Apa jisung kini sudah di bilang cukup untuk apa yang dia inginkan dulu?. Tanpa memikirkan tentang Jeno lagi, kini ekskul basket jisung tekuni layaknya anggota inti lainnya. Dan kembali pada inner awal jisung atau bahkan lebih?.
Walau awalnya jisung cuman ikut-ikutan Mantan idolnya dulu agar keliatan keren. Nyatanya sekarang dia hampir menyeimbangi skill Mark yang notabene nya sebagai leader di team mereka. Jisung tersenyum puas dengan pencapaian nya itu.
Kenapa tidak dari dulu saja ya jisung aktif di basket. Pikirnya sambil terkekeh.
Menatap Mark, lelaki jago bahasa Inggris itu duduk di tengah lapangan tengah menginterupsi adik kelas juga anak yang baru join basket. Sambil mengingat masa dirinya ada disana sebagai member baru.
Kedua tangannya bertumpu pada aspal yang sudah di lapisi cat mempercantik lapangan basket sekolah mereka. Menatap langit-langit, membiarkan lehernya diterpa angin karena sangking panasnya cuy habis latihan.
"Kemana aja Lo, baru keliatan"
telinganya menangkap suara dari belakangnya. awalnya jisung abai dengan percakapan segerombol kakak kelas yang ada di pinggir lapangan. Namun saat mendengar kekehan yang sangat dia hapal sekali suaranya membuat dia menegakkan kembali kepala besarnya. Lalu menengok ke belakang memastikan dugaannya salah.
Haaah...
Namun saat mata tajam itu menatap jauh manik jisung yang tengah terkejut. Dugaannya tak pernah salah jika itu tentang dia. Setelah semua yang terjadi, dia tiba-tiba kembali membawa beban kenangan yang melintas di mata orang yang telah mengganti warna surainya menjadi pirang. Harusnya saat ini jisung bisa saja melepas kontak mata pada si Samoyed ganteng itu, tapi kok berat?.
Jisung seakan ditarik oleh sebuah atensi yang sudah lama tidak ia rasakan. Tatapan itu. Mata itu. Jisung rindu. Tapi—Ah!
Jisung memalingkan wajahnya saat sadar orang itu mendekat kearahnya. Tak ingin percaya diri, jisung menegakkan tubuhnya lalu menjauh dari situ. Tapi ketahuilah jisung itu bukan sekedar percayaan diri.
"Park Jisung" jisung diam saat namanya di panggil. Sama sekali tak ingin menoleh saat tahu dengan jelas siapa sang pemanggil. "Jangan bergerak" titahnya yang mendapat decakan dari si lawan bicara. Ya kali, Jeno pikir jisung tahanan apa sampe di suruh jangan bergerak.
"Berbalik!" Titahnya lagi, yang anehnya jisung nurut aja gitu. Padahal kan dia lagi kesel sama ni orang.
APA!? ingin jisung meneriakkan kata itu saat mata mereka bertemu kembali. Tapi apalah daya jisung. Diakan gengsi buat ngomong duluan.
"Jie aku—"
"Eh ciiiill" jisung berteriak saat melihat seseorang yang dikenalnya melewati lapangan basket dengan setumbuk buku di tangannya. Gadis itu berhenti lalu menilik siapa yang memanggilnya di balik pintu geser itu.
Jisung berlari meninggalkan Jeno. Dirinya enggan mendengar sepatah kata penjalasan apapun yang keluar dari mulut lelaki itu. Ia takut jatuh keperangkap hati orang itu lagi. Lalu sakit hati lagi.
"Sini gue bantuin"
"Ih tumben"
Desahan lolos saat rencana meminta maafnya kembali gagal. Apalagi matanya merekam dengan jelas saat jisung mengambil tumpukan buku dari tangan gadis itu. Ia menyesal karena pernah tidak sengaja mengacuhkan Manusia kesayangannya itu.
Apa banyak yang terjadi saat dirinya tidak ada disamping jisung?
Lamat pandangannya tak teralihkan meski manusia beda usia yang dilihatnya telah lanyap menghilang dari atensi matanya. Tak menghiraukan tepukan di punggungnya tak juga repot menoleh guna menilik siapa pelaku yang menepuk punggungnya.