Hari sudah malam saat Naraya dan Bara sampai di tempat kos, Naraya menatap penuh takut pintu di depannya, dirinya takut sosok itu akan kembali muncul, entah itu hanya sekedar halusinasinya atau nyata Naraya benar-benar takut.
"Ra kenapa gak masuk?" Tanya Bara yang mulai merasa pegal.
"Gak papa kok, aku cuman sedikit takut aja" ujar Naraya, gadis itu mendorong pintu di depannya, keadaan di dalam masih sama berantakannya seperti saat malam itu.
"Ra, aku gak bisa lama-lama di sini, ada urusan yang gak bisa aku tunda, kamu gak papa aku tingal kan?" Ucap Bara.
"Tapi bar ... Gimana kalau __"
"Ra, itu cuman halusinasi kamu aja, itu cuman efek dari rasa takut kamu aja" ujar Bara memotong ucapan Naraya.
"Kamu bilang itu semua cuman halusinasi, kamu lupa apa yang terjadi sama aku malem itu" kesal Naraya, gadis itu tak mampu membendung emosinya, akhir-akhir ini ia sangat sulit mengontrol emosinya membuatnya sering hilang kendali dan marah-marah tidak jelas.
"Ra dengerin aku, itu cuman halusinasi kamu sama seperti kejadian tadi siang saat kamu menganggap aku udah nabrak kucing, tapi kenyataannya itu cuman halusinasi kamu" tutur Bara, Naraya ingin membantah itu semua tapi apa yang dikatakan Bara itu benar.
Naraya mulai ragu dengan dirinya sendiri, mungkin apa yang orang-orang tuduhkan pada dirinya benar, dirinya telah kehilangan kewarasannya, Naraya tak tau apa yang terjadi pada dirinya, ia tak tau sejak kapan ia mulai berhalusinasi."Aku pamit dulu yah Ra, jaga diri kamu baik-baik" pamit Bara, Naraya hanya mampu terdiam berbagai pemikiran bermunculan di benaknya.
"Apa bara akan menjauhi ku sama seperti orang-orang yang menganggap bahwa aku gila" pikir Naraya mungkin ia harus mempersiapkan dirinya untuk menerima kenyataan bahwa dirinya tinggal seorang diri, Naraya harus berusaha bangkit dan berdiri sendiri, tak ada lagi yang bisa menjadi sandarannya pada akhirnya semua pergi menjauhi dirinya.
"Hati-hati" pesan Naraya gadis itu mengulas senyum tipisnya, kenapa semua berakhir seperti ini dan kenapa rasanya begitu menyakitkan.
Naraya bertanya-tanya mengapa hidupnya menjadi seperti ini, sebesar apa kesalahannya di masa lalu hingga kini hidupnya begitu menyakitkan, apa ini semua karma atau hanya sekedar ujian. Naraya menatap kosong pintu yang telah tertutup itu, ia menatap sekitar, di saat rapuh seperti ini Naraya butuh seseorang, seseorang yang bisa mendengarkan semua keluh dan kesahnya tanpa menghakimi, tetapi pada kenyataannya dia hanya sendiri memendam semuanya seorang diri, semua pergi, teman, saudara dan keluarga semuanya seolah menutup telinga dan matanya tak ada yang peduli tak ada yang bisa mengerti.
Naraya diam mendengarkan percakapan yang tengah berlangsung di luar."Mas kenapa gak di bawa ke rumah sakit jiwa aja pacarnya"
"Iya, lagian mas kok mau sih sama orang gila"
Kata-kata itu keluar dengan begitu ringan, dengan begitu mudah mereka berbicara tanpa mereka ketahui seseorang tengah menahan sesak dalam dadanya.
"Maaf Bu saya sedang buru-buru, saya permisi" Bara pun segera beranjak pergi, ia tau Naraya pasti sakit hati mendengar ucapan para ibu-ibu itu.
Naraya mengepalkan kedua tangannya rasanya ia ingin merobek mulut mereka dengan tangannya sendiri, ia benar-benar muak dengan omongan orang-orang mengenai dirinya, ia tidak pernah mengusik mereka atau ikut campur dengan urusan mereka tapi kenapa mereka terus mengusik dirinya dan mencampuri hidupnya membuat mentalnya semakin down.
Naraya melempar barang-barang di sekitarnya meluapkan segala amarahnya, ia menjerit sekeras mungkin, biarkan jika orang-orang benar-benar menganggapnya gila atau mungkin akan mengusirnya, hingga seseorang mengetuk pintu kosnya. Naraya pun membuka pintu kamar kosnya dan mendapati seorang remaja yang berdiri di ambang pintu dengan kepala yang tertunduk."Maaf kak, apa kakak bisa mengecilkan suara kakak, anak saya sedang sakit" Naraya menatap gadis remaja di depannya, tak percaya dengan apa yang gadis itu katakan, gadis itu masih begitu muda mungkin sekitar 17 tahun, tapi apa tadi dia bilang 'anak', gadis muda sepertinya sudah memiliki anak, apa dia hamil di luar nikah.
"Maafkan saya, saya tidak tau" sesal Naraya.
"Iya tidak papa kak, kalau begitu saya permisi" ujar gadis itu beranjak pergi.
"Tunggu" ucap Naraya menghentikan langkah kaki gadis itu.
"Apa saya boleh melihat anak mu" gadis itu pun mengangguk sembari tersenyum ramah pada Naraya, setelah mendapat persetujuan Naraya pun mengikuti langkah gadis itu.
Naraya pun sampai di kamar gadis itu ternyata kamar gadis itu berada tepat di samping kamar kosnya pantas saja gadis itu protes terhadap dirinya, Naraya menjadi sangat menyesal. Saat pertama kali masuk ke dalam kamar kos gadis itu pemandangan pertama yang ia lihat adalah sampah dan barang-barang yang berserakan di mana-mana, keadaan ruangan itu begitu kacau dan kotor, yah, pasti sangat sulit bagi remaja labil seperti gadis itu untuk mengurus rumah seorang diri, dia pasti masih membutuhkan bimbingan, belum lagi dirinya pasti disibukkan mengurus anaknya."Sayang hey, bangun yu lihat ada yang berkunjung" ujar gadis itu pada bayi mungil yang tengah tertidur pulas di atas kasur, namun Naraya merasa janggal saat melihat bayi gadis itu.
"Sayang, ayo bangun lihat ada siapa di sini" Naraya mendekat, ia menyentuh pipi bayi mungil itu, namun hanya rasa dingin yang bisa Naraya rasakan saat menyentuh pipi bayi itu, Naraya pun mendekatkan jaringan pada hidung mungil bayi itu dan betapa terkejutnya Naraya saat tau bayi mungil di hadapannya sudah tidak bernapas dan dirinya baru sadar tubuh bayi itu sudah membiru dan terlihat kaku.
"Sayang kenapa sih kamu tidur terus, mama kesepian tau" monolog gadis itu seolah tengah berbicara pada bayinya, Naraya menatapnya penuh iba.
"Mbak anaknya lucu sekali" ujar Naraya, sepertinya gadis itu tidak menyadari bahwa anaknya sudah tidak bernyawa, pikir Naraya, "udah berapa lama anak mbak tidurnya??" Tanya Naraya memberanikan diri.
"Sudah sejak kemaren, dia tidak bangun-bangun" Naraya terdiam berarti bayi itu sudah meninggal dunia sejak kemarin dan gadis itu belum menyadarinya.
"Mbak" Naraya meraih tangan gadis itu meletakan tangan gadis itu di dada anaknya, "mbak merasa ada yang aneh gak sama anak mbak?" Tanya Naraya namun gadis itu hanya menjawab dengan air mata.
"Anak saya belum mati, dia cuman lagi tidur aja" Naraya juga ikut meneteskan air mata, ia tau betul rasa sakit kehilangan, dirinya tau berapa sakitnya saat orang yang kita cintai pergi untuk selama-lamanya, itu sangat-sangat menyakitkan hingga kamu merasa ingin mati dan menyusul orang yang kita cintai, namun semua sudah menjadi takdir sang kuasa, kita di ciptakan oleh-Nya dan akan kembali pada-Nya, entah dengan cara apa kita kembali, namun satu hal yang harus di ingat kematian itu ada, melepas atau di lepas itu adalah rahasia Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
evil heart
Mistério / SuspenseNaraya, seorang gadis biasa yang mencoba lari dari permasalahan hidupnya, gadis itu merasa selama ini ia hanya menjadi beban bagi keluarganya, hingga ia pun memutuskan untuk hidup mandiri dengan cara tingal jauh dari keluarganya, ia pikir semua akan...