Chapter 7>Ika Kalyani|

37 11 6
                                    

"MAAA...!! A-ARSEN JANJI GABAKALAN N-NAKAL LAGI MAAA...!! ARSEN BAKALAN NURUT S-SAMA MAMAAA...!! MA--" Blubuk "PUAHHH..!!! HAHHH...HAHHH... UHUK UHUK UHUKK...UHUK!! M-MAA... ARSEN GABISA NAP--" Blubukblubuk "--Ughh--AKH!! MAAFIN ARSEN MAAA ARS--"

"HAHH!!" Arsen terbangun dari mimpinya dengan napas yang terengah-engah. Berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Ia beranjak dari tempat tidurnya menuju wastafel. Melihat pantulan dirinya sendiri dicermin. "...Rehan Arsenalio." ucapnya sambil tersenyum kecut melihat dirinya sendiri.

____________________________________________

"BU IDA!!! YANG KEK BIASA YA!" Seluruh pelanggan di warung Bu Ida terkejut mendengar teriakan Radit.

"Lo malu-maluin anjirr!" Ucap Niel sambil memukul pelan perut Radit. Radit hanya tertawa.

Aksa melirik ke arah Arsen yang sedaritadi hanya diam. Aksa sengaja menyenggol kaki Arsen, Arsen berbalik memasang ekspresi yang seolah berkata 'Ada apa?' Aksa diam sejenak, menaikkan alisnya 'Lo kenapa?' Arsen hanya menggeleng.

"Oke~ ini nasgor dan es teh manis punya den Niel, bakso dan teh matcha punya den Arsen, bakso dan es teh tawar punya den Radit, nasgor dan air putih punya den Aksa...."

Mereka segera menyantap makanan yang baru saja disajikan.

"Hmm... emang ya masakkan Bu Ida yang terbaik~" Ucap Radit menikmati makanannya.

"Gimana kabar isha?" Tanya Radit.

"Baik kok. Habis dari taman bermain kemaren dia langsung minta dibeliin cemilan." Jawab Niel sambil sedikit tertawa.

"Haha, Isha banget ya...."

Selang beberapa menit, keempatnya hanya menyisakan piring kosong di atas meja.

"Ke rumah tua?" Ajak Radit yang diangguki oleh Aksa dan Niel. Sementara Arsen diam sejenak, mengambil kunci motor yang ia letakan diatas meja, lalu segera berdiri.

"Gue...gak ikut." Ucap Arsen yang dibalas dengan tatapan heran teman-temannya.

"Why?" Tanya Niel sambil menopang dagunya.

"Duluan ya." Balas Arsen, lalu meletakkan uang berwarna biru di atas meja dan segera melangkah keluar dari warung Bu Ida.

"...." Niel, Aksa, serta Radit hanya bisa terdiam sambil melihat Arsen yang semakin menjauh.

*

*

*

Sialnya, hujan turun ditengah perjalanan. Arsen memutuskan untuk menerobos hujan yang semakin deras.

Sesampainya di tempat tujuan, Arsen melepaskan helmetnya dan segera turun dari motor.

Makam. Tempat Arsen berada sekarang.
Ia berhenti didepan sebuah makam yang bertuliskan nama Ika Kalyani.

"Sorry kal, gue dah lama nggak ngunjungin lo...." Mata Arsen berkaca-kaca, napasnya terasa berat. Ia menutup matanya sebentar, menghembuskan napas sedikit kasar. Terlintas beberapa kenangan dikepalanya. Ika kecil yang tersenyum ceria sambil memanggil namanya, Niel kecil yang terlihat marah sambil mengejar mereka berdua. Ia merindukan suasana itu, cuaca di hari itu, serta kebersamaan mereka.

Arsen kembali membuka matanya, mulai menceritakan banyak hal kepada Ika.

Ingin rasanya memutar waktu kembali, memperbaiki rasa sesalnya, tapi ia sadar, itu hal yang tidak mungkin.

Waktu terus berjalan, tidak peduli dirinya sedang berada disituasi dan keadaan yang seperti apa.

Segala kenangan indah yang pernah ia lalui, kini terasa seperti sebuah mimpi.

Tidak terasa hari semakin gelap. Arsen mulai melangkah pergi, segera menaiki motornya, menuju tempat yang dapat mengubah suasanya hatinya menjadi lebih baik.

Disisi lain....

"Dari awal gue emang udah ngerasa sikap Arsen agak aneh," Ucap radit.

"Dia ada masalah lagi? apa gimana?" Lanjutnya.

"Gatau juga, dia gada cerita akhir-akhir ini. Pesan gue juga belum dibales" Jawab Niel.

"Pantai...." Gumam Aksa

"OHH!! IY--" drttt drrtt... Ponsel Niel berdering, menampilkan nama Aneisha di layar ponselnya.

"Ah, Isha nelpon. Maaf gue balik dulu ya? Sa, tolong datengin tempat itu, cek Arsen ada di sana atau nggak."

"Teruss gue???" Radit memasang ekpresi bingung.

"Belajar sono, bentar lagi ujian"

Aksa mengambil jaketnya, lalu segera berjalan keluar bersamaan dengan Niel.

Diperjalanan, Niel menelpon Arsen berkali-kali, berharap agar Arsen menjawabnya. banyak pertanyaan mulai bermunculan dikepala Niel.

Aksa dan Niel berpisah di persimpangan jalan.

Kembali ke sisi Arsen....

Terlihat Arsen yang sedang duduk di atas motornya sambil memandang ke arah pantai. Rambutnya tertiup angin sepoi-sepoi. Ia menghirup udara yang terasa dingin namun nyaman.

Arsen mulai menutup matanya perlahan, perasaannya campur aduk, antara sedih, sakit, marah, dan lelah.

Sejenak, ia tenggelam didalam ketenangan itu.

Pada saat Arsen kembali membuka mata--"ALLAHU AKBAR!!!" Arsen terkejut melihat seseorang yang berdiri tepat didepannya.

"Hah...astaga....," Arsen memegangi dadanya yang terasa akan copot.

"Aksa! Lo napa muncul tiba-tiba sih??!"

"Maaf...." Aksa memasang ekspresi yang sama terkejutnya karena mendengar teriakan Arsen yang tiba-tiba.

Kenapa Aksa bisa berada disini? sejak kapan? Arsen merasa bingung, Ia bahkan tidak menyadari suara motor Aksa.

Arsen mulai berjalan ke pesisir pantai, merasakan air dingin yang menyentuh kakinya.

Aksa melihat punggung Arsen dari kejauhan. Dan dengan perlahan mulai menghampiri Arsen.

"Ternyata, suasana tenang kek gini ada juga ya, Sa?"

Aksa diam sejenak mendengar perkataan itu.
"...Sen, lo lagi ada masalah apa? butuh tempat cerita?, gue dan yang lain siap dengerin cerita lo."

Arsen berpikir sejenak, membuat Aksa merasa bingung akan hal itu.

"Gapapa."

Aksa kesal mendengar jawaban singkat itu. Ia mendengkus kesal sambil mengacak-acak rambutnya.

"Hah... Lo apaan si?? lo sendiri yang nyuruh gue dan yang lain buat cerita kalau ada apa-apa, tapi malah lo yang selalu bohong soal keadaan lo sendiri. Sen, kalo lo kayak gini mulu gimana mau sembuh dari segala keadaan yang ada? lo sendiri yang bilang kalau mendam sendirian itu gabaik. Lo yang bilang ke kita kalo kita harus saling ngedukung dan ceritain apapun biar saling ngerti keadaan. Terus? yang lo lakuin sekarang ini apaan??? Yang ada lo malah nyiksa diri lo dengan cara sakit sendirian!" Aksa berbicara panjang lebar.

Memasang ekspresi terkejut, Arsen lalu tertawa kecil, "Haha.., lo jadi banyak omong ya," Ucapnya, lalu perlahan berbalik melangkah menuju motornya.

"Sisi cowok dingin lo jadi ilang tuh... Dah gelap, ayo pulang. Kan ngeri kalo tiba-tiba diseret ombak." Lanjutnya.

"Sen... Ika bakal sedih ngeliat lo yang berantakan kayak gini." Langkah Arsen terhenti. Sejenak, ia berbalik menatap Aksa, lalu tersenyum kecut.

Bersambung....

Hai semuanya-!
Sebelumnya, Terima kasih banyak buat kalian yang udah ngevote dan ngikutin cerita ini.
Chapter kali ini memang lebih pendek daripada yang sebelum-sebelumnya.
Dan pada chapter selanjutnya berisi Back Story Rehan Arsenalio.

Terima kasih! Mohon dukungannya....

This Life Just A StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang