four || kehidupan normal Karlan

238 21 2
                                    

Seseorang memang sudah seharusnya memiliki kehidupan yang normal. Menjalani kehidupannya dengan sebaik mungkin, dan berpikir esok hari harus lebih baik lagi. Memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, dan memulai hari-hari dengan kebahagiaan.

Barangkali itulah yang disebut dengan kehidupan yang normal. Semua orang pun merasakannya, ya meskipun tidak sepenuhnya.

Menurut Karlian kehidupan normal itu terlalu istimewa. Bahkan dia tidak bisa merasakannya, dia memang tidak memiliki kehidupan yang normal. Bagaimana tidak, mana ada manusia sepertinya. Yang hanya terbaring di atas ranjang, bolak-balik ke rumah sakit setiap minggu. Dan menghabiskan waktunya di rumah saja.

Sudah pasti hal seperti itu bukanlah kehidupan yang normal. Tapi, lebih tepatnya kehidupan yang menyedihkan. Karlian mengakui hal seperti itu, kenyataannya pun memang benar adanya.

Melihat saudara kembarnya menjalani kehidupannya dengan normal, membuatnya merasa iri. Dia iri sekali, kenapa lagi-lagi dirinya yang tidak bisa merasakan hal yang sama seperti orang-orang. Sebenarnya dia hancur berantakan, dia tidak merasa beruntung meskipun diberikan banyak cinta. Karlian berkeinginan diberikan sebagai kesempatan, kesempatan untuk merasakan kehidupan normal.

Dari pada merasakan sakit, Karlian berharap bahagia berpihak padanya. Dia tidak bilang tidak pernah merasakan kebahagiaan. Karlian hanya berpikir, kehidupannya cukup rumit.

"Ma, aku berangkat ke sekolah dulu. Nggak sempet sarapan, maaf ya! Hari ini aku ada piket kelas!" Kata Karlan yang suaranya mengisi seluruh ruangan keluarga itu.

Bahkan Karlian yang berada di ambang pintu kamarnya saja mendengar suara adiknya. Keadaan yang sama, Karlan beruntung bisa menjalani kehidupan normalnya. Berangkat ke sekolah, makan-makanan favoritnya. Dan memiliki banyak teman, dia juga bebas melakukan apa saja di luaran sana.

Sial memuakkan sekali, karlian malas untuk memikirkannya. Dia juga tidak mau membanding-bandingkan kehidupannya sendiri. Bagaimanapun dia harus bersyukur karena masih bertahan hidup.

"Kok kamu malah keluar kamar, kak? Biar mama yang nganterin makanan ke kamarmu," ucap Linda mendapati Karlian yang sudah duduk di kursi dekat ruang makan.

"Bosen ma di kamar terus, enggak dapat oksigen baru."

Linda tersenyum manis, dia seharusnya memahami putranya. Tidak mungkin dia meminta Karlian untuk terus berada di kamar. Putranya pasti ingin sekali merasakan keadaan yang berbeda. Bukannya dia bedakan karena dia tidak bisa menikmati kehidupannya dengan layak.

Karena itu Linda akan belajar lebih baik lagi untuk memahami putra sulungnya. Dia tidak boleh melarangnya berlebihan. Kekhawatirannya itu yang membuatnya melakukan hal-hal berlebihan. Seakan-akan putranya selemah itu, sementara kenyataannya tidak sama sekali.

"Ma hari ini papa berangkat kerja jam berapa?" Tanya Karlian sambil mengupas kulit juruk.

"Biasalah, papamu itu disiplin banget. Waktu subuh-subuh udah siap-siap. Mama sampai enggak sempat buat sarapan buat papa, jadi hari ini mama mau ke kantor papa."

Matanya berbinar setelah mendengar perkataan mamanya. Karlian tertarik, dia ingin sekali ikut bersama mamanya ke tempat papanya bekerja. Mungkin ini menjadi hari yang menyenangkan, sebab Karlian bisa merasakan kehidupan yang normal seperti orang lain.

"Mama aku ikut ya."

Linda tersentak kala mendengar perkataan dari putranya. Dia tidak menyangka jika Karlian mengatakan hal seperti itu. Padahal dia bukan seorang anak yang suka ikut berpergian. Karlian bahkan seperti terbiasa di kamarnya tanpa melakukan apapun.

"Tapi kamu bukannya harus istirahat, sayang?" Linda sedikit tidak yakin jika memperbolehkan Karlian ikut bersamanya.

"Kali ini aja lho ma," sebisa mungkin Karlian memelas penuh permohonan. Dia benar-benar berkeinginan untuk ikut. Karlian tidak betah jika harus dikamarnya setiap waktu.

Demi Kehidupan [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang