Part. 1

696 24 1
                                    

Author POV.

Seorang gadis manis berdarah Indonesia masuk kedalam Monumen Pahlawan Rakyat di mana satu-satunya tempat yang menjadi saksi bisu kejamnya penjajah dan saksi pejuangan nenek moyang mereka untuk lepas dari penjajah.

Nara selalu mengagumi keberanian dan tekat para nenek moyang terhadalu mereka tidak bahkan saat berada tepat di depan senjata api, bagi Nara pahlawan dari negara mana pun berhak untuk mendapatkan rasa hormat dan terima kasih dari anak cucu mereka sekarang.

Nara tersenyum saat melihat figur-figur orang penting dan hebat di zamannya, dia menatap satu persatu nama pahlawan yang tercatat di monumen.

"Apa kau sangat suka sejarah ?"

Nara tersentak saat melihat seorang pria paruh baya yang berjalan sambil di bantu seorang pria tampan yang terlihat masih berumur 20-an.

"Ya aku suka sejarah" jawab Nara ramah.

Dia itu tersenyum lebar, melihat mata tulus dan hormat Nara yang di lemparkan pada monumen di depannya.

"Apa kamu warga asing ?" Tanya pria paruh baya itu lagi lembut.

"Ya aku orang Indonesia" Jawab Nara.

"Indonesia, bukannya Indonesia juga punya monumen pahlawan mereka sendiri, aku pernah kesana aku sangat terkesan dengan perjuangan orang-orang Indonesia dulu untuk lepas dari penjajah yang sudah membelenggu kebebasan negara mereka sendiri" kata pria itu.

"Benarkah, ya aku sangat suka dengan sejarah, bagiku mau negara mana pun selama mereka berusaha dan tidak putus asa dengan negara mereka mau penjajah seperti apa pun pasti bisa mereka lawan" balas Nara antusias.

"Aku sangat senang masih ada anak-anak muda seperti mu yang mau mengenang jasa mereka, sudah lama aku tidak melihat gadis muda yang mampir kesini, sayangnya saja mereka sudah terlupakan oleh waktu dan kemajuan zaman" kata pria itu sedih.

Nara menundukkan kepalanya dia tahu maksud pria paruh baya di sampingnya ini, karena bukan hanya negara China, negaranya sendiri pun mulai melupakan jasa para pahlawan mereka.

Nara ingin menangis rasanya jika mengingat nama dan jasa mereka yang mulai di lupakan oleh anak cucu mereka sendiri.

"Nak kau gadis yang baik, aku bisa melihat aura yang begitu bersih layaknya air gunung yang indah, tapi berhati-hati lah nak terkadang keberuntungan bisa berubah menjadi kesialan dan begitu juga sebaliknya" kata pria itu.

Nara menatap pria itu dengan bingung, apa maksudnya sama sekali tidak mengerti apa yang pria itu bicarakan.

Nara ingin bertanya maksud kata-kata pria paruh baya itu pun tersentak kaget saat tidak menemukan pria itu sampingnya.

Dia hanya mengalihkan pandangannya selama 5 menit tidak mungkin pria paruh baya itu bisa berjalan begitu cepat mengingat kakinya yang cuma tinggal satu.

Nara menatap sekelilingnya dan ya hanya dia sendiri yang ada di monumen pahlawan rakyat tidak ada siapapun, lalu sedari tadi dia bicara dengan siapa.

Tiba-tiba saja Nara merasakan kulit kepalanya kesemutan dengan bulu kuduk yang berdiri.

Baru saja Nara ingin melarikan diri tanah di bawa kakinya bergetar dan membentuk lubang hitam besar yang menariknya jatuh wajah.

"KKKKYYYYAAAA....TOLONG"

Nara berteriak keras saat lubang hitam itu menariknya semakin dalam ke bawah.

"Uuuhhh"

Nara mengeram pelan saat merasakan sekujur tubuhnya terasa remuk, udara dingin serta tanah basah membuat Nara tanpa sadar menggulung tubuhnya menjadi bola besar.

Back to the 1970sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang