7: setelah satu minggu

152 26 6
                                    

✎ ⋆ ˚ • ⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆ ˚ • ⋆

"Kram, bentar. Ini harusnya dikali bukan ditambah."

"Lah, tadi perasaan bentuknya plus? Masa dia tiba-tiba muter sendiri, sih?"

"Istirahat dulu, deh. Kayaknya lo udah nggak fokus."

Seminggu sudah berlalu sejak mereka memutuskan untuk belajar bersama di perpustakaan selama satu jam setengah tiap pasca bel pulang. Tidak setiap hari; hanya ketika ada PR yang perlu dikerjakan. Krama mana mau merepotkan Rana lebih dari itu.

Biasanya waktu istirahat yang tak seberapa itu Krama habiskan untuk bermain game di ponsel. Tapi kali ini, Krama menumpuk lengannya di kosen jendela yang mengarah pada lapangan rumput Smagada yang luas. Lelaki itu termenung begitu saja di sudut, mengamati siswa ekstrakurikuler sepak bola bermain di luar.

Rana memerhatikan Krama. Lalu begitu saja, Rana kilat membuka sebuah aplikasi di iPad yang ia sandarkan di antara pangkuan dan tepi meja. Lincah, tapi pasti, tangan kiri Rana bergerak membubuhkan garis demi garis pada layar, menyerupai pemandangan yang sedang ia saksikan.

Dengan intensitas temu mereka yang akhir-akhir jadi lebih sering, Rana cukup jarang mendapati Krama diam saja. Lelaki itu tidak bisa diam, kecuali kalau sedang tidur. Mengerjakan PR saja Krama terkadang menepuk-nepuk meja untuk mendukung irama senandungnya.

Kemudian kini, apakah Krama sebatas melamun? Atau ada sesuatu yang sedang berputar di kepalanya? Rana bertanya-tanya saat berusaha menggambarkan sorot mata lelaki itu di layar iPad-nya.

"Hobi lo apa, Ran?" celetuk Krama tiba-tiba. Tangan Rana berhenti kaku.

Rana mematikan iPad, berdeham. "Hobi?" ulangnya. "Emm ... "

Krama beralih padanya, menanti. "Buat seukuran ranking satu di kelas yang cepet jawab kalo ditanya semua guru, kenapa jawab hobi doang lo lama banget mikirnya?" Seringai jenaka melengkung di bibirnya. "Nggak gue nilai, kok, Ran."

Rana meringis sekilas. "Emm ... nggak pernah gue pikirin ... soal hobi."

Alis Krama naik. "Bisa gitu, ya?"

"Bisa aja."

Krama mendecak halus. "Masa sih kerjaan lo belajar doang? Kalo lagi capek, lo ngapain?"

Rana tidak menjawab. Tanpa sadar kuku jari tangan kirinya saling menggaruk. Sebenarnya ada satu jawaban yang muncul, bahkan sejak pertanyaan pertama Krama, tapi ...

"Lo bukannya suka ngegambar?"

"Eh?" Rana tersentak. "Oh, yang waktu di rumah gue itu ya? Hahah, itu mah coret-coretan iseng aja..."

Sementara Krama tiba-tiba merogoh tasnya, jantung Rana entah mengapa berdebar bukan main. Kenapa Krama tiba-tiba mengungkit soal menggambar? Rana lebih terperenyak lagi saat Krama menunjukkan sehelai kertas yang harusnya sudah musnah dari muka bumi ini, bukannya berakhir di tangan laki-laki itu.

where our hearts meetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang