my enemy

493 70 3
                                    


•nggak masuk akal


Terhitung sudah hampir satu bulan rumah mama Joy jadi sedikit—eh enggak deng rame banget tapi. Padahal cuman ada chenle juga tambahan satu orang. Jeno. Yang memutuskan menginap di rumah mama Joy dua Minggu setengah yang lalu.

Keributan tak pernah absen ketika keduanya bersama. Pas di meja makan contohnya.

Jeno dengan senyum mesteriusnya sambil bersiul kecil pelan-pelan tangannya terulur pada telur dadar di piring pipih memisahkan kuning dan putih telur lalu menaruh yang kuning di piring miliknya. Jeno tau chenle sangat suka kuning telur sedangkan dia tidak.

"Le, kamu suka putih telur kan? Nih buat kamu" Jeno tersenyum pada chenle. Seolah dirinya peduli pada sang sepupu.

Dari saat Jeno memindah telur kuning ke piring dia aja udah diliatin chenle dengan tatapan curiga terus si Jeno tiba aku-kamuan ya chenle keselah. Mau teriak tapi ada mama Joy.

"Chen suka putih telur? mama ga tau. Setau mama justru kuning te—"

"YA EMANG LELE SUKA KUNING TELURNYA MAMA! ISH" mama Joy reflek pegang kedua telinganya, kemudian menggeleng heran. Ni anak siapa sih ga ada miripnya sama mama Joy.

Disebrang Jeno udah ketawa aja. Itu bentuk balas dendam Jeno karena waktu itu chenle nginjek earphone Jeno terus bilang nggak sengaja, padahal jelas-jelas Jeno liat kaki chenle menggilas-gilas benda itu dengan kakinya.

Namun disela kekesalannya chenle, ada sesuatu yang mengganjal, ada sesuatu yang harus di pastikan. Walau ngobrol sama Jeno sama dengan nguras kesabaran dia.


Clek


Chenle mengintip ke pintu depan menampilkan Jeno dengan satu kantong plastik omegamart. Maniknya kembali menatap layar televisi di depannya memasukan keripik ke dalam mulutnya membiarkan Jeno meletakan plastik di meja depan si pemuda. Jeno mendudukkan pantatnya di samping sepupu kecilnya lalu bergabung dengan camilan di tangan chenle.

"Gimana mimom?" Chenle membuka suara tanpa menengok ke si lawan bicara. Kemudian Telinganya menangkap suara hembusan nafas dari yang lebih tua, agak miris chenle melihat Jeno yang selalu murung dengan kondisi tubuh yang tak tertata setiap kali dari luar. Sudah tertebak kalau pemuda itu habis dari rumah sakit dimana ibunya dirawat.

Jeno menggeleng. Entah apa maksud dari gelengan itu namun chenle mengangguk saja, ia tau Jeno sedang tidak mau bercanda.

"Eum ka Jen, gue mau ngomong sesuatu" dihadapnya tubuh yang mengarah ke samping mengahadap kakak sepupunya. Rautnya menujukan kebingungan dengan alis yang menukik ke atas.

"Jangan ngungkapin perasaan Lo, kita sepupuan" demi apapun Chenle berusaha serius tapi yang diajak ngobrol ntu si Jeno ngomong-ngomong.

"Serius Jen" suara nya seperti di tekan kesal. Membuat Jeno mengangkat tangan mengisyaratkan oke pada gerakan bibirnya.

"Lo tu merasa ada yang aneh ga sih" Jeno sempat berfikir sebentar  lalu mengedikan bahunya. Merasa tak tau apa yang di maksud adik sepupunya ini.

"Maksud gue Lo merasa ada yang kurang gitu, atau hati Lo bimbang, atau ada yang hilang gitu? Lo ga merasa gitu?" Chenle masih memastikan dengan serius. Karena demi apapun Chenle ni juga ikutan greget dengan kelakuan si most wanted di hadapannya.

"Gatau le, kata dokter mami gue udah mendingan akhir-akhir ini udah mendekati kata sembuh lah intinya. Tapi rasanya mau buang napas terus apa karena mami belum siuman kali ya"

Hadeuh

Si manis hampir aja menggeplak jidatnya sendiri, sebab itu bukan jawaban yang diinginkan. Jeno mengernyit tak paham saat maniknya menangkap gelagat chenle.

My Idol My Enemy (My Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang