Remorse - 12

1.8K 277 66
                                    

.


.


.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



****






Naruto memilih untuk memejamkan kedua matanya dan membiarkan Hana mengemudi dalam diam. Jika biasanya ia akan menolak tawaran wanita itu, maka malam ini, Naruto tidak melakukannya. Kepalanya terlalu pusing untuk membantah. Tubuhnya pun semakin terasa lemas.

"Tunggu sebentar ya, Pak," ucap Hana ketika Naruto merasakan mobil yang mereka tumpangi telah berhenti sempurna tanpa mesin yang dimatikan.

Naruto sendiri hanya bergumam malas dan tidak repot-repot untuk menoleh, sehingga Hana melenggang keluar begitu saja.

Wanita dengan rambut hitam panjang yang tergerai itu melangkah masuk ke sebuah apotek, membeli beberapa macam obat-obatan yang sekiranya dibutuhkan di rumah sang majikan.

Selagi menunggu obatnya disiapkan, Hana sempat mengamati seisi apotek yang hanya berisi dirinya beserta dua orang pembeli lainnya. Satu orang pria, dan satu orang wanita.

Di saat yang bersamaan, sosok wanita yang mengenakan hoodie kebesaran itu menoleh kepadanya, membuat tatapan mereka bertemu dan Hana bisa melihat binar terkejut di sana.

Ingatan Hana masih bisa bekerja dengan sangat baik untuk mengenali sosok itu, karena bagaimanapun juga, alasan mengapa pujaan hatinya tak kunjung berpaling padanya tidak lain dan tidak bukan adalah karena wanita yang fotonya masih saja tersampir di dompet milik Naruto itu. Semuanya ... karena wanita yang kini cepat-cepat mengambil sebuah bungkusan dari atas etalase kaca apotek dan memasukkannya ke dalam kantong hoodie sembari mengambil langkah pergi.

Hana bergerak lebih cepat, mencegat wanita itu dengan cara menghalangi langkahnya. "Hinata, benar 'kan?" tanyanya yakin.

Wanita berambut ungu kegelapan dengan wajah pucatnya itu mengulum bibir gelisah, lalu mengangguk. "Iya. Apa Anda ... mengenal saya?" tanya Hinata ragu.

"Anda ini teman Naruto, 'kan?" ucap Hana berbasa-basi.

Hinata berdeham, gelisah minta ampun. "Hanya teman lama," katanya cepat.

"Apakah kalian ... masih sering bertemu?" Hana bertanya penasaran untuk sekadar memastikan, karena jika hal itu terjadi, maka peluangnya benar-benar nyaris lenyap.

Sementara Hinata yang mengartikan lain maksud pertanyaan Hana semakin dilanda kegugupan berlebih. Wanita itu cemas luar biasa, sehingga ia dengan segera menggeleng. "Tidak, saya tidak pernah lagi bertemu dengan Naruto," jawabnya berbohong, dan ketika melihat senyuman yang terukir perlahan di bibir Hana, Hinata seakan ditampar keras oleh rasa bersalah.

Hana mengangguk paham, tak kuasa menyembunyikan kelegaannya. "Baguslah," gumam wanita itu berbisik, tetapi masih mampu didengar oleh Hinata.

Setelahnya, Hana pamit untuk kembali menunggu obatnya selesai disiapkan dan meninggalkan Hinata yang bergeming di tempat dengan jantung memompa cepat dan keringat dingin yang menjalar.

Kepanikan itu menyerang Hinata habis-habisan. Tidak pernah sekali pun ia menyangka bahwa di saat dia sudah berhasil menghindari Naruto selama hampir sebulan belakangan, dirinya malah tanpa sengaja berpapasan dengan Hana.

Pertemuan tak terduga itu membuat otaknya mulai membayangkan skenario terburuk, yakni Hana yang akan melabraknya sesadis mungkin dan mempermalukannya di hadapan orang lain.

Dan bayangan tersebut berhasil membuat Hinata bergidik ngeri. Kedua tangannya yang berada di dalam kantong hoodie pun kontan terkepal dan menyadarkannya akan benda yang menjadi tujuan awal ia mendatangi apotek tersebut malam ini.

Melirik ke belakang di mana Hana ternyata masih memandanginya dengan saksama, Hinata kemudian menyunggingkan senyuman kaku dan mengangguk singkat, yang dibalas serupa oleh wanita itu. Kakinya mulai melangkah tergesa, berjalan menuju pintu untuk segera enyah dari sana.

Akan tetapi, malam ini keberuntungan lagi-lagi tidak mengambil tempat di sisinya.

Pintu apotek itu tiba-tiba terbuka oleh seseorang. Dan sebenarnya, jika orang tersebut merupakan orang asing yang juga sedang memiliki keperluan di sana, Hinata tidak akan sekaget ini.

Sayangnya, seseorang itu merupakan sosok yang sedang dihindarinya mati-matian. Pria pirang itu ... adalah orang yang menjadi alasannya berpindah tempat tinggal untuk sementara. Dan pria pirang itu pula lah yang menjadi alasannya berada di apotek tersebut.

Hinata sempat bertanya-tanya di dalam hati mengapa Naruto harus berada di tempat yang sama dengannya di saat dia sudah bersusah payah melarikan dan menyembunyikan diri, tetapi mengingat wanita cantik berambut hitam legam yang masih menunggu di belakangnya, Hinata pun tak lagi merasa seheran sebelumnya.

Tentu saja, Naruto akan senantiasa menemani sang istri.

Dan sebelum semuanya terlambat, Hinata pun kembali berjalan, kali ini dengan langkah gemetar yang dipacu lebih cepat.

Hinata berharap bahwa Naruto tidak akan mengambil tindakan gila lainnya, mengingat Hana yang masih berada di sana. Hinata juga berharap pria itu akan mengerti, akan paham dan tidak melakukan sesuatu yang mungkin akan menghancurkan mereka bertiga.

Sialnya, Naruto—mantan kekasih yang masih ia cintai itu—tampaknya telah kehilangan kewarasan ketika tanpa ragu merenggut lengan Hinata dan menahannya.

"Hinata," geram Naruto rendah nan serak, sedangkan tatapannya menghunus tajam ke depan.

"Tolong, lepaskan aku," ucap Hinata panik sembari menundukkan wajahnya yang sudah sepucat raga tak bernyawa. "Hana ada di sini. Aku mohon, pikirkan istri dan anakmu."

Alih-alih dilepaskan, Hinata malah merasakan pegangan tangan Naruto padanya malah semakin menguat tanpa celah sedikit pun. Bahkan di saat ia mulai memberontak pelan, pria itu tetap bersikeras menahan dan menyentak lengannya.

Sentakan itu cukup keras, hingga tangan Hinata tertarik keluar dari saku hoodie dan bungkusan yang digenggamnya sejak tadi ikut terlempar, jatuh ke lantai dengan isi yang berhamburan.

Kala pandangan matanya dan mata Naruto jatuh pada fokus yang sama, Hinata tersadar, hidupnya mungkin telah ... selesai.

Terlebih ketika perlahan Hinata mendengar Naruto berujar tajam, "Jika apa yang kupikirkan saat ini benar adanya, Hinata, aku bersumpah ... aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi."


.



.



.


Tbc

Remorse ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang