Ke-4

48 6 1
                                    

Sejujurnya Damian tidak sampai hati melihat keadaan saudara-saudaranya yang dari tahun ke tahun semakin tidak akur. Damian ingin mereka kembali seperti dulu. Sebelum mama pergi. Sebelum keluarga mereka hancur berantakan. Sebelum adanya fakta bahwa papa mewariskan utang, alih-alih sesuatu yang berharga. Dan sebelum Kenneth, Kenzio, dan Kendrick meninggalkan mereka...

Damian membenci kehidupannya sepuluh tahun terakhir. Ia membenci dirinya sendiri yang tidak mampu mencegah satu persatu saudaranya angkat kaki dari rumah. Bahkan Damian pun ikut hengkang karena sudah tidak sanggup berada di rumah yang dulunya mereka pertahankan mati-matian.

Langkah kaki pelannya membawa ke pinggir sungai yang membelah kota tempat pelariannya sejak sepuluh tahun lalu. Benar, Damian telah pindah kota. Tak cukup hengkang dari rumah, ia juga memutuskan untuk meninggalkan kota kelahirannya. Untuk apa berada disana? Tempat itu hanya mengingatkan kenangan demi kenangan menyakitkan. Ia ingin melarikan diri. Jauh-jauh. Kemana pun, asal bisa melupakan seluruh rasa sakitnya selama ini.

"Ayah..." Tanpa Damian sadari, sebuah sentuhan kecil meraba jemarinya. Seorang gadis kecil yang hanya setinggi paha Damian tersenyum lebar, memamerkan gigi kelinci lucu.

Damian ikut tersenyum, berjongkok menyamakan tinggi dengan gadis kecilnya. "Ada apa, tuan putri?"

"Mau es krim. Dash mau yang stoberi banyak-banyak." Ucapnya menunjuk penjual es krim yang ramai dikerubungi anak-anak kecil lainnya.

"Dash baru saja sembuh. Ibu pasti tidak mengizinkannya, sayang." Damian membelai rambut Dashiell, putri semata wayangnya dengan lembut.

Dashiell mengerucutkan bibir, menunjukkan ekspresi tidak suka mendengar balasan ayahnya. Damian termenung sejenak, ekspresi yang Dashiell tunjukkan mengingatkan ia pada Kenzio. Adiknya itu suka mengerucutkan bibir ketika tidak suka dengan sesuatu. Damian menghela napas, bahkan ketika ia sudah sejauh ini kenangan masa lalu itu tetap muncul dengan berbagai cara.

"Baiklah, baiklah. Ayah beliin dulu, Dash tunggu disini sama Stella, oke?" Damian mengangkat tangan kanan yang memegang harness anjing miliknya.

Dashiell mengangguk mantap, senyumnya merekah seketika. "Rasa stroberi ya ayah."

Setelah memastikan putri kecilnya duduk aman di bangku taman, Damian bergegas menghampiri penjual es krim yang tepat berada di pinggir jalan raya.

"Pak, es krim stroberi satu." Ucap Damian langsung dibalas anggukan oleh penjual es krim tersebut.

Sore yang ramai, karena bertepatan dengan hari libur. Damian harus sabar mengantri bersama dengan pembeli lainnya. Sembari menunggu ia mengedarkan pandangan ke seberang jalan.

Awalnya tidak ada yang menarik, kendaraan lalu lalang seperti biasa, para pejalan kaki melintasi trotoar, anak-anak bermain kejar-kejaran, hingga pandangannya jatuh pada seseorang yang berdiri tepat di samping tiang lampu lalu lintas. Seseorang yang tak asing. Seseorang yang Damian ingin jumpai selama bertahun-tahun.

Seolah ada ikatan tak terlihat, sosok yang Damian perhatikan itu juga ikut menoleh. Sempurna sudah mereka saling bertatapan.

"Kenzio..." Damian bergumam tak percaya.

