12. Minta Maaf dan Marah

253 55 0
                                    

"Besok kita ajak dia main gimana? Gue sebenernya gak ngerasa tersinggung, gue paham dia lagi banyak pikiran waktu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Besok kita ajak dia main gimana? Gue sebenernya gak ngerasa tersinggung, gue paham dia lagi banyak pikiran waktu itu." Heeseung memandang teman-temannya satu persatu, "ya ... setelah yang dia alami gue maklum kok," sambungnya saat mengingat kondisi Sunghoon yang baru pulih.

"Terus kalau besok main, ulang tahun Sunghoon gak dirayain?" tanya Jake.

"Gampang itu bang, kan bisa bikin kejutan dadakan. Nanti salah satu dari kita alasan pergi buat beli kue, terus yang lain alihin perhatiannya."

"Ide bagus Noo, gue setuju. Biar bang Sunghoon seneng, ya, kan? Akhir-akhir gue lihat dia pucat, terus kayak gak semangat." Niki mendengus, padahal dulu ia dekat dengan Sunghoon. Kini ia merasa pemuda es itu menjauh.

"Sabar, kan manusia juga butuh waktu sendiri." Taehyun mengusap punggung Niki. Pemuda berkacamata itu menjadi lebih dekat dengan mereka. Ia senang bisa berteman dan bercengkrama seperti ini. Mendengarkan keluh kesah mereka dan membagi juga kisahnya.

"Hari ini bang Sunghoon gak masuk, gimana besok kita ngajak mainnya?" tanya Jungwon.

"Kita telfon aja, gue yakin ibunya gak ngijinin dia main sama kita. Kita ketemuan di temfat biasanya kita nongkrong."

"Bener juga, aneh, sih, emang. Tapi mungkin aja ibunya gitu karena gak pingin Sunghoon sakit, ya, kan?" Semua mengangguk mendengar penjelasan Jake.

"Eh, gue pergi dulu, ya. Ada latihan paskibra," ujar Heeseung yang melihat jam tangannya menunjukkan pukul 10 siang. Karena ada lomba, ia harus berlatih meskipun di hari Minggu.

"Hati-hati bang, gak usah ngebut. Inget, besok masih mau main."

"Santai, Nik, gue bisa nyetir." Heeseung menyalami temannya satu persatu, ia memakai jaket denimnya dan keluar warung makan menuju motor miliknya.

Heeseung ingat dengan peringatan yang diberikan Niki, tapi seniornya yang memberikan perintah untuk datang tepat waktu, membuatnya terburu-buru hingga tak sengaja akan menabrak anak kecil. Untung saja orang tua anak itu sigap, jika tidak ia pasti sudah terkena masalah besar.

"Kamu ini nyetir bagaimana, sih? Kalau ngebut hati-hati, hampir saja anak saya ketabrak!"

Heeseung menepi, ia melepas helmnya dan menghampiri wanita itu, ia melihat anak laki-laki yang mendekap ibunya sambil menangis. "Maaf, saya sedang buru-buru. Apa ada yang terluka? Saya akan tanggung jawab." Ia panik saat orang-orang mulai mendekat, jelas karena teriakan si wanita.

"Tidak perlu, sudah saya maafkan. Kamu juga harus tanggung jawab atas keselamatan kamu sendiri, jalanan ini bukan jalanan bapakmu. Ayo, pergi." Ibu itu menggandeng tangan anaknya dan melenggang pergi, meninggalkan Heeseung dalam rasa penyesalan. Heeseung membungkukkan badan berkali-kali untuk meminta maaf.

"hati-hati, kita tidak tahu kapan musibah datang."

"iya, pak, terima kasih, saya minta maaf atas kecerobohan saya." Heeseung menundukkan kepalanya, menunggu orang-orang pergi. Malu sekli, dirinya menjadi tontonan warga. Setelah mereka pergi, ia menghela napas tenang.

Circle ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang