"Kau terlihat aneh hari ini".
Aku berjengit kaget saat mendengar suara wanita. Menolehkan kepala, aku mendapati wanita yang di panggil ibu oleh anak-anak itu tengah berdiri di pintu balkon, memandangiku. Terlihat dari matanya yang menyipit, sepertinya ia menyadari sikap anehku.
Canggung sekali rasanya. Aku menggaruk belakang kepalaku tak gatal. Tidak terbiasa berinteraksi dengan wanita manapun -kecuali pekerjaan- membuat ku bingung harus bicara apa padanya.
Lalu kulihat dari ekor mataku, wanita yang tidak aku ketahui namanya itu duduk di kursi, bersebelahan denganku.
"Hey, kau kenapa?". Tanya nya sembari menyentuh bahuku lembut.
Aku gelagapan, sungguhan gugup.
"A-aku tidak apa-apa. Sungguh".
Tatapan nya menyiratkan ketidak percayaan nya pada ucapan ku. Yah, bagaimana lagi. Ekspresi ku kentara sekali kalau aku gugup.
Setelah lama memandangiku dengan tatapan aneh, akhirnya wanita itu menyerah, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi. Dilihat dari samping, dia menjadi wanita paling cantik setelah ibuku. Wah pantas saja anak-anak itu tampan sekali. Ibunya saja cantik begini.
"Kenapa?".
Sial. Aku tertangkap basah tengah memandangnya. Eh? Tidak apa-apa kan? Dia kan istriku, jadi aku berhak memandangnya kapanpun, selama apapun.
Hm, istri ya?. Tanpa sadar aku terkekeh pelan karena pikiran ku yang konyol.
"Kau sungguhan aneh, Savian". Ucapnya lagi.
Seketika aku langsung terdiam. Aku tertangkap basah dua kali. Ugh, memalukan. Pasti wajahku sudah memerah kali ini.
"Aku hanya.. sedang pusing". Ucapku jujur, seraya mengusap pelan rambutku.
Wanita disampingku hanya mengangguk.
"Kupikir kau kehilangan ingatanmu".
Deg.
Tentu saja tidak.
Eh, tunggu?
Kalau tidak salah dengar, tadi dia memanggilku apa? Savian? Siapa Savian?.
Aku menoleh ragu, "S-siapa Savian?".
Kulihat kepalanya menoleh cepat, menatapku horror. "Jangan bercanda". Ucapnya sembari memukul bahuku lemah.
Kali ini aku yang mendadak merasa horror. Jadi, benar ya aku berpindah jiwa. Konyol sekali. Kalau aku perempuan mungkin aku akan mengurung diri di kamar dan menangis seharian.
Tapi daripada itu, aku tidak tahu kehidupan seperti apa yang 'pemilik asli' tubuhku miliki. Aku tidak tahu nama anak-anak itu, kecuali sibungsu yang bernama Ezio. Lalu wanita disampingku.
Argh!. Aku mencengkeram kasar rambutku. Merasa pening luar biasa.
"Savian, kau membuatku takut. Sungguh".
"Jangan memanggilku Savian!". Tanpa sadar aku membentak wanita di depanku. Lantas aku mengerjapkan mata saat sadar, ada setetes air mata yang turun dari mata cantik itu.
"Oh tidak, tidak. Jangan menangis. Maafkan aku". Aku kalang kabut.
Dengan segera kupeluk wanita yang kini tengah terisak pelan. Tangan nya bergerak memukul dada ku dengan lemah.
"Aku kesal padamu! Aku kan hanya bertanya, kenapa kau membentak ku!". Serunya terisak.
"Sshh shh, maafkan aku. Aku tidak sengaja. Sudah yaa, nanti kalau anak-anak dengar ibunya menangis. Bisa habis aku".
Kuusap punggung kecil itu, sebenernya aku tidak tahu cara menenangkan wanita yang tengah menangis. Tapi dulu sekali saat aku tengah bersedih, ibuku mengusap-usap punggungku, dan itu menenangkan sekali.
Wajahnya mendongak menatapku. Sesaat aku merasa terpana oleh kecantikannya. Namun buyar saat ia menarik kepalaku, dan mencium lembut bibirku.
Aku terkejut, jantungku seperti mau copot. Semuanya terasa baru dan mendebarkan. Bagaimana ini, aku masih perjakaaa huhu toloong!.
***
Plak!
"Ugh..".
Aku mengerjap pelan, saat mendapati tangan yang berada di atas wajahku. Kutolehkan wajahku kesamping, mendapati wanita yang semalam mencium bibirku tengah tertidur pulas.
Senyuman tipis terpatri di bibirku. Begini ya rasanya memiliki istri. Menyenangkan sekali.
Aku terkekeh senang lantas mengubah posisi tidurku kearah wanita itu, memeluknya erat yang langsung mendapat balasan.
Lalu melanjutkan tidur.
***
Melenguh pelan, aku merasakan sesak didada. Seperti ada yang menindihku. Apakah aku tertindih setan seperti di film-film horror yang ku tonton. Atau aku terkena serangan jantung. Ugh, yang terakhir sungguh menakutkan.
Perlahan aku membuka mataku yang masih terasa berat, lalu mendongak dan langsung menghela nafas saat melihat siapa yang menindihku.
Kuedarkan pandangan menatap kasurku yang sekarang terasa penuh sesak. Padahal semalam kasur ini terasa lega sekali.
Lenguhan kecil terdengar, sesaat setelah aku mengusap kepala bocah yang berada diatas badanku. Sibungsu Ezio masih terlelap dengan nyenyak, sementara mulutnya tengah mengempeng. Gemas sekali.
Sedangkan disampingku ada sisulung yang masih tidur dengan memeluk tanganku erat. Dan sitengah yang tertidur sembari memeluk ibunya.
Hangat sekali. Pendingin diruangan ini bahkan hampir tidak terasa, saking hangatnya. Atau hatiku yang menghangat. Aku tidak tahu.
Mulai saat ini aku akan mencoba menerima kehidupan baruku, walau sulit. Tapi aku akan berusaha. Aku ingin bahagia kali ini!.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BECAME IMPROMPTU FATHER
Ficción GeneralSepertinya aku mabuk. Bagaimana bisa aku berada dirumah orang lain? Aku mengerjapkan mata pelan, mencari kesadaran saat melihat tiga anak laki-laki berlari mendekat. "Ayah! Kenapa tidur disini? Memangnya tidak dingin?" Apa? Ayah? Yang benar saja! S...