***
Aku menyentuh sebuah boneka rusa yang terlihat sudah lusuh. Satu-satunya kenangan darinya selain memori di kepalaku tentangnya yang aku miliki.
Tadi saat pertama kali bertemu dengannya setelah sekian lama, perasaanku bergejolak. Rasa rindu, bahagia, sedih, bersalah bercampur aduk memenuhi dadaku, terasa penuh hingga menimbulkan sesak. Perasaanku menghangat hanya dengan melihat sosoknya yang kini sudah tumbuh menjadi pria dewasa.
Ada banyak hal yang ingin aku katakan, yang terjadi justru aku tidak sanggup menatap iris rusa yang kini menatapku dengan sorot amarah, kecewa serta luka.Belum cukup puas mendengar suara yang selama ini hanya aku dengar lewat media elektronik, lagu ataupun drama/filmnya yang sudah berulang kali ku putar.
Belum cukup puas melihat rupa sosoknya yang begitu aku puja, fotonya memenuhi galeri ponselku lebih banyak dari foto pribadiku sendiri. Tentunya foto yang aku dapatkan hasil dari mengunduh di internet dan berburu dengan fansite.
Dia memilih pergi, tanpa mau mendengar perkataan ayahnya, tanpa sempat mendengar panggilan dariku.Mungkin ini harga yang harus dibayar setelah apa yang aku lakukan.
Ingatanku kembali berputar.
Kala itu ada toko mainan yang baru buka di sekitar tempat tinggalku, hal yang membuatnya populer adalah ada permainan mesin pencapit. Banyak anak-anak yang berlomba-lomba memenangkan hadiahnya yang berisi berbagai macam boneka mulai dari ukuran kecil hingga besar.
Waktu itu aku, Yoona dan Yuri, ketiga anak yang kini selalu bermain bersama mencoba permainan itu.
Dimulai dengan Yuri, hanya dengan sekali percobaan sudah mendapatkan boneka yang paling besar. Yeoksi, tidak heran Yuri bisa melakukan itu, Yuri bisa melakukan segalanya karena itulah aku sangat mengaguminya.Sejak awal aku menyemangati Yuri berharap hadiah itu akan diberikan padaku, tetapi setelah mendapatkan Yuri justru pulang terlebih dulu untuk memamerkan hadiah yang dia dapat pada orang tuanya.
Aku murung, terlalu banyak berharap pada Yuri.Yoona saat itu memperhatikan semuanya.
"Sicca-ya, aku berjanji akan mendapatkan boneka itu untuk mu."Aku mendelik kesal mendengarnya memanggilku tanpa embel-embel 'Nuna'. Padahal aku sudah berulang kali memperingati bocah ini. Aku lebih tua setahun dari Yoona, harusnya dia memanggilku dengan sopan. Apa karena bocah ini lebih tinggi darinya hingga Yoona tidak menganggap Jessica orang yang lebih tua darinya.
Rasa jengkel ku hilang seketika saat melihat iris rusa itu memandang ku dengan tatapan yang sangat serius.Sekali, dua kali, tiga kali, hingga percobaan ke sembilan belas kali..
"Ini yang terakhir, jika kau masih belum mendapatkan boneka itu aku akan pulang Yoona-ya." Aku menatap jengah Yoona yang masih memainkan mesin capit itu.
Hal yang paling benci ku lakukan adalah menunggu. Batas kesabaran ku sudah habis, bisa-bisanya aku percaya pada kata-katanya. Yoona seperti mempermainkan ku. Berulang kali sebenarnya dia sudah mendapat boneka dalam capitannya, berulang kali pula boneka itu kembali dijatuhkan.
Yoona lebih memfokuskan diri, terlihat dari mimik mukanya yang terlihat lucu saat Yoona sedang serius. Akhirnya capit itu berhasil mengenai boneka yang sejak tadi dia incar. Boneka berbentuk rusa berwarna coklat yang terlihat lucu dan juga menawan.
"Lihat kan? Aku berhasil, ini untuk mu.." Ucapnya bangga, dia terlihat sangat senang.
Aku menerimanya dengan berat hati. Dibandingkan dengan boneka yang didapat Yuri, boneka milik Yoona terlihat jauh lebih kecil.
"Kenapa rusa? Daritadi kau sengaja menjatuhkan kembali boneka yang kau dapat hanya untuk boneka ini?"
"Tentu saja, bukankah terlihat lucu? Sicca-ya, dibandingkan Teddy bear tadi, Ice deer ini jauh lebih lucu dan menawan."
KAMU SEDANG MEMBACA
She Loves Me, She Hurt Me
FanfictionTidak peduli seberapa buruk dia menyakitimu. Cinta pertama akan selalu menempati posisi spesial di dalam hatimu. Selalu dan selamanya.