Ke-2

72 9 0
                                    

Sejak tragedi kecelakaan pesawat sepuluh tahun lalu yang merenggut ketiga adiknya, Carrol seperti kehilangan arah.

Malam itu saat adik-adiknya mengabari akan pulang, Carrol senang tak terkira. Ia bahkan rela tidak tidur semalaman agar bisa ikut menjemput ke bandara. Carrol merindukan ketiga anak nakal itu. Ia rindu Kenneth yang memiliki nafsu makan diatas rata-rata. Carrol juga rindu dengan tingkah usil Kenzio yang tidak henti-hentinya mengganggu orang lain. Lebih-lebih Carrol merindukan Kendrick dengan segala energi cerianya. Lima tahun terpisah membuat rasa rindu bertumpuk-tumpuk. Malam itu, Carrol percaya mereka bertemu.

Namun, semuanya pupus saat berita naas itu sampai. Carrol merasa dunianya runtuh dalam sekejap. Kenneth, Kenzio dan Kendrick yang ia rindukan tidak bisa ia temui lagi, bahkan hingga bertahun-tahun kemudian.

Carrol nyaris gila. Terlebih saat keadaan keluarganya yang semakin berantakan. Mereka semua tercerai-berai bak manik-manik gelang yang putus dari untaiannya. Saat itu Carrol memilih pergi, mencari ketenangan sendiri. Diam-diam saat tengah malam tiba ia berbisik diantara sela-sela pintu kamar Caesar.

"Biarin gue pergi... Biarin gue nyembuhin luka ini sendirian." Sejak saat itu Carrol benar-benar hilang tanpa bekas.

Sebenarnya Carrol tidak pergi jauh. Ia tetap berada di kota kelahirannya. Ia hidup dan tinggal di sebuah kamar kost sempit di salah satu gang padat. Carrol bekerja serabutan, uang hasil kerjanya ia gunakan untuk membeli minuman keras. Setiap malam saat tubuhnya letih seharian bekerja, Carrol terpekur menatap langit-langit kamar kosnya yang dipenuhi sarang laba-laba.

"Bisa gak sih kalian kembali? Ayo kembali, terus perbaiki kehidupan kakak-kakak kalian yang hancur ini."

Itulah kalimat yang selalu Carrol gumamkan setiap malam. Diselingi dengan menenggak minuman keras, Carrol menangis tanpa suara.

°°°

Jika Carrol memilih pergi, melarikan diri dengan dalih ingin menyembuhkan luka sendiri, maka Carell kebalikannya. Disaat semua saudaranya terpuruk, Carell memilih tetap berdiri tegak. Ia sedih. Jelas. Siapa yang tidak sedih ditinggal tiga orang adik sekaligus. Meski sering bertengkar dengan Kenzio, sungguh Carell sangat menyayangi adik-adiknya itu.

Satu bulan sejak dinyatakan hilang kontak, mereka kembali menjalani kehidupan seperti sebelumnya. Tidak ada yang baik-baik saja, mereka hanya terpaksa menjalani kehidupan seperti sediakala. Carell menyibukkan diri dengan studi kedokterannya. Menghabiskan waktu menjadi dokter residen di rumah sakit, bahkan ia rela lembur berhari-hari, melampiaskan seluruh kesedihannya dengan menyelamatkan nyawa lebih banyak lagi. Dan saat kembali ke rumah, ia tersenyum. Agar saudara-saudaranya yang lain dapat bangkit dari keterpurukan.

Carell tahu, apa yang ia lakukan hanya topeng dari kemunafikan. Tapi apalagi yang bisa ia lakukan selain itu? Mereka harus tetap hidup. Mereka harus melanjutkan kehidupan yang sekarang. Carell terus melakukan kemunafikan itu hingga lima tahun kemudian, hingga akhirnya ia lelah. Carell mengikuti Carrol dengan memilih hengkang dari rumah. Rumah yang dulunya ia anggap seperti surga, sekarang berubah bak neraka. Tidak ada kehangatan disana. Carell kecewa.

°°°

Kalau ada titel manusia paling tegar, maka penghargaan itu layak diberikan pada Caesar. Benar, saat kehilangan Kenneth, Kenzio dan Kendrick, ia salah satu orang yang terpuruk. Ia sempat mengabaikan skripsi hingga satu tahun lebih karena hal itu. Caesar sama seperti saudara-saudaranya yang lain. Hidup berantakan dan tak terarah. Sibuk menyalakan takdir, mengapa mereka harus kembali merasakan kehilangan. Tapi bedanya Caesar dengan yang lain, ia tetap berada di rumah penuh kenangan peninggalan mama. Disaat saudara-saudaranya memilih pergi, Caesar tetap bertahan disana, menyaksikan satu persatu para kakak dan saudaranya angkat kaki pergi meninggalkan rumah.

Sekuat apapun Caesar menahan mereka, tetap saja ia tidak mampu. Pada akhirnya ia hanya bisa menatap sendu di ambang pintu, melepas kepergian orang-orang yang ia sayangi.

Di rumah besar itu, Caesar menenggelamkan kesedihannya sendirian. Bukan sekali dua kali terlintas di kepalanya untuk ikut pergi meninggalkan rumah ini. Terlalu banyak kenangan indah dan buruk di dalamnya. Disini. Di rumah ini, mereka tumbuh bersama. Ada kenangan mama dan papa. Dan disini pula, pertengkaran hebat antara saudara-saudaranya terjadi. Jika ditanya bagaimana perasaannya tinggal di rumah ini, maka Caesar akan menjawab bahwa rasanya menyenangkan sekaligus menyakitkan.

Malamnya, tepat satu hari sebelum peringatan tragedi kecelakaan pesawat sepuluh tahun lalu, Caesar berdiri gugup seraya menggenggam ponselnya. Layar tampilan benda digital itu memperlihatkan room chat grub yang dinamai ' The Georgio's'. Grub chat itu sudah lama tidak aktif, entah pemilik kontak didalamnya juga masih aktif atau tidak. Caesar maju mundur ingin mengirim pesan disana.

The Georgio's

Guys
Besok hari peringatan yang kesepuluh tahun
Ada yang mau ikut ke pantai?
Gue mau nabur bunga disana

Caesar menggigit bibir, menunggu balasan yang lain. Satu menit berlalu, hingga sepuluh menit kemudian. Tanda centang di sudut pesan telah berubah biru, itu artinya semua sudah membaca. Sayangnya tidak ada yang membalas.

Sia-sia, pikir Caesar. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka tetap enggan. Caesar pikir setelah sepuluh tahun berlalu, semuanya akan kembali baik-baik saja. Tapi pemikirannya salah. Setelah Sepuluh tahun berlalu, semuanya malah semakin hancur.

Ting!

Ting!

Dua pesan beruntun masuk. Caesar membaca deretan pesan di lockscreen ponsel.

Carell : besok kita pergi sama-sama (2)

Carrol : gue ikut besok (1)

Seulas senyum terukir di wajah Caesar.

°°°

Savior || The BoyzWhere stories live. Discover now