BAB 1

697 102 26
                                    

Senyum polos menghiasi wajah putih dengan mata yang sedikit tertarik menyipit jika tersenyum. Usianya baru 21 tahun saat ini, bekerja paruh waktu untuk membiayai uang kuliah juga hidupnya di kota.

Tekadnya yang bulat membuatnya berani datang ke kota di mana banyak cerita menjanjikan kesuksesan, nyatanya ... semua tidaklah seindah angannya.

Sudah tiga bulan, Zhan, pemuda itu bekerja dari mulai sore hingga malam di sebuah kafe tak jauh dari pusat kota. Beragam custumer yang datang membuat Zhan sedikit banyak bisa menilai kelas sosial mereka. Karena memang kafe tempat Zhan bekerja berada di kawasan dekat pusat pendidikan dan perkantoran.

Maka tak heran yang datang ke kafenya tak ayal golongan karyawan yang lelah bekerja mencari tempat mengobrol dan bersantai bersama temannya, atau seorang mahasiswa yang mengerjakan tugas menumpang wifi. Namun, di malam ini ada yang berbeda, suara lonceng berbunyi tanda seseorang memasuki kafe, tanpa sadar semua mata langsung menuju ke arahnya.

Seorang lelaki memakai pakaian casual namun terkesan formal dengan jas tak dikancing yang dipadu padankan dengan kaos putih polos berjalan menuju meja yang sudah diberi tanda telah dipesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang lelaki memakai pakaian casual namun terkesan formal dengan jas tak dikancing yang dipadu padankan dengan kaos putih polos berjalan menuju meja yang sudah diberi tanda telah dipesan.

Acheng, salah satu teman waiters Zhan menghampirinya, mengatakan jika meja itu telah dipesan, seperti enggan membuka suara, lelaki itu hanya memberikannya kartu nama milik temannya sebagai identitas pemesan.

Acheng langsung mempersilakan lelaki itu untuk duduk dan menyodorkan menu yang ingin dipesan.

Menunjuk salah satu menu, dan setelah diulang dua kali oleh Acheng, dia baru mengangguk.

Tak berapa lama Acheng menuju dapur dan menceritakan hal itu kepada Zhan.

"Zhan, kau saja yang antar minumannya, ya ...," pintanya.

"Ada apa?"

"Tak apa, cuma aku tak suka dengan lelaki angkuh!"

"Hahaha baiklah, aku yang akan mengantarkannya."

Pemuda yang terkesan dingin itu adalah Wang Yibo, seorang eksekutif muda yang demi bertemu temannya, dia rela menyetir mobilnya selama 2 jam dari tempatnya meeting.

Lelah sudah biasa, tetapi emosinya tak dapat terbendung karena ulah temannya yang merekomendasikan kafe tak terkenal ini, Yibo merasa kesal, beberapa kali salah jalan.

Yibo berpikir jika tempat itu adalah sebuah kafe di kawasan elit, maka Yibo menuju pusat kota tanpa bertanya lebih dahulu. Dan ternyata kafe yang dimaksud adalah di tempat ini yang bisa dibilang berlokasi agak bersembunyi, juga dia berpikir mungkin sebuah private room atau sejenisnya yang temannya pesan, karena Yibo tahu jika mengobrol dengan teman-temannya pasti semua di luar konteks. Namun, setelah memasuki kafe dia mendapati nomor meja yang temannya pesan itu tertera di sebuah tempat terbuka.

Ditambah teman keparatnya pun belum ada yang datang satu pun.

Hari ini jam sibuk pulang kerja, tepatnya sekitar pukul 19.00 malam di mana kafe biasanya akan ramai. Maka kehadiran Yibo di tengah-tengah mereka sungguh menjadi magnet bagi seluruh pelanggan yang berada di sana untuk memperhatikannya.

YOU MUST BE MY LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang