Bukan kenapa-kenapa sih. Aku nggak mau aja pantatku yang masih perjaka dan indah disodok begitu aja pakek kontolnya Sean. Tadi, waktu kami mandi bareng di ruang bilas, aku melihat kalau kontolnya itu lumayan... besar. Maksudku, dia kan turunan bule. Kebanyakkan bule yang pernah telanjang di depan mataku, kontolnya memang besar-besar. Coba bayangkan, lubang pantatku yang kecil begitu dimasukkan kontol sebesar terong belanda. Aku nggak bisa membayangkannya. Meski kata teman Skukova yang botty itu rasanya enak sekali. Seperti sedang berada di dunia fantasi Unicorn.
Aku nggak suka Unicorn. Aku nggak mau disodok. Yah, mungkin sih.
Sean mengajakku ke gedung belakang sekolah. Di taman bunga, di sudut sebelah kanan ada gudang perawatan tanaman. Kami masuk ke dalam sana. Suasananya lumayan gelap. Satu-satunya cahaya yang menerangi tempat ini hanya dari ventilasi yang ada di atas pintu. Walau begitu, aku tetap bisa mengobservasi tempat ini. Auranya nggak menakutkan, meski lumayan berdebu dan seperti gudang penuh setan. Di tengah-tengah ruangan ada meja besar, di atasnya ada alat penyiram tanaman yang kayak di film jaman dulu itu. Aku nggak tahu apa namanya. Dan aku juga nggak punya niat untuk nanya hal itu ke Sean.
Masih dengan perasaan bingung, juga takut—atau excited—aku berdiri di depan pintu yang sudah tertutup. Sean masih saja memandangi wajahku. Membuatku malu. Aku nggak suka ditatap lama-lama, jengah rasanya. Aku seperti sedang dinilai. Atau dihakimi karena hidup di dunia ini dan menuh-menuhin bumi aja. Sebab itulah, aku yang memulai langkah pertama. Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa melakukan hal ini. Mungkin film-film bokep gay yang sering aku tonton akhirnya membawa dampak yang baik.
Aku mencium bibir Sean. Lembut, aku nggak mau dia mengira aku terlalu horny atau apa. Walau kenyataannya, aku memang sangat horny sekarang. Aku saja bisa merasakan precum telah membasahi seluruh celana dalamku. Pulang dari tempat ini, aku harus mencuci sendiri celana dalamku, dan juga seragamku yang kini dipenuhi keringat. Keringat horny yang baunya aneh. Nggak kayak keringat habis lari keliling lapangan. Aku juga baru tahu kalau bau keringat itu beda-beda.
Oh, kenapa aku malah membahas soal keringat? Tadi aku lagi ngapain?
Ah, Sean membalas ciumanku. Dia melumat bibir atasku, seakan-akan itu adalah permen paling manis dan kenyal sedunia. Aku menggigit bibir bawahnya, menghisapnya hingga masuk ke dalam mulutku. Sean mendesah. Jenis mendesah yang meminta lebih. Aku pun melakukannya, kuhisap lidahnya, hingga kulilit dengan lidahku sendiri. Ciuman kami kali ini nggak mirip dengan ciuman-ciuman kami sebelumnya. Yang ini lebih mengarah ke... seks.
Atau ngentot. Bahasa jalangnya.
Tangan Sean mulai turun dari wajah ke leherku. Dia menggosok-gosokkan ibu jarinya di jakunku sebentar sebelum akhirnya membuka kancing seragamku satu persatu. Nggak mau kalah, aku pun melakukan hal yang sama. Kubuka kancing seragamnya satu persatu. Dari bagian atas hingga bagian bawah. Pelan, seperti sedang menebak jawaban UN. A-B-C-D-E, A-B. Terbuka. Seluruh kancing bajunya telah terbuka. Jawabannya B. Dengan kaus tanpa lengan di bagian dalamnya. Membalut tubuh rata Sean, yang by the way, tercium seperti buah jeruk. Dan juga sabun yang tadi dia pakai.
Sean melepaskan ciuman kami. Dia menatapku sebentar, tangannya yang lembut itu menelusuri dada telanjangku. Matanya yang besar terlihat begitu antusias. Seperti anak kecil yang nggak sabar ingin memainkan mobil barunya. Aku mendekat, membantu Sean membuka kaus tanpa lengannya, menjadikan kami berdua topless. Hanya celana kami saja yang masih membalut kaki.
Kurebahkan tanganku di atas pundaknya yang kecokelatan, mirip Cokelat Delfi. Kuturunkan jari tanganku ke bagian atas putingnya, yang di sekitarannya tumbuh bulu-bulu halus. Tumbuh malu-malu di sana. Nggak lebat, terlihat sangat seksi. Kuturunkan lagi jariku hingga ke pusarnya. Bisa kulihat bulu-bulu yang ada di bagian bawah pusarnya meremang. Aku menagangkat pandanganku dan menatap Sean yang telah memejamkan matanya. Perlahan tapi pasti, dengan jantung yang berdegup kencang, menggigit bibir karena gugup, aku membuka kancing celananya. Menurunkan reseleting celananya pelan-pelan. Menatap sebentar merek celana dalamnya. Calvin Klein. Karetnya warna putih, bahannya hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ngaco
Teen FictionHello, RF here. Di daftar Prositusi Online, RF itu sejam-nya 60 juta. Ada yang mau sama saya? Call asisten saya, ya. Namanya Tante Mysakonla. Hihihihihi. No, honey. Saya datang ke sini bukan mau menjajakan diri. Saya RF. Rendi Fujoshi. Meski saya Fu...