Kenyataan Pahit!

960 94 7
                                    

Akhirnya penantian mereka pun berakhir dengan bersamaan pintu yang di buka oleh dokter.

Terlihat sekali raut kelelahan dan peluh yang bercucuran.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Arya dengan keadaan luka yang sudah di perban dan terlihat raut datar, tapi jika di lihat lebih dekat wajahnya menunjukkan rasa khawatir.

"Beruntunglah pasien dapat bertahan walaupun sempat mengalami kejang-kejang untuk sekarang pasien kekurangan darah dan kritis," paparnya membuat mereka sedikit lega mendengarnya namun tetap saja mereka tetap cemas dengan keadaan Varo.

"Ambil darah saya saja dok," ujar Arshan membuat semua orang menatap ke arahnya.

Arshan ingat jika golongan darahnya sama dengan Al, jadi ia akan mendonorkan darahnya untuk menebus rasa bersalahnya selama ini dengan Al.

"Baiklah kalau begitu, mari ikut saya," ujarnya dan di ikuti oleh Arshan.

Dan di sinilah Arshan sekarang sedang terbaring di brankar dengan menatap ke arah sebelahnya, yaitu wajah adeknya yang masih menutup mata.

Tak lama kemudian senyum tipis mengembang di wajahnya, ia membayangkan ketika adeknya sudah bangun maka ia akan menumpahkan rasa kasih sayang dan berjanji untuk membuat senyum adeknya mengembang setiap hari.

Mau sebenci apa pun dirinya tetap saja ia tidak melupakan jika Al adalah adeknya, ia memang sempat kecewa kepada adeknya yang membuat seseorang meninggal.

Namun, mau bagaimana lagi itu sudah terjadi dan berlalu, ia tak bisa untuk selalu mengabaikan Al dan membencinya.

Saat ini Arshan menyesal telah mengabaikan adeknya saat di hina dan mendapatkan kekerasan, ia sungguh sangat menyesal sekarang.

"Maafin Abang dek," lirihnya menatap sendu ke arah adeknya.

"Maaf, karena Abang sangat tidak berguna untuk memerankan sosok Abang yang baik untuk mu," lirihnya dengan air mata yang meluncur begitu saja.


°°°

Sudah tiga hari lamanya Varo tetap setia menutup mata indahnya.

Dan selama itu pula anggota keluarga akan selalu datang untuk melihat keadaannya.

Semakin lama mereka semua menyadari kesepian saat sosok ceria ini sedang terbaring lemah seolah tidak mau untuk bangun dari tidur panjangnya.

Saat ini Arshan sedang duduk di kursi samping brankar yang Varo tempati.

Ia sedari tadi menatap dalam wajah damai Varo dan menggenggam tangan Varo yang tidak di infus.

Sementara keluarga lainnya sedang melaksanakan kesibukan masing-masing.

"Kapan kamu akan bangun Varo, sudah cukup kamu menyiksa Abang," tuturnya dan mengecup kening Varo dengan sayang.

"Abang tinggal sebentar dulu ya," pamitnya walaupun ia tau Varo tak membalasnya.

Setelah itu ia bangkit pergi untuk membeli beberapa makanan.

Tak lama kemudian, seseorang yang di nanti pun akhirnya bangun dari tidur panjangnya.

"Eunghh sshhh..." lenguh Varo dengan perlahan membuka netra indahnya di sertai ringisan karena tangannya yang terasa berdenyut sakit.

Varo mengerjapkan kedua matanya untuk membiaskan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.

Setelah kesadarannya terkumpul sepenuhnya Varo pun menghela nafas lelah.

"Rumah sakit, apa gw sudah kembali dalam raga asli gw sendiri?" gumamnya dengan tersenyum manis.

"Ya, gw yakin pasti yang lalu itu hanya mimpi yang menyeramkan, mana mungkin gw mengalami tranmigrasi di novel-novel, heh itu semua konyol," ocehnya dengan penuh percaya diri dan tersenyum manis.

Tranmigrasi AlvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang