Remorse - 1

4.1K 321 81
                                    

.


.


.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


****


Terakhir kali Hinata melihat pria itu adalah pada saat dia memutuskan hubungan mereka, yakni lima tahun silam. Saat di mana Hinata menghancurkan segalanya yang terjalin di antara mereka, termasuk hati pria itu, hingga menyisakan keping-keping yang takkan pernah utuh lagi untuknya.

Hanya Tuhan dan Hinata yang tahu, betapa dalamnya penyesalan yang menghantui Hinata selama beberapa tahun belakangan. Betapa inginnya Hinata memutar waktu untuk bisa kembali dan memperbaiki semuanya.

Akan tetapi, semua itu percuma saja. Apa yang telah hancur, takkan pernah bisa kembali. Hinata telah terlanjur melepaskan Uzumaki Naruto, sosok pria yang pernah mencintainya dengan begitu dalam, dan yang pernah memperlakukannya bak seorang ratu.

Kini semua sudah terlambat.

Iya, sudah amat terlambat.

Hati Hinata seakan diiris sembilu ketika melihat Naruto melangkah masuk ke dalam ballroom Hotel Nara—tempat ulang tahun Shikadai diadakan—dengan menggandeng sesosok anak kecil lucu yang menggemaskan.

Setelah lima tahun berlalu, tanpa Hinata berusaha mencari tahu apa pun mengenai Naruto demi mengurangi penyesalannya, kini ia kembali berjumpa dengan pria itu di pesta ulang tahun anak dari Temari, teman semasa sekolah menengah atasnya yang menikah dengan Shikamaru, sahabat Naruto.

Mantan kekasihnya yang pirang nan tampan bertubuh tinggi tegap itu datang dengan membawa seorang anak kecil. Anak yang ditebak Hinata sebagai anak pria itu, karena ia tahu bahwa Naruto tidak memiliki saudara sehingga kemungkinan bahwa bocah laki-laki itu adalah keponakannya sangatlah mustahil.

Atau mungkin anak temannya? Hinata bergumam kecil dalam hati.

Sedetik kemudian, Hinata tertawa pahit. Ah, sampai saat ini pun, dia masih begitu mengharapkan pria itu. Berharap bahwa pria itu masih sendiri, belum bersama siapa pun apalagi memiliki anak dari wanita lain.

Namun, pada akhirnya apa yang bisa Hinata lakukan jikalau memang Naruto telah menemukan pengganti dirinya? Jikalau memang Naruto telah menikah dan memiliki anak bersama wanita yang dicintainya kini?

Bukankah dirinya sendiri yang dulu menolak untuk menikah dengan Naruto ketika Ia mengandung darah daging pria itu? Lalu membiarkan dirinya tenggelam di dalam stres berlebih karena hamil di saat masih berstatuskan seorang mahasiswa, dan berakhir keguguran?

Tidak hanya sampai di situ. Seolah belum cukup menyakiti Naruto dengan kegugurannya, dia juga memilih untuk mengakhiri hubungan mereka dengan alasan klise; ingin lebih berfokus pada tahun-tahun akhir perkuliahannya, juga karena merasa bersalah karena tak mampu menjaga buah cinta mereka.

Hinata menghela napasnya berat, berusaha mengusir sesak yang merambati dadanya ketika mengingat kembali keputusan yang diambilnya tanpa pikir panjang.

Dan sekarang, ia harus menuai akibatnya.

Matanya yang sempat termenung lalu berkedip kaget berulangkali ketika Naruto menoleh ke arahnya tanpa sengaja, membuat pandangan mereka beradu. Jantungnya pun ikut memompa dengan cepat ketika mendapati tatapan mata biru yang indah itu kembali diarahkan padanya, setelah sekian lama.

Untuk beberapa detik, Hinata seakan lupa untuk bereaksi. Ia baru mengulas senyuman tipisnya kala melihat pria itu melakukan hal yang sama terlebih dahulu.

Hinata tersenyum, bahkan nyaris ingin menangis menyadari betapa rindunya pada pria itu. Tangannya tanpa sadar menggenggam gelas soda yang dipegangnya sedari tadi dengan lebih erat ketika Naruto terlihat berbicara sebentar dengan Shikamaru dan Temari sebelum akhirnya melangkah ke arahnya.

"Hai."

Satu kata singkat itu cukup untuk membuat Hinata gugup setengah mati, terlebih diucapkan oleh sebuah suara bariton khas yang begitu ia rindukan. Hinata hanya bisa berharap bibirnya tidak terlihat gemetar ketika membalas sapaan tersebut.

"Hai, Naruto," ucap Hinata kemudian. Lalu dia beralih dengan cepat kepada sosok bocah yang senantiasa berdiri di samping Naruto sembari menggenggam tangan pria itu. "Halo, namamu siapa? Aku Hinata."

Bocah laki-laki itu tersenyum ramah padanya, lalu mendongak untuk melirik Naruto sejenak.

"Ayo, beritahu namamu," kata Naruto mengerti arti dari tatapan bocah cilik itu.

"Aku Kawaki, Bibi."

"Kawaki, ya? Nama yang bagus," Hinata menyahut dengan nada suara yang dibuat seceria mungkin guna menutupi kegugupannya. Sungguh, ia lebih baik berinteraksi dengan anak kecil berambut hitam legam yang lucu itu daripada dengan sang mantan kekasih.

"Terima kasih, Bibi."

Hinata baru akan berkata lagi, tetapi Kawaki terlebih dahulu melakukannya. Berkata pada Naruto, dan tanpa sadar menjatuhkan 'bom' yang membuat jantung Hinata seakan berhenti berdetak pada saat itu juga.

"Apa aku boleh bermain dengan anak-anak yang ada di sana, Ayah?"

.

.

.

.

Commission story written by joellarms

Tbc

Remorse ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang