Dinding biru langit cerah ditambah beberapa pajangan berupa poster, photo-photo diri. Jendela besar berbahan kaca terbuka setengahnya, hingga angin senja yang berhembus pelan masuk membelai tubuh dan rambut Edward yang dibiarkan sedikit terlihat gondrong yang terlihat asik dengan dawainya yang diletakkan di atas meja kerjanya. Sesekali terlihat Edward mengalihkan perhatiannya ke handphone, lalu kembali ke laptopnya.
Kamar Edward tidak bisa dibilang kelewat mewah, tapi tidak sederhana juga. Cukup lengkap dan nyaman buat Edward berkutat seharian tanpa sadar kapan matahari terbit dan tenggelam, seandainya tidak ada jendela kaca besar yang mempertontonkan kondisi sekitar rumah.
Banyak sekali yang bisa Edward lakukan didalam kamarnya. Dari menulis, edit photo atau video, membaca, nonton film kesayangan bahkan berinteraksi online dengan teman-temannya. Selalu ada moment dimana Edward hanya ingin sendirian. Cukuplah ditemanin laptop dan handphone yang terhubung dengan internet provider dari Telkom Indonesia, IndiHome yang membuat Edward bisa mengakses dan berinteraksi sama siapa pun dari dalam kamarnya.
Suara denting dari handphone yang disusul dari laptop, menandakan sebuah pesan masuk dari aplikasi WhatsApp:
"Meeting besok siang, after lunch ya," pesan dari Indah, teman kantor Edward.
"Jam?" balas Edward.
"Jam dua-an lah."
"Di kantor?"
"Iya."
"Ok. See you."
"Sip," tutup Indah.
Edward meneruskan pekerjaan dengan laptopnya, ada 10 photo lagi yang harus dia edit sebelum dia kirim ke kantor. Dan 5 photo buat dia pajang di aplikasi jual beli photo.
Matahari belum benar-benar tenggelam. Semburat jingga menghiasi langit di balik jendela kamar Edward. Si empunya kamar memutuskan untuk rehat sejenak setelah menyelesaikan editing 5 buah photo. Sambil menatap langit sore, Edward berdiri menatap langit dengan secangkir capucinno hangat ditangannya. Sementara pikirannya mereka-reka, photo berikutnya akan diedit seperti apa, dan tulisan berikutnya akan dibuat bergenre apa. Alunan musik jazz ringan mengisi ruang dengar.
Menyesap dalam isi cangkir dengan berlahan. Edward menikmati capucinno bikinan adiknya, Kiya, yang memang paling jago meracik kopi. Ga ada yang missed racikan kopi yang dibuat Kiya. Termasuk isi cangkir Edward sore ini.
Sebuah notification dari salah satu media sosial milik Edward menandakan ada pesan yang masuk. Tanpa melepaskan cangkir kopinya Edward memilih membuka aplikasi media sosialnya di laptop.
Pesan dari Anya, seorang gadis yang dua bulan belakangan ini menjadi teman virtualnya. Tiada hari tanpa chating dengan Anya yang, kalau diliat dari data di profilenya, berusia 22 tahun. Beda 3 tahun lah sama Edward.
"Hai, Edward," sapa Anya di kolom chat.
"Hei...." Jawab Edward.
"Masih banyak photo yang lagi di edit?" Tanya Anya.
"Yang buat kantor masih 5, yang buat pribadi ada 5. Terus... ini Aku lagi edit photo buat di cerita baruku"
"Yang buat pribadi?"
"Iya. Mau aku jual di aplikasi jual beli photo." Jawab Edward. "Kamu lagi apa?"
"Seperti biasa, chat kamu nih." Jawab Anya yang disertai emoticon senyum.
"Eh eh. Maksud aku disambi ngapain? Atau sebelum chat ini, kamu ngapain?"
"Rutinitas aja. Ga ada yang special."
"Nya, kalo ga salah kita satu almamater kan ya?" Kali ini Edward yang bertanya.
"Iya, kamu kan senior aku, dan beda fakultas. Aku belom tau nih kapan bisa lulus," Edward merasa ada nada manja di kalimat Anya terakhir, dan itu membuatnya tersenyum kecil. Selalu menyenangkan setiap chat dengan gadis yang sama sekali belum pernah dia temui secara fisik ini.
YOU ARE READING
KISAH ROMANTIS
Short StoryTidak ada perjanjian dengan masa depan. apa pun itu adalah kejutan tak terduga. merangkai asa dan mimpi, selebihnya Sang Penentu yang menentukan kau dengan ku atau aku dengan kau di Kisah Romatis ini akan ada beberapa cerita pendek yang, romantis ta...