Ke-1

122 8 0
                                    

Suara alarm berbunyi keras tepat di pukul 06.10 pagi. Bunyinya melengking-lengking memecah keheningan rumah besar yang menjadi tempat tinggalnya selama ini.

Dengan malas Caesar menyibak selimut yang menutupi wajah. Kepalanya masih cenat-cenut karena baru tidur jam setengah empat subuh tadi. Caesar harus begadang habis-habisan untuk menyelesaikan tugas PPG yang ia ikuti dua bulan terakhir. Tugas banyak, kegiatan padat, belum lagi anak-anak didiknya akan ujian akhir semester, sebagai wali kelas Caesar harus menyiapkan banyak hal terutama segala sesuatu yang berhubungan dengan raport. Kata siapa jadi guru itu mudah?! Kalau ada yang berani bilang begitu, sini Caesar colok matanya. Caesar sudah merasakan pahit manisnya menjadi guru SD selama sembilan tahun. Makanya kalau ada yang merendahkan profesi guru, Caesar bakalan maju paling depan untuk menggeplak kepala orang itu. Sekate-kate banget titisan Fir'aun.

Caesar menghirup udara pagi dalam-dalam saat membuka jendela. Heran, padahal ia sudah puluhan tahun tinggal di rumah ini, tapi selalu saja ada hal yang membuatnya nyaman dan selalu nyaman disini. Lima menit terpekur menatap halaman samping rumah, Caesar berjalan keluar kamar. Rumah milik orang tuanya itu sepi dan dingin. Karena memang tidak ada orang lain selain dirinya. Rumah yang dulunya mereka pertahankan mati-matian sekarang teronggok bak rumah tanpa penghuni. Ada perasaan sedih menyentil hatinya saat melihat ruang tamu yang kosong melompong. Dulu ruang tamu adalah tempat paling ramai, karena semuanya berkumpul disana. Caesar menggeleng, segera menepis ingatan masa lalu yang indah itu.

Ceklek

Caesar memicingkan mata silau saat pintu utama rumah terbuka. Cahaya matahari masuk bersamaan dengan langkah kaki orang yang membuka pintu tadi. Tidak hanya satu, tapi dua orang.

"Baru bangun tidur, pak guru?" Celetuk Carrol seraya terkekeh pelan melihat rambut berantakan Caesar.

Ya, yang datang barusan adalah Carrol dan Carell, saudara kembar Caesar. Keduanya sudah bekerja dan tinggal di kediaman masing-masing. Carrol mendirikan akademi dance sesuai dengan impiannya, sementara Carell memilih menjadi dokter seperti yang diinginkan papa. Setelah banyak hal yang terjadi, ketiganya memilih jalan masing-masing. Mereka bukanlah anak remaja delapan belas tahun yang labil menentukan pilihan.

"Ck berdebu banget sih!! Lo tuh sekali-kali bersih-bersih kek." Omel Carell saat memeriksa dapur rumah yang hampir di setiap sudut kotor dan berdebu.

Caesar menyengir lebar. Bukannya tidak ingin bersih-bersih, Caesar tidak memiliki waktu. Apalagi kesibukannya sekarang bertambah dengan mengikuti program PPG. Jangankan membersihkan rumah, membereskan kamarnya saja kadang lupa.

"Makanya kawin sana! Biar ada yang ngerawat. Heran betah amat ngejomblo." Komentar Carrol. Memang diantara mereka bertiga cuma Caesar yang masih melajang. Carrol baru-baru ini balikan dengan mantannya. Carell sudah tiga tahun menjalin hubungan dengan seorang dokter spesialis bedah umum di rumah sakit tempatnya bekerja.

Caesar hanya mendengus. Sudah terlampau biasa menanggapi sindiran soal pasangan. Ia mengabaikan Carrol, kemudian melangkah mencomot sandwich yang dibawa Carell.

"Hari ini ya?" Carrol datang sambil membawa satu pigura foto di tangan. Sejenak suasana di ruang makan senyap.

Hari ini. Tepat sepuluh tahun sejak peristiwa kecelakaan pesawat yang menewaskan ketiga adik mereka, Kenneth, Kenzio, dan Kendrick. Sebenarnya kata-kata menewaskan tidak sepenuhnya tepat, karena sampai sekarang baik adik-adik mereka ataupun penumpang pesawat lainnya tidak pernah ditemukan. Satu bulan lebih pencarian yang tidak membuahkan hasil, tim SAR akhirnya mengumumkan bahwa seluruh penumpang pesawat beserta kru-krunya dinyatakan meninggal.

Carell menghela napas, menepuk bahu kedua saudara kembarnya. "Ayo siap-siap. Kita ke pantai habis ini."

°°°

Di depan sana terhampar bentangan air seluas mata memandang. Warna biru jernihnya memanjakan mata. Indah dan menenangkan. Suara deburan ombak yang silih berganti datang seperti harmonisasi lagu yang tercipta dengan sendirinya. Tapi bagi ketiga saudara kembar Georgio, laut adalah luka yang menganga lebar.

Di laut biru sana ketiga adik mereka hilang entah terbawa arus yang mana. Di dalam laut lepas itu, ketiga adik mereka bersemayam selama sepuluh tahun. Sungguh jika ada keajaiban, mereka hanya ingin ketiganya kembali. Tak masalah jika hanya sehelai pakaian atau cuma barang-barang milik ketiganya. Sungguh hanya itu harapan Georgio bersaudara selama sepuluh tahun terakhir.

Baik Caesar, Carell, maupun Carrol termenung tanpa kedip menatap hamparan air asin di depan sana. Di pinggir pantai, mereka hanya berdiri diam. Entah memikirkan apa, yang jelas suasananya diliputi kesedihan.

"Udah sedihnya, mending sekarang kita doa. Gue yakin mereka baik-baik aja meski udah sepuluh tahun." Ucap Caesar dibalas anggukan oleh Carell dan Carrol. Ketiganya menunduk, memejamkan mata seraya membisikkan doa di dalam hati. Berharap agar ketiga adik kecil mereka selalu dilindungi dalam keadaan apapun.

"TOLONG!!"

Caesar mengernyit. Tapi ia berusaha fokus, kembali membisikkan doa-doa pengharapan di dalam hati.

"TOLONGGG!!!"

Carrol membuka mata. Berusaha menajamkan pendengarannya. Apakah ia baru saja berhalusinasi? Kenapa ia seperti mendengar suara Kendrick berteriak meminta tolong?

"TOLONGGG!!!"

Suara itu makin jelas. Carell mengangkat kepala, mencari asal suara. Sejak tadi ia terusik mendengar suara lolongan minta tolong itu.

Ketiga kembar Georgio itu terbelalak kaget saat mendapati di tengah laut sana ada tiga orang anak nyaris tenggelam. Sontak mereka langsung bergegas masuk ke dalam air, berusaha secepat mungkin menyelamatkan tiga nyawa yang berada di ujung tombak tersebut. Sementara itu, tak jauh dari posisi ketiga anak yang meminta tolong tadi, sebuah ombak menggulung siap menelan anak-anak manusia di depannya.

°°°

"UHUKK." Carrol mengeluarkan air asin yang memenuhi mulutnya. Ahh sial, ia nyaris mati terseret ombak kalau saja Caesar tidak cepat menarik tangannya.

"Gimana? Udah mendingan?" Carell bertanya cemas. Dia mati-matian membuat Carrol sadar kembali.

Carrol mengangguk pelan. Sekarang ia merasa indera pengecapnya rusak, bahkan air liurnya terasa asin.

"Guys..." Tak jauh dari tempat Carell dan Carrol, Caesar berseru tertahan. Ia melambaikan tangan agar kedua kembarannya segera mendekat.

"Ada ap-?! Oh my Gosh." Jantung Carrol seperti melompat dari tempatnya. Ia mengedipkan mata berkali-kali, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Sungguh Carrol memang pernah kecanduan alkohol, tapi sejak tiga tahun terakhir ia benar-benar sudah berhenti. Tidak mungkin kan ia masih berhalusinasi?


"Mustahil." Carell berucap pelan. Airmatanya seketika merebak di sudut-sudut mata. Sungguh jika ini mimpi, Carell mohon jangan bangunkan dirinya.

"Kenneth, Kenzio, Kendrick..."

°°°

Bagian pertama cek cerita sebelumnya

Savior || The BoyzWhere stories live. Discover now