Dia, Bumi.

13 7 12
                                    

Selamat membaca...

Dia, Bumi Pratama Sadewa. Pria dengan wajah tampan dengan alis tebal dan rahang yang tegas nyatanya memiliki nasib yang tidak sebaik fisiknya. Seorang pendiam dan tertutup menjadikan nya berbeda di pandangan orang-orang dan sekitarnya. Mereka menganggap bahwa Bumi adalah sesuatu hal yang harus dijauhi.

Hari ini merupakan tahun ajaran baru di SMA CENDANA PRATIWI. tidak ada yang berubah, semua masih sama. Menganggap Bumi hanyalah seorang transparan yang tidak pernah ada. 2 tahun mengemban pendidikan disana, nyatanya membuat mental dan batin nya semakin buruk. Pembullyan dan perundungan yang selalu dia rasakan hanya bisa dia tutup dengan keterdiamannya. Rasa sakit di sekujur tubuh dan lebam yang selalu membekas membuat nya semakin tertutup.

Rasa takut kian kali menggerogoti hatinya saat menginjakkan kaki nya di SMA CENDANA PRATIWI. bayangan yang terlintas selalu hal yang menyakitkan, dimana letak ketenangan? bahkan untuk sekedar berbicara badannya bergetar hebat menahan takut.

Harapan demi harapan selalu ia nantikan di setiap harinya untuk mendapat sebuah keadilan. Saat, harapan terakhir yang ia tanamkan pada orang tuanya yang akan membantu dan membela nya, nyatanya harus pupus saat mendengar kabar perceraian orang tua nya yang sangat dia hormati.

Sejak awal memang seharusnya dia tidak berharap banyak pada siapapun, kehilangan peran orang tua sudah lama dia rasakan lantas bagaimana dia bisa berharap pada mereka? Banyak hal yang ia korbankan untuk membuat kedua orang tua nya bangga nyatanya hanya suatu hal yang sia-sia. Jika sudah begini? Harapan apa yang akan dia tunggu?

Bahkan dunia seakan berkata "Menyerahlah kamu tidak akan sanggup"

Disinilah cerita di mulai, cerita yang akan menguras emosi dan air mata.

Matahari sudah menunjukkan kehadirannya, burung-burung mulai berkicau merdu. Seorang laki-laki sudah terlihat rapi dengan seragam yang melekat di tubuhnya, rambut yang klimis menandakan bahwa dia adalah siswa yang teladan.

Kakinya melangkah menuruni beberapa tangga, matanya menyusuri setiap sudut rumah yang terlihat sepi, hanya hembusan nafas yang keluar dari mulutnya. Ia melanjutkan langkah nya keluar dari rumah yang tampak tidak seperti rumah itu. Mengeluarkan sepeda nya dan mulai mengayuh dengan pelan kebetulan masih terlalu pagi untuk berada di sekolah, jadi tidak masalah jika ia mengayuh sepeda nya dengan santai. Setidaknya, ia ingin menikmati jalanan di ibu kota itu tanpa bisikan bisikan memuakkan dari beberapa manusia. Tak terasa, 15 menit berlalu kini ia sudah tiba di sekolah nya, sekolah yang terkenal dengan pembullyan dan perundungan nya, namun tidak ada yang bertindak terlebih sang pelaku ialah anak pemilik sekolah, semua orang seakan menutup mata dengan hal yang terjadi setiap harinya.

Bumi menatap gerbang tinggi dihadapan nya, sejujurnya ia takut, takut untuk sekolah. Tapi, ia tidak punya tujuan lain. Akhirnya ia memarkirkan sepeda nya dan berjalan lurus masuk ke kelas nya. Namun, langkah nya tidak semulus yang ia kira selalu ada hambatan dalam setiap langkah..

Brakk

"wopssieee..." seorang gadis dengan rambut warna-warni itu menabrak Bumi dengan keras hingga tas nya terlempar ke sembarang arah. Sementara dua gadis lainnya hanya tertawa renyah melihat sahabatnya membully murid yang aneh itu.

Seluruh murid berkumpul menyaksikan kejadian itu, tidak ada yang menegur nya. Hei, mereka tidak seberani itu jika harus melawan ratu bully yang sayangnya merupakan anak dari kepala sekolah. Jikapun mereka berani, mereka tidak akan mau membela murid aneh itu.

"Maaf ya Bumi, gw gak sengaja nabrak lo" Ucapnya dengan raut sedih yang dibuat-buat. Bumi hanya diam, melihat itu gadis tersebut menggeram marah, tangan nya terkepal, siapa yang berani mengabaikan Roseanne Wijaya? Melihat Bumi berjalan ke arah tas nya yang terjatuh, membuat Anne melirik sinis. Ia berjalan mendekat ke arah Bumi lalu dengan sengaja menginjak tangan Bumi yang berada di lantai.

"A-anne hentikan" Suara Bumi tertahan, tangannya terasa patah dan panas saat di injak oleh Anne. Semua orang tertawa melihat Bumi tampak kesakitan yang membuat Anne begitu puas. Ini adalah makanan sehari-hari untuk mereka.

Anne menatap tajam ke arah Bumi, ia menundukkan sedikit badannya dan mencengkram kuat rahang Bumi tanpa melepaskan injakan nya pada tangan Bumi.

"Dengerin gw baik-baik Bumi Pratama Sadewa, lo itu cuma benalu dan manusia aneh, lo itu gak pantes sekolah disini, inget baik-baik ini" Anne berucap sembari mengencangkan cengkraman nya.

"LO LEBIH BAIK MATI! karena apa? karena lo ga berguna, lo itu cuma beban, lo gak ada harganya." Lanjutnya dengan melepaskan cengkraman pada rahang Bumi dengan kuat dan menekan sebentar injakan kaki nya. Kemudian menjauh dari tempat itu bersama kedua temannya.

"seperti biasa guys, lempari losser itu dengan sampah." Teriak Anne sebelum benar-benar menghilang dari tempat nya.

Sorakan dan lemparan sampah membuat Bumi muak, pipinya merah begitupun tangan nya yang terlihat membiru. Namun tidak ada yang peduli, mereka hanya bisa menghakimi. Ia benci pada dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat banyak.

Tersisa lah dia sendiri disana, semua orang sudah memasuki kelas nya saat mendengar bell masuk. Penampilan nya berantakan dan bau, tidak mungkin ia masuk kelas dengan keadaannya begini. Ia mengambil tas nya dan berjalan ke toilet guna mengganti baju dan memperbaiki penampilan nya yang buruk itu, biarlah dia bolos di pelajaran pertama bukankan itu sering terjadi?

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang