ten || tanpa kenangan

139 17 0
                                    

Pada dasarnya semua membutuhkan sebuah waktu. Hargai saja sebuah prosesnya, dan kau juga akan menikmati hasilnya nanti. Perihal berhasil atau tidaknya, jangan terlalu dipikirkan. Untuk bisa sejauh ini saja kan sudah sangat hebat. Dan tentang kesedihan tidak akan mungkin terjadi selamanya. Semua pun pasti akan berlalu juga, nantinya akan datang tenang yang membahagiakan.

Karlian hanya percaya akan semua itu, pemikirannya yang positif masih dipergunakan dengan baik untuk motivasi bertahan hidup. Dia tidak berkeinginan untuk mati dengan cepat, mungkin dia pernah menyerah. Tapi dia tidak merasa takut untuk mati.

"Kalian ketemu di mana? Kok bisa pulang bareng kayak gini," ucap Karlan yang masih terkejut mendapati kakaknya pulang bersama Bitar.

"Tadi aku mampir ke toko buku, nih sekalian beliin kamu buku baru," Bitar tersenyum manis sembari memberikan buku yang dibelinya tadi. "Aku beneren enggak nyangka bakalan ketemu Karlian di toko buku.

Bagi Bitar itu merupakan kebetulan yang luar biasa. Tapi, bagi Karlan sendiri. Karlian memang sering mampir ke toko buku tersebut. Dan membeli beberapa buku novel favoritnya. Pertemuannya memang tak terduga, Bitar yang berkeinginan mengenal Karlan. Justru bertemu dengannya lebih cepat dari dugaannya.

Belum juga berbincang-bincang, Karlian langsung pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Karlan menyadari banyak hal yang berubah dari kakaknya. Dia tidak mengerti. Hanya saja dia harus memahaminya.

"Ke kamarku dulu yok, habis itu baru kita pergi."

Bitar langsung mengikuti langkah kaki Karlan, dia juga sempat memperhatikan kamar yang tepat bersebelahan dengan kamar milik Karlan. Sudah pasti itu kamar Karlian, sebelumnya Bitar berpikir jika mereka berdua sekamar. Ternyata Bitar salah mengiranya.

Saat berada di kamar Karlan, Bitar duduk di atas ranjang. Dia terus memperhatikan gerak-gerik yang dilakukan oleh Karlan. Sebenarnya dia ingin mempertanyakan banyak hal, tapi dia tidak enak hati untuk mengatakannya. Karena bagaimanapun, dia akan mempertanyakan hal yang tidak bagus untuk didengar.

"Sebenarnya dulu kak Karlian enggak kayak gitu, dia orang yang baik dan perhatian. Aku juga enggak tahu, kenapa kak Karlian berubah gitu aja. Dia ketus kan? Dia juga kayak mengabaikan kita," ucap Karlan menatap Bitar dengan lesu. Dia tidak tahan jika kakaknya bersikap seperti itu. Namun, dia bisa apa. Kakaknya pasti berpikir hal itu baik untuknya.

"Kakakmu waktu ketemu sama aku enggak seketus itu kok. Dia baik, aku masih menganggapnya begitu," jawab Bitar meraih tangan Karlan dan digenggamnya dengan erat. "Kau pasti mengkhawatirkannya, kau takut dia berubah seperti orang lain dalam hidupmu kan? Tapi percayalah kakakmu pasti enggak kayak gitu."

Mungkin saat ini Karlan tidak tahu apa-apa tentang kakaknya. Bukan karena dia tidak memahaminya, Karlian yang memilih untuk diam. Semuanya dilakukan dengan sebuah alasan, maka dari itu Karlan tidak akan mendesak kakaknya untuk memberitahunya sebuah alasan. Kenapa dia sampai berubah secepat itu.

Meskipun Karlan merindukan kakaknya yang dulu, dia tidak bisa melakukan banyak hal. Semuanya membutuhkan waktu, kakaknya juga sudah mengatakan bahwa dia merasa iri. Iri karena tidak seperti Karlan.

Setelahnya kedua cowok itu pun keluar dari kamar, Karlan berjalan lebih dulu. Sedangkan Bitar anak itu masih memperhatikan kamar disebelah Karlan. Entah kenapa dia ingin sekali mengajak Karlian untuk ikut bersama mereka. Bukankah dia bisa menikmati waktu luangnya sambil bermain bersama mereka? Lagian mereka juga hanya menghabiskan waktunya untuk menikmati senja. Dan makan-makanan enak, sayang sekali jika Karlian tidak bisa ikut.

"Lan, kita ajakin kakakmu yok," ucap Bitar membuat Karlan menghentikan langkahnya, dan juga memperhatikannya dengan raut wajah sedih.

"Aku tahu kau pasti kepengin ngajakin kakak. Tapi, dia pasti menolaknya. Kalau kita bahagia, menurut kakak itu kebahagiaan kita sendiri. Sedangkan dengan dirinya sendiri, dia nyaris enggak bisa merasakan kebahagiaan itu," sahut Karlan menunduk dalam karena menyesal tidak bisa memberikan yang terbaik.

Demi Kehidupan [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang