidak ada yang lucu, namun mereka berdua kompak tertawa. Membuat suasana hati Shabira yang suram jadi sedikit berwarna. Setidaknya kehadiran dua sahabatnya itu mampu membuat Shabira sejenak melupakan Elvano yang kini entah di mana.

••••

Jangan lupa pencet bintang sama komen. Bye-byee..

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang