POV1: Lian
Begitu aku kembali pada sadarku, kudapati tubuhku tenggelam di dalam perairan yang gelap. Begitu gelap hingga aku pun tak yakin apakah aku sudah membuka mata, atau masih terpejam. Tekanan yang kurasakan membuatku tak mampu bernafas, paru-paruku yang sesak terasa semakin panas seolah akan terbakar.
Aku tak bisa bergerak, semuanya kosong, tak ada yang bisa kuraih. Seperti membeku. Rasanya seperti tenggelam di lautan dalam tanpa dasar yang dingin.
"Lian..."
Sayup-sayup kudengar seseorang memanggil namaku. Dalam sesak yang nyaris menghanyutkanku, aku mengedarkan pandang. Namun tak ada siapapun.
"Lian..."
Barangkali suara perlahan semakin terdengar jelas itu dapat menolongku, maka aku menaruh harapan padanya. Dengan daya ku yang sudah tak seberapa, ku coba berenang naik ke permukaan untuk mencarinya. Namun seolah berujung pada kesia-siaan, aku hanya menemukan lapisan es tebal yang menghalangiku dari permukaan.
"Lian..."
Tapi suara itu terus menggema, terasa dekat, namun juga terasa jauh.
Aku berusaha memukul es itu dengan tanganku yang semakin membeku. Barangkali tenagaku yang tak seberapa ini, cukup untuk memecahkan lapisan es tebal tersebut.
Atau barangkali, bunyi pukulan itu cukup untuk menandakan bahwa aku ada di bawah sini.
Lalu saat ragaku sudah mencapai batas kemampuan untuk bertahan...
Saat mulai akan kehilangan kesadaranku lagi...
"krakk-"
Lapisan es tersebut pecah, tepat di atasku. Seketika cahaya matahari yang menyilaukan menyerbu retina tanpa ampun.
Lalu secepat kilat seseorang menarik diriku ke atas.
***
"HAAAH!!"
Lagi-lagi mimpi aneh yang tak berkesudahan sepanjang malam menjadi bunga tidurku. Meski begitu, aku merasa lega saat terbangun karena bisa bernafas dengan lega. Rasanya-rasanya tadi aku akan mati kehabisan nafas.
Kepalaku terasa pusing berputar-putar sesaat setelah membuka mataku. Rupanya efek hujan-hujanan tadi malam lebih parah dari yang kuduga, badanku juga terasa agak meriang.
Begitu aku bangkit dari tempat tidurku, mataku masih terasa begitu berat seolah digantungi oleh dua karung goni. Tapi tiba-tiba saja selembar kain basah terjatuh dari keningku. Aku menatapnya heran, sebab aku tak ingat kapan aku menempelkan kain ini tadi malam sebelum tidur. Lagipula, setiap kali mengalami demam aku hanya akan menenggak obat, bukan menempelkan kain basah.
Di saat aku yang masih dalam keadaan setengah sadar itu sibuk mengherani sebuah kain basah yang tak diketahui muasalnya. Tiba-tiba lagi tangan seseorang menyentuh keningku dengan ringan.
"Demamnya sudah mulai baikan, ya?" Lalu sebuah suara yang tak ku kenal terdengar di kamarku pagi ini.
Sontak mataku membelalak.
Betapa kagetnya aku saat mendapati seorang pria asing yang datang dari antah berantah tiba-tiba muncul di kamarku, membawa sebaskom air dengan begitu santainya.
Seketika rasa kantukku terusir dalam sekejap mata. Sontak aku terperanjat lantas berdiri dari tempat tidurku, "siapa kau?!" pekikku waspada.
Pria itu hanya menatapku dengan wajah tanpa dosa, ia bahkan nampak heran dengan keterkejutanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grin Like A Cheshire [Hiatus]
FantasyMeski aku sering mendengar nenek menceritakan dongeng tentang peri dan sihir, sebetulnya aku tidak sepenuhnya percaya. Sebab hal itu bukan sesuatu yang bisa dijelaskan secara logis, dan sama sekali tak masuk akal. Hanya saja, setelah kepergian nenek...