Sungguh sejak kecelakaan tragis yang merenggut ketiga adiknya, Damian sering berhalusinasi. Entah ia melihat Kenneth makan sambil menonton tv, Kenzio bermain bola di ruang tamu, atau Kendrick yang bergelantungan di tangga. Karena itulah Damian memilih keluar dari rumah peninggalan kedua orangtuanya, ia tidak sanggup menyaksikan fantasi di kepalanya selalu muncul. Tapi setelah menikah Damian sedikit demi sedikit pulih, ia telah merelakan semuanya.

Tidak mungkin kan, Damian kembali berhalusinasi. Tidak ada halusinasi senyata dan sejelas ini. Damian mengerjapkan mata beberapa kali dan semuanya masih sama.

Sementara itu, sosok yang mirip Kenzio di seberang sana tersenyum tipis. Andai Damian lebih mengamati, senyuman itu tampak seperti seringai misterius.

"Pak, ini es krimnya. Ehh pak mau kemana?!"

Namun, Damian tidak memperdulikan teriakan bingung penjual es krim tersebut. Tanpa sadar ia sudah berlari menerobos jalan raya. Rasa rindu yang bertumpuk di dada membuatnya bergerak tanpa pikir panjang.

Bunyi-bunyi klakson dari kendaraan yang mendadak berhenti akibat ulah Damian terdengar bersahut-sahutan. Entah berapa banyak sumpah serapah yang terlontar, Damian tidak peduli. Ia hanya ingin cepat-cepat meraih Kenzio. Damian hanya ingin mendekap adiknya itu erat-erat.

Tiiiitttt

Dari arah berlawanan terdengar bunyi klakson panjang, sebuah truk dengan kecepatan tinggi melaju tepat ke arah Damian. Semua berlangsung begitu cepat. Tanpa sempat Damian sadari, truk tersebut menghantam tubuhnya tanpa ampun. Bunyi tabrakan terdengar keras, jeritan ketakutan dari orang-orang sekitar memenuhi pendengaran. Damian terbaring bersimbah darah, terlempar beberapa meter dari tempat awal. Dengan cepat orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut mengerumuninya, satu dua orang sibuk menekan ponselnya panik, menghubungi ambulans, rumah sakit, polisi atau apalah, sementara yang lainnya berseru-seru ketakutan, menatap jeri melihat Damian terbaring digenangi darahnya sendiri.

Damian berusaha membuka mata, rasa sakit tak tergambarkan menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia masih bisa melihat orang-orang mengerumuninya, walaupun buram. Di antara orang-orang tersebut, Damian dapat melihat sosok yang ingin ia hampiri berdiri disana. Kenzio menatapnya seraya menyeringai puas.

Tangan kanan Damian terangkat pelan. Ia ingin menggapai adiknya. Damian ingin menyentuh jemari yang dulu sering meraihnya.

Namun, dengungan hebat menghantam pendengarannya. Sejurus kemudian pandangannya gelap. Perlahan rasa sakit di tubuh Damian berubah menjadi mati rasa. Damian mulai kehilangan kesadaran, tangan kanannya jatuh terkulai lemah. Hanya pendengarannya yang masih sedikit berfungsi. Ia dapat mendengar seruan-seruan panik dari orang-orang sekitar.

Selang beberapa detik kemudian, dengungan keras kembali muncul. Di sela-sela rasa sakit luar biasa itu, Damian mendengar suara yang dikenalinya menangis kecil.

Adalah Dashiell yang menerobos kerumunan orang-orang sambil menangis keras. Takut-takut ia mendekati ayahnya yang terbaring tak berdaya.

"Ayah..."

°°°

Haloo, masih ada yang baca kah? Wkwk

Maaf baru bisa update, kehidupan after graduate benar-benar sekejam itu, sampai lupa punya sesuatu yang harus diselesaikan disini:)

Jangan bosan-bosan nunggu yaa, insyaallah bakal up walaupun gak serajin biasanya. Happy reading semua^^

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Savior || The BoyzWhere stories live. Discover now