part-7

1 1 0
                                    

    Naraya baru saja selesai mandi ia mengeringkan rambutnya yang basah, Bara sudah pulang beberapa jam yang lalu dan kini Naraya sendirian, Naraya menatap pantulan dirinya di cermin, berat badannya turun drastis hingga kini ia terlihat sangat kurus.

"Lihat dirimu Naraya, kamu terlihat menyedihkan" monolog Naraya, gadis itu duduk di atas lantai untuk mengerjakan beberapa judul novelnya yang belum selesai.

"Sepertinya aku akan bergadang semalaman" ucap Naraya pada dirinya sendiri, ia harus segera menyelesaikan novelnya atau kontraknya akan di cabut oleh pihak penerbit.
     Beberapa jam berlalu dan Naraya menyerah, kepalanya terasa ingin pecah, ia kehabisan ide untuk menulis ceritanya, dirinya juga tidak bisa fokus karena kejadian-kejadian mengerikan yang ia alami terus menghantui pikirannya membuat Naraya sulit untuk berpikir.

"Kalau terus seperti ini bagai mana aku bisa mendapatkan uang" kesal Naraya ia melepas ponselnya dan untung saja ponselnya itu mendarat tepat di atas kasur.

     Pandangannya beralih pada buku misterius yang ia temukan beberapa hari yang lalu, Naraya berpikir apa teror yang ia alami ada sangkut pautnya dengan buku itu, karena setiap kali ia hendak membaca buku itu, ia selalu mengalami kejadian aneh, seakan tidak kapok Naraya kembali membuka buku itu.

Naraya membuka halaman pertama pada buku itu dan membaca setiap kalimat yang tertulis dengan tinta merah di atas buku itu.

Hari pertama.                                                             
                                                                                          
Aku tak tau dimana letak kesalahan ku, sehingga mereka menyakiti ku, aku tak pernah mengusik mereka atau pun membenci mereka tapi kenapa mereka menyakiti ku, hari ini aku pulang dengan luka memar di sudut bibi ku, ibu bertanya apa yang terjadi pada ku, dan aku berbohong padanya, aku berkata bahwa aku terjatuh namun kenyataannya aku di.     pukul, hanya karena tak sengaja menginjak sepatunya aku di pukuli hingga sudut bibir ku terluka .                            

Untuk sesaat Naraya terdiam ia merasa tak asing dengan tulisan tangan di buku itu dan kejadian yang penulis itu tulis juga terdengar tak asing baginya, tapi Naraya tidak bisa mengigat siapa pemilik tulisan itu, entah karena trauma atau dirinya yang memang pelupa. Naraya membuka halaman berikutnya pada buku itu.

Hari kedua.                                                                 
                                                                                         
Aku kira kejadian kemarin takkan terulang kembali, tapi ternyata ku salah besar, mereka kembali merundung ku, mereka mengejek ku dan menertawai ku, aku mencoba bersikap biasa saja, namun salah satu dari mereka menghampiri ku dan menarik rambut ku dan itu sangat menyakitkan, dia marah pada ku karena dia merasa aku telah merebut posisinya sebagai juara kelas, tapi aku tak merasa telah melakukan itu.

Semakin Naraya membaca buku itu semakin ia penasaran pada sosok pemilik diary itu.

Naraya hendak membuka halaman berikutnya namun tiba-tiba saja lampu mati dan itu sukses membuat Naraya panik, gadis itu meraba-raba sekitarnya mencari keberadaan ponselnya ia merasa menyesal telah melepas ponselnya.

Tubuh Naraya membeku saat dirinya merasa sebuah tangan yang kasar nan dingin mencengkeram kakinya, Naraya ingin berteriak sekeras mungkin tapi ia tak bisa mengeluarkan suaranya seolah ada sesuatu yang menghalangi suaranya untuk keluar.
     Tangan Naraya berhasil meraih ponselnya ia pun segera menyalahkan lampu senter pada ponselnya, namun saat dirinya mengarahkan senter pada kakinya Naraya terdiam, tak ada apa pun yang mencengkeram kakinya tapi tadi Naraya benar-benar merasa ada tangan yang mencengkeram kakinya itu.
   Belum sempat Naraya bernapas lega, tiba-tiba pintu kamar kosnya terbuka menampilkan suasana malam tanpa bintang, rasanya tak mungkin bila pintu itu terbuka karena angin, mengigat tidak ada angin kencang berhembus, Naraya menatap was-was sekelilingnya namun yang ia lihat hanyalah kegelapan,  dengan segenap keberanian yang ia miliki gadis itu bangkit untuk menutup pintu kamar kosnya, ia khawatir ada orang jahat yang akan masuk bila di biarkan terus terbuka. Gadis itu berjalan dengan penuh kehati-hatian khawatir ia akan tersandung atau menabrak dinding, akhirnya Naraya sampai di depan pintu kamar kosnya dan langsung menutup pintu itu, baru saja ia berhasil menutup pintu tiba-tiba kakinya di tarik dan membuat Naraya kehilangan keseimbangannya, gadis itu terjatuh hingga kepalanya terbentur lantai dengan begitu keras, kepala Naraya benar-benar terasa pusing ia tak sempat memberontak, tubuhnya beberapa kali terbentur dinding, gadis itu benar-benar tidak bisa berkutik, tubuhnya terus di seret hingga kamar mandi.
     Di tengah kegelapan dan kesadaran yang mulai menipis Naraya bisa merasakan seseorang pergi dan menutup pintu kamar mandi dan menguncinya, Naraya berteriak meminta tolong, sekuat tenaga ia berusaha untuk tetap sadar.

"Tolong!!!" Teriak Naraya sembari memukul pintu di depannya, ia berharap ada seseorang yang mendengarnya dan membantu dirinya.

"Tolong ... Siapapun tolong!!" Naraya tak tau harus berbuat apa, ia benar-benar ketakutan tak ada setitik cahaya pun yang bisa meneranginya.

"Tolong ... Siapa pun ... Tolong keluargaku dari sini" suaranya semakin melemah seiring kesadaran yang mulai menipis.

"Tolong!!" Naraya tak sanggup lagi untuk berteriak, ia jatuh dalam ke putus asaan, dirinya menyerah, seluruh tubuhnya terasa begitu sakit untuk di gerakkan di tambah kepalanya yang terasa begitu pusing, apa ini akhirnya dari hidupnya, apa kisahnya akan berakhir malam ini, pikir Naraya, perlahan kedua mata gadis itu tertutup jika ini memang akhirnya dari hidupnya Naraya ikhlas, jika kisahnya harus berakhir tragis maka biarkan saja, Naraya akan menerima semuanya dengan lapang dada.

evil heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang