Aku berjalan dengan kepala menunduk. Jantungku berdegup ketika langkah kakiku makin mendekati pintu kelas. Aku memang selalu menjadi yang pertama tiba di kelas. Aku ingin menikmati suasana sepi yang melenakkan. Sepi adalah teman setiaku yang tak akan pernah menyakitiku sampai kapanpun.
Dan impianku bisa menikmati kesepian ini terpaksa buyar karena sosok tinggi tegap Erlangga yang sudah bersandar di dekat pintu masuk. Tangannya bersedekap dan bibirnya mengukir senyum yang amat manis di mataku. Ya Tuhan, sepagi ini jantungku sudah dipaksa berolah raga hanya dengan menatap senyum manis milik Erlangga.
"Pagi Ei." Sapa nya dan membuntutiku menuju tempat duduk.
Aku menoleh sekilas dan mengangguk. "Pagi Er." Balasku gugup. Keningku mengernyit ketika melihat Erlangga meletakkan tasnya di bangku tepat di depanku.
"Kok tas nya ditaruh disitu?"
Erlangga melirik tas nya dan terkekeh. "Mulai hari ini aku duduk disini."
"Hah? Terus Eryx gimana? Terus ini kan tempat duduknya Cindy. Nanti dia..."
"Mulai hari ini, Cindy pindah ke tempat dudukku sebelumnya. Terus aku disini sama Eryx."
Aku masih menganga. Kenapa tiba-tiba dia pindah ke tempat ini?
"Tapi, kok tiba-tiba?"
Erlangga tersenyum sambil mengedik. "Biar gampang bikin kelompok. Juga biar gampang aja ngobrol nya."
Jantungku jumpalitan tak keruan. Ucapan Erlangga memiliki banyak arti tersirat jika menurut pemahamanku. Tapi yang pasti, sepertinya bukan aku yang di maksud lelaki itu.
Aku hanya mengangguk dan mulai meletakkan tas ku, lalu tak lama kemudian kubaringkan kepala di atas tas. Jujur aku mengantuk. Aku butuh sejenak waktu untuk melelapkan diri sebelum memulai sekolah hingga sore menjelang nanti.
Aku terbangun ketika bel mulai berbunyi, dan ketika aku menegakkan kepala, sudah ada Erlangga yang tengah mengobrol bersama Klarisa. Mereka tertawa, seperti asyik mengobrol sesuatu. Selelap apa aku sampai-sampai tidak menyadari kalau suasana kelas sudah seramai ini?
"Hei, udah bangun?" Klarisa yang pertama kali menyadari aku telah bangun segera menyapa dan berpindah tempat duduk.
"Aku lama banget ya tidurnya? Untung ada bel, jadi bisa kebangun."
Klarisa menyodorkan sekotak jus mangga untukku setelah mencobloskan sedotannya. "Nggak apa-apa. Kan nggak ada larangan tidur selama bukan jam belajar. Ngantuk banget ya? Abis ngapain tadi pagi?"
Aku berterima kasih pada Klarisa ketika menerima sekotak jus tersebut dan menyesapnya perlahan. "Tadi pagi abis nyapu rumah sama bersih-bersih."
Klarisa menghela napas. "Kapan sih kamu bisa bodo amatan, Ei? Nanti aja dikerjainnya pas pulang sekolah. Toh rumah kamu nggak akan lari cuma gara-gara kamu nyapu nya ditunda."
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Seandainya saja bisa. Aku pasti akan dengan senang hati melakukannya. Namun terkadang, jika aku berani menunda tugas, sepulang sekolah, aku akan semakin kelelahan karena amukan kakakku yang marah karena aku tidak tahu diri dengan membantu berberes rumah setelah menumpang gratis dirumahnya.
Untung saja guru mata pelajaran kesenian hari ini sudah masuk, jadi Klarisa menahan diri untuk mengoceh lebih panjang.
Ketika pelajaran tengah berlangsung, aku merasakan ada getaran di ponselku yang kumasukkan ke dalam saku rok seragamku. Aku menggigit bibir. Cemas menerka apakah itu SMS dari kakakku yang marah atau mungkin mengabari hal penting. Maka dengan memberanikan diri, aku lantas menengok ke arah guru yang sedang menjelaskan sesuatu. Cukup yakin kalau guru tersebut tidak akan memergokiku bermain ponsel, aku lantas membuka ponselku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi atau Kembali?
RomanceBASED ON TRUE STORY. Banyak orang bilang, pertemuan adalah sebuah takdir. Jika banyak orang yang mengasumsikan hal itu, apakah pertemuanku kembali dengan Erlangga bisa disebut sebagai sebuah takdir? Lantas, apakah aku harus pergi, atau aku harus kem...