Bagian 4

6 0 0
                                    

"Saga kamu jangan dekat-dekat gitu bisa gak? Gak usah senyum-senyum juga."

"Ini akting kok, akting..."

Eva merutuki dirinya dalam hati. Andai saja saat malam itu dia tidak mengiyakan persyaratan yang ditawarkan Saga pastilah hidupnya aman damai dan tentram, tapi sekarang dia merasa seperti menantang maut. Bagaimana tidak, sejak saat dia mengiyakan syarat kedua menjadi pacar pura-puranya saat itu pula Eva menjadi lebih sensitif, selama hari-hari di sekolahnya dia selalu merasakan tatapan tajam menusuk ke arahnya, dan tentu saja tak lain dan tak bukan berasal dari orang yang duduk di barisan belakang kelas. Fiya terus-terusan menatap sinis ke Eva tak jarang pula mereka mengganggu Eva saat sedang sendiri, dan Saga tidak mengetahuinya.

"Eva habis ini kita jalan-jalan bentar ya?" ajak Saga.

Eva tidak menggubris, dia tetap menulis materi dari buku.

"Eva." panggil Saga tapi Eva tetap diam.

"Va?"

"Sayang."

Eva mendorong kepala Saga cukup kuat membuat Saga hampir jatuh dari bangkunya tapi anehnya dia tertawa bahagia. Eva merasa sangat aneh saat Saga memanggilnya seperti itu. "Apaan sih?" tanya Eva tidak sabaran.

"Habis ini jalan bentar ya?"

"Kemana?"

"Gak tau"

"Lah terus tadi ngajak jalan mau ngapain?"

Saga nyengir seperti anak kecil membuatnya terlihat lucu di mata siswi lain, tapi tidak dengan Eva dia memandang Saga aneh. "cuma jalan aja, keliling."

Eva menghembuskan nafas dia merasa cepat lelah akhir-akhir ini. "Gak mau, aku mau langsung pulang aja kerumah, capek."

Saga membenarkan posisi duduknya dia mendekatkan wajahnya pada Eva lalu menyentuh keningnya, raut wajahnya yang serius membuat Eva tercengang.

"Apa?" tanya Eva.

"Kamu sakit?"

Eva sedang menahan keinginannya untuk memukul kepala Saga saat ini. "Enggak kok." lalu dia berdiri dan berjalan keluar kelas.

" Va! Kemana?" teriak Saga.

Eva menoleh sebentar lalu lanjut jalan lagi. "Bolos."

Entah apa yang dipikiran Saga hari ini cukup membuatnya merasa frustasi menghadapi kelakuannya yang seenaknya. Yah walau begitu dia merasa senang, karena akhir-akhir ini kehidupan sekolahnya tidak se-menyeramkan dulu.

“Eh?”

Eva berhenti berjalan ketika melihat kerumunan orang di gudang belakang sekolah. Di sana ada punggung Fiya, Tasya, Mina teman sekelasnya, terlihat ada siswi lain di balik mereka. Awalnya Eva tidak mau ambil pusing dengan urusan orang lain, tapi entah kenapa perasaannya tidak suka melihat kelakuan mereka.

Mina mendorong kepala siswi di depannya dengan cukup keras sambil mengatakan bahwa betapa lemahnya dirinya saat ini, Tasya menarik rambut siswi itu ke bawah membuatnya mau tidak mau harus mendongak ke atas.

“Coba ngomong sekali lagi, KENAPA LO GAK MAU BANTUIN KITA HAH?!”

Siswi itu mulai memejamkan matanya sambil memegang rambutnya.

“Padahal kami udah minta tolong baik-baik loh, tapi kenapa respon Lo kaya mau di bunuh orang gitu? Ntar kalo orang lain salah paham sama kita Lo mau tanggung jawab?”

Fiya bertanya, menatap tajam ke siswi itu yang berusaha keras melepaskan cengkraman tangan Mina di rambutnya.

Dia mencengkram dagu siswi itu dengan kuat, “Jawab.” titahnya.

This Is The NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang