bab 2.

321 28 2
                                    

memang sudah kebiasaan kaum wanita jika akan berpergian ke suatu tempat tidak lupa untuk mempercantik diri sama halnya dengan wanita yang satu ini, ia sedang mempercantik dirinya tepat di depan cermin dia tersenyum melihat hasil yang memuaskan polesan make'up di wajahnya sudah sempurna,dan sekarang tinggal tugasnya untuk keluar kamar dan bertemu kedua orang tuanya di bawah.

"Ponsel sudah, penggaris sudah, apa lagi ya?" wanita itu mengetuk dagunya memikirkan apa saja yang kurang.

"Aku rasa sudah cukup, yah kalau ketinggalan biar lah aku malas mengingat semuanya" ucapnya acuh dan segara berjalan keluar dari kamarnya.

Saat akan menuruni anak tangga dia berpas-pasan dengan sepupu dan adik perempuanya yang akan menuruni anak tangga juga.

"Selamat pagi my older sister" ucapnya barengan.

Wanita itu hanya menganguk membalas sapaan selamat pagi dari sang adik dan sepupunya, dia sudah terlalu bosan mendengar sapaan seperti itu setiap hari.

"Dasar es batu" batin si adik.

"Untung kakak dan abangku tidak seperti kakak dingin ini" batin sepupu yang merinding saat menatap sorot mata yang tajam di hadapannya.

Wanita cantik itupun meninggalkan si adik serta sepupunya begitu saja.

"Mina kau lihat itu kakamu eyy dingin sekali kaya es batu"

"Apa kau baru tahu dia seperti itu?" Jawabnya.

"Hmm...apa kakakmu itu masih belum bisa move on sama mantannya?"

"Aku tidak tau, dan tidak mau tau!" jawabnya acuh dan bejalan menuruni anak tangga.

"Selamat pagi pah mah" sapanya mencium pipi papah dan mamahnya.

"Selamat pagi juga sayang" balasanya barengan.

Wanita cantik itu pun duduk dengan tenang di samping mamahnya, tanganya mengambil 1 lembar roti tawar dan mengoleskan selai strobery kesukaanya.

"Selamat pagi papahku mamaku yang paling tampan dan cantik sejagat raya ini" ucapan si anak bontot mendramatis.

"Pagi juga sayang"

Mereka semua duduk dengan tenang dan memulai sarapannya, tidak ada yang berbicara karena dalam keluarganya ini ada peraturan nya yaitu jika sedang makan tidak ada yang boleh ngomong sedikitpun.

Beberapa menit kemuadian mereka pun selesai dengan sarapan paginya.

"Sayang apa kamu yakin ingin mengajar disana?" Tanya si papah kepada anaknya.

"Iya pah, sayang juga kalo di tolak tawaran itu" jawabnya

Si papah menatap anak sulung nya khawatir, dia takut jika anaknya tidak kuat mengajar di High School yang mana sekolahan itu semua muridnya pada bandel.

"Papah tenang aja tidak perlu khawati biar aku yang urus semuanya" ucapnya menenangkan si papah.

"Kenapa mbak gak masuk di sekolahan aku saja?" Tanya sang adik.

"Tidak! sekolahanmu itu perempuan semua"jawabnya.

"Ih dasar pedofil"

"Lagian kan sekolahanmu itu sudah banyak gurunya, mana bisa mbak masuk kesana" sambungnya cepat karena mengerti akan tatapan sang adik yang menghunus matanya.

"Ohh...gitu" jawab nya acuh.

Ketiga orang yang menyimak pembicaraan adik kaka itu hanya terkekeh pelan, memang sudah biasa adik kaka itu selalu berdebat kecil setiap pagi, ini debat kecil ya bukan debat seperti lempar piring atau kursi, itumah bukan debat namanya melaikan perang di dalam rumah.

My Littie Husband ~ JeongsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang