Berbeda dari Novel

5.9K 387 27
                                    

Akhirnya aku bisa membuka mata dan menggerakkan tubuhku setelah beberapa jam percobaan. Selama itu tidak ada yang keluar masuk ke sini. Hanya sesekali terdengar langkah orang lalu-lalang di depan kamar.

Aku yakin benar saat ini aku tidak berada di Jepang maupun daratan manapun di dunia. Kecurigaanku yang pertama adalah aku berada di dalam novel yang kubaca. Bagaimana caranya aku bisa berada di sini adalah hal yang harus aku ketahui nanti.

Kecurigaanku yang kedua adalah aku diculik, dan terlibat dalam perdagangan manusia. Tapi sejak aku mengetahui nama orang-orang yang bertengkar tadi, nampaknya kecurigaanku yang kedua ini salah.

Ku pandangi seisi ruang yang lebih luas dari rumahku di Okinawa. Perabotan klasik berlapis emas terbuat dari bahan terbaik yang pernah kulihat. Lantai marmer yang mengkilap. Tiang-tiang penopang yang sangat besar dan kokoh.
Jendela yang menghadap ke taman dan tercium aroma bunga mawar setiap kali angin berembus. Matahari masih bersinar, keributan tadi mungkin terjadi saat dini hari.

Aku mencoba menggerakkan kakiku.
Ya. Bisa.

Baiklah, lalu mari mencoba untuk berdiri. Meskipun masih terasa pusing tapi aku rasa aku bisa mencapai cermin besar yang berada di sudut ruangan.

Dengan tertatih aku melangkah. Anehnya, tubuhku seakan lebih ringan. Setiap aku bergerak, rambut putih silver yang lembut ini menyentuh pipiku. Apakah aku benar menjadi Silencia Amarilys?

Seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat, sosok di depan kaca ini benar seperti apa yang novel deskripsikan sebagai Silencia Amarilys.

Mata biru terang yang seakan mampu menyihir orang yang memandang, rambut panjang sepinggang berwarna putih silver. Rambut ini diyakini hanya keturunan Amarilys lah yang memilikinya. Bibir tipis yang pucat dan kulit yang putih.

Pada awalnya rambut Silencia tidaklah putih-silver seperti ini karena ia merupakan anak yang diadopsi oleh duke sejak masih bayi. Rambut coklat milik Silencia disihir menjadi berwarna putih-silver oleh Duke Amarilys agar lebih mirip dengan keturunan beliau sendiri. Tidak ada seorang pun tahu bahwa Silencia adalah anak angkat. Kecuali ayah James, kepala prajurit Duke yang membantu mengadopsi gadis malang ini.

Dengan dalih bahwa Silencia adalah anak haram duke dan seorang wanita bangsawan yang tidak diketahui publik namanya, Duke Amarilys berhasil membawa Silencia ke wilayah duchy*.
Yah, setidaknya itu yang aku ketahui.

Jari tanganku menyentuh wajah yang masih asing ku kenali.
Oh, kulit wajah ini begitu lembut. Tidak salah kalau Silencia disebut sebagai bunga Kerajaan Hilden. Wajah ini yang memikat putra mahkota. Namun dengan sangat mudah pula, putra mahkota membuang Silencia ketika ia menemukan wanita lain.

Aku kembali teringat pada kata-kata yang kudengar sesaat sebelum aku mati saat itu.

"Bagaimana kalau kau coba sendiri untuk mengubah nasibnya? "

Aku harus mencari tahu siapa itu dan bagaimana bisa aku masuk ke dalam dunia ini. Karena aku masih ingat seluruh isi novel dan jalan ceritanya. Pertama-tama, aku harus mengetahui tanggal hari ini.

Aku tidak bisa membiarkan akhir cerita yang tragis untukku sendiri saat ini.

"SILENCIA!"

Pintu kamar dibuka seakan ditendang dari luar dan itu mengejutkanku.

Laki-laki paruh baya dengan rambut silver yang terikat berlari menuju ke arahku dengan terburu-buru. Melihat matanya yang berkaca-kaca, sangat jelas kalau dia khawatir terhadap Silencia.

Tidak salah lagi, ini adalah Duke Johan Amarilys. Kepala keluarga Amarylis sskaligus ayah angkat Silencia.

Ia memelukku erat hingga tubuhku hampir limbung. Menyadari itu, ia membantu ku duduk kembali ke ranjang dengan perlahan.

"Ah, maafkan aku, Silencia. Apa terasa sakit? Aku lekas kemari karena sangat cemas karena kau pingsan di taman mawar."

Aku masih tidak tahu situasi macam apa yang membuat Silencia pingsan di taman. Karena di novel tidak ada adegan semacam ini. Apakah karena awal ceritanya belum dimulai?

"Jangan khawatir, ayah."

Ya lebih baik aku sebisa mungkin bersikap seperti Silencia sampai aku bisa menentukan apa yang harus ku lakukan berikutnya.

"Ayah?" Johan menatapku tajam.

Sial. Johan tampak bingung ketika kupanggil ayah. Apakah Silencia memanggilnya dengan sebutan lain? Sial sial sial!
Apa aku akan ketahuan kalau aku bukanlah Silencia yang asli?

"Silencia, apakah kepalamu terbentur terlalu keras? Kenapa kau jadi lebih pendiam?" Air mata kini tergenang di matanya.

Heh? Membingungkan sekali. Mau seberapa jauh pun aku mengingat, Silencia selalu memanggil Duke Johan Amarilys dengan sebutan ayah.

Dari pada itu, kenapa Johan menangis seperti anak kecil begini? Kemana martabatnya sebagai 'Iblis dari Amarilys'?

"Papaaa. Kau selalu memanggilku papaaa." Johan memelukku dengan sangat erat sambil histeris.

Tidak mungkin Silencia memanggilnya papa. Karena tidak ada satupun kata 'Papa' di novel! Daripada itu, bukankah di novel dijelaskan kalau Johan Amarilys adalah seorang yang berkepribadian dingin dan menakutkan? Lalu, apa-apaan sikapnya ini?

Aku hanya bisa terdiam. Keringat dingin membanjiri tubuhku. Bukan karena sakit, tapi karena aku merasa gugup dan takut.

"O..oh.. I..iya.. Pa..papa." Kata-kata asing bagiku. Tidak nyaman diucapkan dan terasa aneh.

Mata Johan nampak berbinar mendengarnya. Ia nampak bersemangat kembali. Syukurlah ini menghentikan tangisnya untuk sementara.

"Tapi aku ingin memanggil dengan sebutan Ayah," ujarku sambil mencoba menghindari kata-kata yang membuat ku bergidik seperti 'Papa'.

Tentu saja, Johan tidak bisa menolak permintaanku saat aku melontarkan serangan maut wajah imut menggunakan paras Silencia yang selalu merona.

"Astaga putriku, sudah berapa usiamu? kau selalu ingin memanggilku papa, tapi mengapa sekarang ingin mengubah panggilanmu? Mengapa tiba-tiba?" Ia tidak menolak, namun mencoba untuk memberikan pertanyaan. Apakah ia curiga? Apa yang harus aku lakukan?

Mengapa di kepalaku tidak ada alasan lain? Ah. Benar.

"Mungkin saja aku sudah menjadi dewasa, selama ini juga aku banyak menyusahkan ayah."

Apakah itu terdengar bagus? Aku mendelik untuk melihat reaksi Johan ketika kupanggil 'ayah'.

"Ah baiklah jika itu yang putriku inginkan. Setelah didengar, panggilan 'ayah' ternyata tidak buruk. Putriku sudah dewasa ternyata." Johan menutup mata dengan tangannya. Lalu mengelus kepalaku dengan telapak tangannya yang besar. Mengingatkanku pada sosok ayahku di Jepang.

Apakah aku tidak akan bisa kembali ke tempat aku berasal?

Apakah aku akan selamanya berada di sini? Bagaimana reaksi keluargaku saat melihat tubuhku yang tidak bernyawa?

Aku yakin hidup di tempat ini tidak akan mudah bagiku. Mungkin dengan berbekal apa yang aku baca dari novel, aku bisa bertahan dengan baik. Aku akan menghindari plot aslinya sebisa mungkin.

Aku ingin hidup.
Jadi aku akan mencoba menghindari Pangeran Mahkota lebih dulu

*Duchy : tanah wilayah yang dimiliki oleh seorang Duke*

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang