Ungkapan

959 178 26
                                    

_MINE_

Malam hari. Sepulang Chika dari cafe dimana dia tadi berkumpul, dirinya langsung memilih membersihkan diri dan tidur. Tidak membuka ponselnya yang sudah dinonaktifkan sejak sore hari tadi. Chika terlalu lelah.

Pagi telah kembali. Burung berkicau menyambut pagi hari. Cahaya masuk ke dalam kamar Chika melewatu jendela yang telah dibuka lebar oleh sang Ayah. Chika terusik akibat hal itu. "Eennguhh~ ayah," panggil Chika.

"Bangun Chika udah pagi. Kata kamu semalem ada janji sama dia pagi ini," kata Ayah Chika.

"Iya ayah," sahut Chika masih setengah sadar. Ayah Chika menggeleng melihatnya. Setelah itu ia keluar dari kamar sang anak, merasa tugas untuk membangunkan anaknya sudah selesai. Chika menggeliat. Matanya mengerjab menatap kosong, balkon kamar yang terbuka lebar ulah ayahnya. Chika ingat, dia belum menyalakan ponselnya sedari sore kemarin.

Tangannya mengambil ponsel yang terhubung dengan cas di atas nakas. Chika menyalakan data ponsel miliknya. Menunggu sekitar beberapa detik untuk memproses ponsel data yang di gunakan. Puluhan chat dan juga panggilan masuk tak terjawab dari Zeefran sore kemarin. Matanya membulat. Dia baru ingat jika kemarin mempunyai janji dengan Zeefran untuk bertemu. Dan dia juga lupa untuk memberitaukan Zeefran jika kemarin dirinya tak bisa datang karena ada urusan penting.

Chika mengirimkan beberapa pesan permintaan maaf karena kemarin dirinya tak bisa memenuhi janji. Tak hanya itu Chika juga berusaha menelpon Zeefran, tapi sayang ponsel Zeefran tidak aktif. Chika memukul kepalanya, merutuki kebodohannya yang lupa tidak memberitaukan kepada Zeefran. Dia jadi merasa tak enak pada Zeefran. Kemarin adalah hari pertama kali Chika mengecewakan Zeefran.

Zeefran terbaring lemah di atas ranjang miliknya di rumah. Suhu badannya naik dratis. Dia terserang demam setelah malam tadi badannya menggigil. Sayang sekali Zeefran sendirian di rumah. Dia yatim-piatu. Orang tuanya mengalami kecelakaan saat melakukan perjalanan menuju rumah nenek dimana hari itu adalah hari kematian neneknya. Saat itu Zeefran masih berumur delapan tahun. Zeefran juga ada dalam kecelakaan itu. Di hari itu dia yang masih setengah sadar harus menyaksikan kedua orang tuanya yang berlumuran darah dengan kondisi nyawa yang sudah tiada.

Di satu hari yang sama, dia harus kehilangan nenek serta kedua orang tua nya, saat umurnya masih berumur 8 tahun. Setelah kejadian itu, dia tinggal sendiri di rumah peninggalan kedua orang tuanya dengan dibekali harta warisan. Dia dibantu tantenya yang cukup baik dalam mengelola kebutuhan Zeefran setiap harinya, juga pendidikan Zeefran sampai dirinya lulus kuliah di S1.

Tok tok tok~

Mendengar suara pintu rumahnya yang sudah beberapa kali di ketuk membuat Zeefran mau tak mau harus bangun dari posisi tidurannya. Meski rasa pusing dia rasakan, Zeefran tetap memaksakan diri untuk bangun. Dengan langkah tertatih dan tubuh yang terbalut selimut Zeefran membuka pintu rumahnya. Dia cukup terkejut melihat kehadiran Chika dipagi hari di depan pintu rumahnya. Seketika Zeefran mengingat kejadian kemarin yang membuat dadanya terasa nyeri kembali.

"Pagi Zeefran. Emm... aku mau ngomong," kata Chika dengan senyum yang dia tampilkan merasa bersalah.

"Ga perlu, aku sibuk," ketus Zeefran dengan suara seraknya.

"Muka kamu pucet banget, kamu sakit?" Tanya Chika khawatir yang baru menyadari penampilan Zeefran.

"Bukan urusan kamu." Zeefran hendak menutup pintu rumahnya, tapi Chika dengan cepat menahannya.

"Tunggu! Aku mau ngomong."

"Ngomong apa Chika? Ga ada yang harus kita omongin lagi," lelah Zeefran.

"Aku, minta maaf soal yang kemarin. Aku ga bisa dateng ke taman kota. Aku lupa ngabarin kamu kemarin. Aku, minta maaf Zeefran," sesal Chika. Zeefran hanya menatap datar dengan mata memerah. Entah itu karena menahan tangis atau efek suhu badannya yang masih panas.
"Aku nungguin kamu kemarin. Dari sore hari, sampai malem sekitar pukul delapanan Chika. Di saat hujan terus mengguyur tubuhku dengan teganya. Aku tetep nungguin kamu buat dateng. Entah berapa puluh kali aku ngehubungin kamu, tapi apa? Kamu ga ada respon sama sekali," jelas Zeefran. Chika bisa merasakan ada rasa sakit di setiap kata yang Zeefran lontarkan.

"Maaf, a-aku semalem-"

"Keluar sama lelaki lain. Aku tau. Aku memang ga penting. Harusnya aku paham itu. Harusnya aku, ga perlu nyimpen rasa ini. Harusnya aku, ga perlu berharap lebih pada hubungan pertemanan kita untuk berubah menjadi status yang lebih. Harusnya aku, tau... kalau kamu dan aku, ga akan pernah menjadi kita," kata Zeefran. Kini dia bersandar dikusen pintu untuk membantu menopang tubuhnya yang lemas.

"M-maksud kamu?"

"Aku suka sama kamu, Chika. Aku cinta sama kamu. Aku, sudah dengan lancang memilih kamu untuk di tempatkan di hati kecilku. Maaf soal hal ini. Rasa ini hadir tanpa bisa aku kendaliin. Aku minta maaf. Aku kemarin sebenernya mengajak kamu ke taman kota karena ingin mengungkapkan rasa ini Chik. Tapi keadaan tak berpihak. Kamu tak hadir kemarin. Aku cuma mau bilang, kalau aku cinta sama kamu, Chika. Aku ingin kamu menemani hari-hari ku sampai nanti hari tua menghampiri," lanjut Zeefran.

"Zeefran, maaf. A-aku, a-aku-"

"Sayang," panggil seorang lelaki. Zeefran melihat sosok lelaki yang kini ikut menghampiri mereka. Lelaki ini adalah lelaki yang bersama Chika malam kemarin. Lelaki yang dengan berani mencium pipi Chika. "Lama banget, aku nungguin kamu loh."

"D-dia siapa Chik?" Tanya Zeefran dengan lemas.

"Kenalin mas. Saya, Christan. Pacar Chika, calon suami Chika." Lelaki yang bernama Christan itu memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan pada Zeefran.

"S-saya Zeefran. Teman Chika," balas Zeefran dengan tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering. Dadanya nyut-nyutan mendengar fakta bahwa lelaki itu adalah calon suami Chika. Jadi selama ini tanpa Zeefran ketahui, dia telah lancang jatuh cinta pada gadis yang sudah bertuan?

"Tangan mas panas, mas demam?" Tanya Christan.

"Itu tidak penting," jawab Zeefran, "Oke, aku paham sekarang Chik. Kamu sekarang bisa pulang. Aku harus istirahat. Maaf." Zeefran menutup pintu rumahnya dan menguncinya, lalu luruh begitu saja sambil bersandar di pintu. Zeefran menangis dalam diam. Merutuki kebodohannya selama ini.

Sedangkan di luar Chika masih mengetok-ngetok pintu rumah Zeefran. Dia masih ingin berbicara dengan Zeefran. Air matanya ikut luruh, merasa sangat amat bersalah. "Udah, kita pergi dari sini ya. Mungkin temen kamu butuh istirahat," kata Christan memberi pengertian. Chika dengan perasaan tak rela kini harus meninggalkan pekarangan rumah Zeefran. Dia akan berusaha mencari waktu untuk meminta maaf lagi kepada Zeefran.



















Up malem malem.

Aturan gua up seminggu sekali aja apa ye.

Dah gitu aja, maap buat typo

Only Today [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang