Part#5

29 3 0
                                    

Jakarta, 14 Juli 2020

"Yang aku mau cuma satu. Hidup dengan tenang. Itu Saja."

-Arunika

.

.

"Oh iya, rumah lu dimana?" Tanya Aksa yang kembali melajukan motornya

"Hah?" Bingung Arunika, ia tak bisa mendengar apa yang ditanyakan Aksa tadi

"Ck, buruan kasih tau alamat rumah lu." Aksa mengeraskan suaranya.

"Oh itu. Jalan Boulevard no.12 tau?" Balasnya.

"gua anak baru disini, kenapa lu malah balik nanya?" Ketus Aksa.

"Oh, iya ya dia kan anak baru... bego banget lu Ar..."

"Nanti gua kasih tau kemana aja arahnya."

Arunika memberi arah kepada Aksa, jalan mana yang harus ia lewati. Hingga akhirnya mereka telah tiba di depan sebuah rumah bertingkat dengan cat berwarna putih susu. Ya, rumah itu adalah rumah Arunika. Tak lama, Arunika langsung turun dari motornya Aksara, tak lupa ia mengucapkan terimakasih kepadanya serta mengembalikan helm dan jaket yang sempat ia pakai tadi kepada pemiliknya yang asli.

"Nih, helm sama jaket lu. Makasih banget ya udah nganterin gua." Ucap Arunika diikuti dengan senyum manisnya itu.

Aksa hanya diam mengangguk sambil tersenyum tipis.

Pada akhirnya, seorang Aksara bisa tersenyum dihadapan seorang wanita selain ibu dan adiknya itu.

Tak ingin berlama lama dan hari juga semakin gelap, Aksara kemudian melajukan motornya kembali dan kebetulan, rumahnya tak jauh dari rumah Arunika.

Setelah Aksa pergi, Arunika kemudian masuk ke dalam rumahnya. Namun, bukan hangatnya kasih sayang keluarga yang menyambutnya, tetapi hawa dingin kebencian yang menyelimuti rumah itulah yang menyambutnya sore itu.

Bagi Arunika, hal tersebut sudah  biasa bagi dirinya, bahkan kekerasan dalam rumah tanggapun sering dia alami baik dari ayah maupun ibunya sendiri. Jadinya, ia merasa biasa saja dan seolah merasa hal tersebut tidak ada atau hanya sekedar angin lewat.

"Assalamu'alaikum. Mah, Pah aku pulang." Ucap Arunika sambil membuka pintu.

"Dari mana saja kamu?" Tanya Ayah Arunika yang baru saja menuruni tangga.

Arunika terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa. Karena ia tahu jika ia me jawab atau tidak menjawab akan tetap terkena omelan dari ayahnya.

"Aku kejebak ujan yah, makanya aku telat. Maaf" Balas Arunika dengan wajah yang tertunduk menghadap lantai.

"Kenapa gak telepon?" Tanyanya.

"Hp aku ma-"

"Alah, gausah cari-cari alasan kamu, kamu sebenernya abis keluyuran kan?" Sela Ibu Arunika.

"Bener itu Ar?" Tanya Ayahnya memastikan.

"Gausah kamu tanya juga udah kebukti ko mas. kalo kejebak ujan mana mungkin baju dia kering begitu." Ibu Arunika menimpali.

"E-nggak yah... Aku bisa pastiin." Suara Arunika bergetar, ia tak tahu harus melakukan apa sekarang.

"Mau mastiin gimana lagi sih ar? Orang baju kamu aja kering, mana mungkin kamu keujanan." Sanggah Ibu Arunika

"Sekolah juga hari ini pulang ga terlalu sore kok, kamu pasti keluyuran dulu kan? Makanya kamu cari-cari alasan kejebak ujan? iya Kan?" Lanjutnya dengan nada agak sedikit meninggi.

Senja di Langit KhatulistiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang