6. Pindahan

3 0 0
                                    

Giana mengepalkan tangannya kuat sambil berusaha menjaga rautnya tetap datar. "Maafkan saya bila menurut Om saya tidak sopan. Tapi bisa dijelaskan di mana letak ketidaksopanan saya?" tanya Giana dengan nada dingin.

Biarlah kali ini ia dianggap tak sopan, pikirnya geram. Setidaknya ia harus meluruskan pemikiran orang tua licik ini agar harga diri ibunya tidak jatuh. Sepertinya orang tua licik ini perlu diberi pelajaran sesekali.

Ridwan menggeram marah. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Giana yang biasanya hanya diam saja malah membalas ucapannya dengan tenang. "Kamu!" hardiknya dengan suara keras.

Wajah bulat itu sudah berubah menjadi semerah tomat, tangannya yang gemuk terangkat tinggi—hendak melayangkan tamparan pada pipi mulus Giana. Walau begitu, gadis berusia 16 tahun itu tak terlihat gentar sama sekali.

"Hei, Pak! Apa yang hendak Anda lakukan pada gadis kecil ini?" Kening Giana berkerut bingung. Bukan hal seperti ini yang ia harapkan. Ia sengaja memancing Ridwan bukan untuk mendapatkan pertolongan dari pengguna jalan yang kebetulan lewat. Ia memancing Ridwan agar ia bisa memberikan pelajaran berharga pada pria sombong dan licik itu.

Giana mengawasi urat-urat yang menonjol di kening Ridwan berkedut cepat. "Sebaiknya Om Ridwan redakan amarah Om," ujarnya pelan. "Kita sedang diperhatikan banyak orang. Bila Om melayangkan pukulan pada saya, itu hanya akan membuat reputasi Om di sini semakin hancur. Selain dikenal licik, Om juga akan dikenal sebagai pria ringan tangan yang senang memukul anak kecil," lanjutnya lagi membuat wajah Ridwan semakin padam.

Sementara itu, pemuda yang sedang menahan layangan tangan Ridwan terbengong menatapnya. Bibirnya sedikit terbuka mendengar ucapan Giana yang terdengar begitu santai seolah-olah ia baru saja memberitahukan bahwa besok merupakan hari libur. Sudut bibir pemuda itu berkedut kecil. Ia telah salah sangka, gadis kecil ini tak membutuhkan pertolongannya sama sekali.

Ridwan menggeram marah. "Cepat bereskan semua barang-barang kalian dan angkat kaki dari sini sebelum malam," bentaknya kasar.

Giana mengangguk sopan. "Sebelum Om datang ke sini saya dalam persiapan untuk angkat kaki dari rumah yang tengah menjadi sengketa keluarga ini," jelas Giana lagi-lagi dengan acuh tak acuh.

Tak ingin dipermalukan lebih jauh lagi, Ridwan pun segera angkat kaki dari sana. Gadis berkulit kuning langsat itu bisa mendengar makian dari bibir tebal Ridwan yang semakin lama semakin menjauh. Dalam hati, ia mendesah lega. Beruntung, perkara ini tak harus membuatnya merasakan satu dua pukulan. Walaupun ia sudah siap menerima satu dua pukulan dari Ridwan agar bisa memberikan pukulan yang lebih telak pada pria itu. Namun, tetap saja ia merasa ngeri membayangkan ia dipukuli oleh tangan penuh lemak itu.

"Kamu ... gak papa?" Suara bariton yang sarat akan kekhawatiran itu menarik Giana kembali berpijak di Bumi.

Giana mengerjap beberapa kali. "Ya. Saya tidak apa-apa," jawabnya sembari meneliti pemuda itu dari atas hingga ke bawah. Matanya membelalak lebar saat menyadari siapa pemuda berhoodie hitam itu. "Aiptu Andre?!" teriaknya kaget sekaligus tak senang. Mau apa lagi pria ini mendatangi rumahnya?

"Papa sedang bekerja dan saya sudah memiliki janji," ujarnya tanpa ditanya. Ia tak ingin berurusan lebih dalam dengan polisi itu. Tak ada untung baginya bila berhubungan lebih jauh dengan sang polisi. Salah-salah, itu hanya akan menjadi kesialannya. "Saya permisi. Dan terima kasih sudah menolong walau saya tak membutuhkannya," pamitnya.

Menyadari bahwa ia sudah terlambat 5 menit dari janji temunya, Giana melangkahkan kakinya dengan terburu-buru. Giana memacu kaki kurusnya berpacu secepat mungkin agar tak terlalu terlambat hingga mencoreng kesan pertamanya. Begitu sampai di tempat janjian, ia bisa melihat seorang wanita paruh baya yang mengenakan celana kulot berwarna coklat serta baju satin berwarna coklat. Rambut wanita itu pendek sebahu. Ia terlihat menanti seseorang dengan gelisah, tentu saja yang dinanti oleh wanita itu adalah dirinya.

Who's the Killer [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang