three || percaya pasti bisa

270 27 0
                                    

Berkali-kali dia bertanya pada dirinya sendiri, kenapa dia harus dilahirkan dalam kondisi yang lemah? Dan kenapa harus dirinya juga.

Tapi sebanyak apapun dia bertanya, tidak ada jawaban yang bisa memuaskannya. Dalam artian lain, Karlian memang tidak memiliki jawaban apapun. Barangkali dia tidak berhak mendapatkan jawaban tersendiri, akan lebih baik jika dia tidak bertanya-tanya lagi.

Takdir itu sudah ditentukan oleh Tuhan, semuanya juga memiliki alasan. Tuhan lebih tahu apa yang terjadi, ini semua tidak mungkin hanya untuk membuat Karlian terluka. Lagian dia tidak kenapa-kenapa, dia masih bisa bertahan hidup. Bahkan menahan rasa sakitnya sendiri.

Ketika banyaknya orang yang meragukannya, Karlian justru membuktikannya dengan sebuah pertahanannya sejauh ini. Dia mampu bertahan, itu tandanya dia anak yang kuat.

"Kau kenapa Lan? Tumben enggak ke kamar kakak kayak biasanya," ucap Karlian tidak sengaja bertemu Karlan yang sedang duduk melamun di teras rumahnya.

Karlan lantas menoleh ke arahnya, dia tersenyum manis. Tidak ingin terlihat menyedihkan, ataupun sedang memikirkan sesuatu. Karlan mana mau jika Karlian mengetahui apa yang sedang terjadi padanya. Lagian, dia seharusnya menjadi penguatnya Karlian. Bukannya menunjukkan kelemahannya seolah-olah dia tidak bisa apa-apa.

Kemudian kakaknya ikut duduk disebelahnya. Senyumannya terukir dengan elok. Bibirnya yang pucat itu, tidak pernah tak terukir.

"Kalau ada apa-apa, enggak ada salahnya buat cerita. Dari pada di pendam sendirian, malah jadinya enggak baik," kata Karlian lagi, dia bahkan mengusap punggung Karlan dengan sangat lembut sekali.

"Enggak ada apa-apa kok, kak. Cuma mikirin masa depan hehehe."

Ya itu wajar saja, seseorang seperti adiknya mana mungkin tidak memikirkan masa depan. Dia memiliki kehidupan yang layak, kematian merupakan rahasia Tuhan. Semesta juga tidak ikut memberitahukannya. Berbeda dengan Karlian, kematian menurutnya mudah sekali untuk di tebak.

Bisa jadi besok dia mati, tapi hari baik masih berpihak padanya. Makanya dia pun masih bertahan di tempatnya dengan aman.

"Aku tahu masa depan memang udah jadi keharusan buat kau pikirkan. Tapi, jangan terlalu berlebihan Karlan. Masa depan masih samar-samar, jadi imbangkan dengan keadaanmu sekarang. Apa yang mampu kau lakukan, dan kau buat lebih sempurna lagi di masa depan. Kau masih punya banyak kesempatan," ujarnya sambil memberikan tepukan lembut pada Karlan. "Hidupmu masih panjang, masa depanmu pastinya menunggumu.

"Kak, bukan berarti kakak enggak berhak lho. Kakak juga berhak mikirin masa depan kakak sendiri. Kehidupan kakak panjang, besok belum tentu yang terakhir."

Karlian menyadari perkataannya mengandung kesalahan. Dia tidak sengaja mengatakannya, padahal sudah pasti Karlan tidak ingin mendengarnya mengatakan hal tersebut. Lantas, Karlian tertawa terbahak-bahak. Dia berusaha mengubah suasana, seharusnya sedari tadi dia memikirkan caranya berbicara. Bukannya asal mengatakan hal-hal yang tidak perlu.

Beruntungnya karena sebuah tawanya yang candu, Karlan terbawa suasana oleh kebahagiaan yang disalurkan oleh Karlian. Seolah-olah perihal tidak menyenangkan, tidak sempat tersampaikan. Karlian merasa lega, karena bagaimanapun Karlan tidak seharusnya memikirkan hal-hal tidak penting lainnya.

Sekalipun perkataannya mengandung kebenaran. Karlan pastinya tidak suka untuk mendengarkannya. Di mata Karlan, kakaknya itu tidak akan pergi jauh. Dia pasti akan tetap bertahan hidup, dan menghabiskan waktu bersamanya lebih lama lagi.

"Ngeliat Karlian rasanya ngebuat duniaku berantakan, Sa. Kau tahu maksudku kan?" Kata Linda setelah memperhatikan kedua anaknya di depan teras pagi ini.

Demi Kehidupan [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang