PMJ-03

231 33 7
                                    

Lintang yang duduk menghadap meja belajar, berulang kali memeriksa aplikasi obrolan pada ponsel. Ia tengah berkutat dengan buku-buku bacaan agamis. Sejujurnya, kali ini Ia merasa sulit fokus. Sudah lebih dari empat puluh delapan jam berlalu, tapi tak secuil pun pesan balasan dari Junaedi mendarat pada HP-nya. Dua centang abu-abu, tak jua membiru. Padahal, ia tahu jelas kalau lelaki pujaan hatinya itu sempat membuat story dakwah sekitar hampir Ashar tadi.

Sebenarnya, apa yang membuat Junaedi begitu lama membalasnya? Padahal biasanya, lelaki alim itu paling responsif menjawab berbagai chat dan pertanyaan dari Lintang. Hanya kali ini saja semua terasa aneh.

Terdengar suara jangkrik yang sepertinya tepat di samping rumah. Ah, jangkrik-jangkrik penipu. Toh, jika dicari juga bukan di situ. Lintang mendengkus. Bahkan baginya kali ini, jangkrik tak ubahnya seperti pembohong saja. Pun suara tokek yang terasa cukup mengganggu. Padahal biasanya, suara petasan pun, bukan masalah baginya.

Tapi, berbagai suara binatang malam yang terasa mengganggu itu mendadak tak lagi mengusiknya manakala terdengar dengungan pendek dari ponsel yang bertengger di meja belajar. Cepat-cepat Lintang memeriksanya.

Junaedi
Waalaikumsalam. Sebelumnya ana ingin menanyakan terlebih dahulu, apakah orangtua Ukhty sudah menerima lamaran tersebut dan memusyawarahkannya? Karena, menolak lamaran orang yang buruk agamanya itu dianjurkan. Bahkan, meski hanya karena alasan tak suka saja, seorang wanita berhak menolak. Meskipun yang melamar adalah orang yang saleh.

19.43

Membaca pesan balasan Junaedi, benar-benar membuatnya resah.
Pesan itu menyiratkan jawaban bahwa lelaki alim itu sebenarnya tak rela jika Lintang harus menerima lamaran lelaki lain.

Lintang mendengkus. Pikirannya lagi-lagi melayang ke mana-mana. Mencoba mengingat kembali, apa yang telah dikatakannya kepada Angga hingga membuat lelaki yang sebenarnya sama sekali tak dikenalnya itu datang melamar?

Tapi, tak sedikit pun hadir petunjuk tentang itu. Tapi, perkataan Sekar juga benar adanya. Tak mungkin juga lelaki asing akan tiba-tiba melamar. Atau ... apa mungkin Angga bermaksud jahat? Memilih wanita sembarangan untuk kepentingan tertentu?

Lagi, ia bergidik. Dihantui perasaan yang dibuat-buatnya sendiri. Hingga, ponselnya berdengung dan memunculkan nama Kinanti di layar yang seketika menghadirkan kesadaran dalam benak Lintang. Di balik semua ini ada Kinanti banyak berperan. Sepupu dan salah satu teman terbaiknya. Dan, tak mungkin juga kakak sepupunya itu akan menjerumuskannya. Tapi ...

Lintang segera menjawab panggilan kakak sepupunya itu. Ia mengucap salam.dan seketika Kinanti menjawabnya, "... Dik, apa kabar? Maaf Mbak baru sempat nelpon sekarang. Seharian agak sibuk. Banyak tamu."

"Oh, iya. Ada apa, ya, Mbak?"

"Loh, ya mau ngasih selamat, toh. Kemarin si Angga katanya dateng ke sana sama Pak Faishal."

"Oh, iya. Maaf, aku lupa mau ngabarin Mbak."

"Iya, iya. Mbak ngerti. Pasti sibuk banget, ya, Pak Lek dan Bu Lek sekarang? Mbak juga tahu rasanya. Inget pas dilamar Mas Alvin, dulu. Tapi, yang terpenting Angga wis nepati janji. Mbak lega."

"Janji? Janji apa, Mbak?" Lintang mengernyit.

"Ya janji sama Mbak kalau dia emang enggak main-main."

"Oh," ucap Lintang lirih. Dia berharap percakapan telepon itu segera berakhir. Padahal biasanya, dia akan sangat antusias mengobrol dengan Kinanti.

"Dan kamu tahu, Dik? Kalau kamu jadi nikah sama Angga, kita bakal tetanggan."

(END/Versi Revisi) Peace! Mas JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang