Perpisahan

3.9K 367 13
                                    

"Mari berpisah, Pangeran Mahkota."

"Tunggu Silencia. Ini tidak seperti yang kau lihat!" Giordan mulai panik dan menjadi serba salah. Claudia yang berada di sisinya turut bingung dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Apakah mereka berharap aku tidak membatalkan pertunangan ini? Apa yang mereka mau sebenarnya?

Ini kunjungan keduaku ke istana dan aku tidak tahan lagi melihat Giordan dan Claudia bermesraan. Jejak jiwa Silencia yang ada di tubuh ini semakin bergejolak ketika melihat mereka. Aku ingin mengakhiri ini sekarang juga lalu hidup bebas menikmati kekayaan Keluarga Amarilys sebagai pewarisnya.

"Nona Silencia, yang mulia hanya mencintai anda." Claudia memegang tanganku dan memohon dengan matanya yang berkaca-kaca. Aku tidak akan termakan bujuk rayu wanita ini, jadi aku menarik tanganku yang di genggam oleh Claudia.

"Akhh!"

Claudia memekik seiring tubuhnya jatuh. Air matanya semakin menjadi. Untuk sesaat ia nampak kesakitan.

"Apa yang kau lakukan Silencia!" Pangeran mahkota membentakku seperti orang gila. Dan apa-apaan Claudia ini? Padahal aku tidak menarik tanganku dengan keras. Tapi dia terjatuh juga.

Oh.

Aku mengerti. Dia berpura-pura, bukan? Dia ingin terlihat lemah. Dan aku semakin terlihat jahat di depan semua orang. Boleh juga.

"Jika kau ingin berpisah, baiklah! Katakanlah pada Kaisar! Aku tidak ingin memiliki hubungan dengan monster jahat sepertimu!" Tatapan Giordan kembali melembut ketika membantu Claudia berdiri lalu menggendongnya masuk ke kediaman permaisuri. "Kau menggelikan!" Ujarnya lagi sebelum pergi dengan Claudia di pelukannya.

Monster jahat?? Kau seharusnya bercermin, Giordan!

Aku merasakan tatapan kemenangan dari Claudia ketika matanya melirikku.
Kau tahu Claudia, kalau inilah yang kuinginkan! Sakit hati? Tidak sama sekali! Yah, kalau Silencia yang asli pasti sudah memohon agar Giordan tidak meninggalkannya. Tapi sayang sekali, aku bukan Silencia yang asli.

Aku tertawa kecil. Tidak ada terlintas di benakku kalau perpisahan semudah ini. Aku tinggal berbicara kepada Ayahku dan Kaisar kan? Gampang sekali.

•••

"Pikirkan lah sekali lagi Silencia Amarilys. Apa kau mau pangeran mahkota bersujud di depanmu dan mencium kakimu?" Kaisar mengatakannya dengan suara yang bergetar. Jelas sekali ia takut kehilangan dukungan Duke Amarilys. Jarinya menggenggam kuat lengan singgasana.

Ugh...

Kaisar macam apa ini? Menyuruh anaknya untuk mencium kaki anak seorang Duke. Apa dia berniat menjual anak laki-lakinya demi stabilitas kekaisaran? Terbayang di benakku bagaimana kuatnya kedudukan keluarga Amarilys di kekaisaran ini.

"Tidak, Yang Mulia, saya hanya ingin bersama laki-laki yang saya cintai," aku menjawab sambil menundukkan kepalaku di depan Kaisar. Aku harus tampak sesedih mungkin agar ini bisa berhasil.

"Bukankah kau mencintai Giordan?" Kaisar masih bersikeras.

"Tidak lagi. Sejak dia memilih Claudia daripada saya, saya yakin Claudia juga akan menjadi putri mahkota yang baik."

"Tapi dia bukan seorang Amarilys."

Oh, benar juga, yang diinginkan Kaisar adalah harta, dukungan dan kekuatan dari Keluarga Amarilys. Dia bahkan tidak mencoba untuk menutupi fakta itu. Kaisar yang tidak tahu malu.

"Yang Mulia, saya rasa apa yang putri saya inginkan adalah yang utama. Jadi tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dan dipaksakan."

Duke Amarilys naik pitam. Suaranya terdengar berat. Baginya, kebahagiaan Silencia adalah yang utama. "Dengan segala hormat, saya akan mengajukan pembatalan pertunangan antara Pangeran mahkota dan Putri saya, Silencia Amarilys," ia marah, tapi masih menjaga gestur hormatnya kepada Kaisar.

"Apa ini semua, Ayah!" Giordan yang baru masuk ke dalam ruangan langsung melemparkan kata-kata kepada Kaisar.

Baru saja aku dan Duke Amarilys memutuskan untuk pergi, Giordan dan Claudia tiba. Kebetulan yang benar-benar menguntungkan!

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ini, aku segera berakting menangis sejadi-jadinya hingga berpura-pura kalau kaki ku lemas melihat kemesraan mereka.

"Silencia!" Duke Amarilys segera memelukku dan mencoba menenangkanku. Tenang lah ayah, ini hanya akting. Saksikanlah pertunjukan yang jarang terjadi ini.

"Ayah, lihat ini. Mereka selalu bersama. Bersenda gurau hingga seisi istana tahu. Aku tidak ingin bersama dengan lelaki seperti ini, ayah!" Tangis palsuku pecah dan terdengar hingga keluar ruangan. Menarik mata bagi orang-orang yang sedang bekerja di kekaisaran.

"Anak bodoh. Apa yang kau lakukan. Lepaskan wanita itu!" Kaisar murka melihat Giordan dan Claudia. Wajah cantik Claudia bersembunyi dibalik tubuh tinggi Giordan. Kalian pikir kalian bisa hidup tenang setelah apa yang kalian lakukan pada 'bayiku' Silencia?

"Apa yang ayah maksud?"

"Minta maaf lah pada Nona Amarilys. Kalau perlu bersujudlah dan cium kakinya. Jangan sekali-sekali berani untuk memutuskan pertunangan ini!" Suara Kaisar menggelegar bahkan aku hampir takut setengah mati. Tolong jangan lepaskan Claudia, Giordan. Karena aku ingin mengakhiri ini dengan cepat.

"Yang Mulia. Saya dan putri saya akan pulang. Saya harap tidak ada lagi pembicaraan tentang pertunangan dan pernikahan."

Yappp! Terimakasih ayah! Mari kita pulang.

"Tunggu dulu Duke," cegah Kaisar.

Kata-kata terakhir Kaisar menggema. Dapat diperkirakan bahwa Giordan tidak akan tidur nyenyak malam ini.

Selamat tinggal istana.
Aku tidak akan menginjakkan kakiku untuk sementara ke tempat ini.

"Ayah... Maafkan aku."

"Untuk apa? Bukankah sudah menjadi tugas seorang ayah untuk melindungi dan mendukung keputusan anaknya?" Tangan ayah begitu hangat. Jarinya menyeka air mata yang ada di pelupuk mataku.

Oh, ini air mata sebagai penunjang pertunjukan barusan, ayah. Perasaannya begitu tulus karena dia begitu mencintai Silencia. Sekarang Silencia sudah tidak ada di sini. Bolehkah aku menikmatinya? Pantaskah aku menikmati hal yang tadinya milik Silencia?

"Apa yang dipikirkan di dalam kepala kecilmu itu?" Jari ayah mengetuk kepalaku dua kali dan tersenyum seakan mengatakan 'tidak akan ada yang menyakitimu selagi aku masih ada di dunia ini, putriku'

"Tidak ayah.. Aku sangat bersyukur karena memiliki ayah yang begitu menyayangiku." Aku tertawa kecil dan menahan air mata. Kelegaan yang tidak tertahankan. Salah satu alasan Silencia mati sudah disingkirkan.

"Kau adalah permata kecilku yang lebih berharga dari apapun. Apapun yang kau inginkan, ayahmu ini akan mewujudkannya. Jadi ayah harap, kau tidak akan terluka lagi ke depannya." Ayah menggenggam tanganku dengan kuat.

Apakah ayahku, Johan Amarilys merasakan perubahan pada putrinya setelah siuman? Apakah ia merasakan kalau putrinya semakin anggun, selalu berhati-hati dalam bertindak dan berbicara. Apakah ia merasakan bahwa ini pertanda putrinya sudah semakin dewasa?

Apakah dia merasakan bahwa ada seseorang yang berpura-pura menjadi putrinya? Aku berada dalam dilema yang berkepanjangan saat tiba di dunia ini.

Namun setelah merasakan kasih sayang Duke Amarilys, aku perlahan mulai menerima fakta kalau ia adalah ayahku sekarang.

Kami berdua berjalan dengan gembira, melangkah keluar dari istana sialan ini.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang