Giana membuka pintu dengan terburu-buru dan hampir saja berteriak saat mendapat sesosok wanita duduk meringkuk dengan rambut tergerai. Beruntung ia bisa segera mengenali sosok tersebut sebagai sang kakak. Bila tidak, maka mereka akan menjadi pusat perhatian di tengah malam. Giana berlutut di depan Ariani yang sepertinya tengah tertidur setelah menunggunya cukup lama. Disenggolnya pelan lengan Ariani, "Kak? Bangun, Kak!"
Sebuah erangan pelan meluncur dari bibir tipis berwarna pink milik wanita berusia 22 tahun itu. Perlahan, kepalanya terangkat, matanya mengerjap—menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. "Eum ... kamu udah lama pulangnya?" racaunya dalam keadaan setengah sadar.
Giana menghela napas sembari menggeleng pelan. Kalimat tersebut seharusnya diucapkan olehnya, bukan Ariani. "Terbalik, Kak. Harusnya aku yang nanya. Kalau aku kan dari tadi udah di dalam rumah," ujar Giana memperingatkan.
Ariani menyengir lebar. "Salah, ya?" racaunya sembari mengucek matanya pelan. Nyawa yang tadi sempat berpencar pun sudah terkumpul sedikit demi sedikit.
"Iya, salah," balas Giana tegas. "Kakak udah lama pulangnya?" tanyanya pada sang kakak sembari memasang wajah bersalah. "Maaf, ya, Kak. Aku ketiduran tadi. Aku juga lupa ngasih tau kakak alamat rumah ini," ujarnya lagi penuh sesal.
Ariani menurunkan kakinya, lalu menegakkan badan. Direnggangkannya tubuhnya hingga terdengar suara tulang yang berderak dengan keras. "Ugh ...," lenguhnya lega. Ia menatap sang adik yang masih berjongkok sembari mendongak menatapnya. "Ayo, masuk!" ajaknya. Ia sudah lelah dan ingin merebahkan diri di atas kasur setelah membersihkan badannya.
"Sudah lama, Kak?" ulang Giana sembari mengekori.
Ariani menggeleng pelan. "Belum, Dek. Paling setengah jam," ujarnya setelah melirik jam dinding sekilas. Tiba-tiba, langkahnya terhenti sehingga Giana yang mengekor tepat di belakangnya menabrak dirinya. Hampir saja ia tersungkur, beruntung Giana menariknya.
"Kenapa gak panggil?" tanya Giana dengan nada mendesak.
Ariani mengangkat bahunya. "Kukira kamu gak ada. Tadi aku sempat cari di rumah Om Ridwan, tapi sudah kosong. Jadi, aku ke sini karena tahu kamu pasti pulang ke sini. Karna lampunya tidak dihidupkan, kupikir kamu lagi keluar mencari sesuatu. Makanya aku menunggumu di luar," jelasnya panjang lebar dan diakhiri dengan kuapan lebar.
Giana semakin merasa bersalah melihat kelelahan yang begitu terpancar di wajah Ariani. "Maaf," cicitnya pelan. "Kakak pasti capek, tapi aku malah ngebiarin kakak terkunci padahal aku enak-enakan tidur di dalam," lanjutnya lagi.
Ariani terkekeh pelan. "Enak-enakan tidur dari mana?" tanyanya pelan. Tanpa bertanya pun ia bisa tahu bahwa adiknya itu bukan sengaja tidur, melainkan ketiduran akibat kecapekan mengurus pindahan mereka. Alih-alih merasa kesal, justru ia merasa bersalah pada sang adik. Ia merasa ia masih tidak cukup pantas menjadi kakak yang baik.
Seolah tahu apa yang dipikirkan oleh Ariani, Giana tiba-tiba berucap. "Ngomong-ngomong, Kak. Apa kakak mencium aroma ikan asin sekarang?" Giana mengerutkan hidung sembari memasang tampang jijik.
"Heh! Adik kurang ajar! Maksudnya kamu ngatain aku bau gitu?" sungut Ariani dengan senyum merekah.
Giana menggeleng dengan tampang nakal. "Aku gak bilang apa-apa loh, Kak. Kakak yang ngaku sendiri," ujarnya sembari memeletkan lidahnya pada sang kakak. "Sepertinya aku harus masuk ke dalam kamar agar tidak terkontaminasi dengan aroma menyengat ini," ujarnya sembari membuka pintu coklat yang ada di sebelah kanan.
"Ini kamar kita. Kamar di sini hanya ada dua. Kamar sebelah punya papa. Semua barang-barang sudah aku susun," ujar Giana memberitahukan dengan singkat.
Ariani mengangguk pelan. "Oke. Kalau gitu aku mandi dulu," Ariani berjalan menuju sebuah ruangan yang ditutupi oleh pintu plastik berwarna biru muda. "Oh, iya, Gia. Sebelum aku mandi, kamu mau gak aku peluk dulu?" Ariani mengedipkan sebelah matanya jail.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who's the Killer [ON GOING]
Mistero / Thriller[Berisi adegan Kekerasan!!!] Label "anak pembunuh" sudah melekat sempurna pada diri Giana setelah berita resmi ayahnya keluar. Muak dengan label tersebut, Giana memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Awalnya, ia berusaha mencari...