Bab 3: Edgar sang Iblis Tampan

92 3 1
                                    

Hari sudah menjelang siang, sinar matahari yang menyilaukan mata perlahan menyusup masuk melalui cela gorden kamar.

Perlahan bulu mata lentik milik Agatha bergerak terbuka menyambut hari cerah yang sedikit terasa hangat. Tubuhnya seperti baru melakukan pendakian gunung Everest, rasa ngilu dan pegal dapat ia rasakan hampir di semua titik tubuhnya.

Hampir lima menit semenjak Agatha terbangun dan baru saat ini nyawanya benar-benar terkumpul, ketika bola matanya yang indah mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang terasa asing.

“Oh gosh ...” desisnya mengusap wajah. Sekarang ingatannya telah pulih dan sudah mengingat dengan jelas apa yang terjadi tadi malam, hanya saja wanita itu tidak tahu sejak kapan ikatan tangan dan kakinya terlepas.

Lalu tadi malam dia tertidur di lantai yang dingin sementara pagi ini tubuhnya sudah berada di atas tempat tidur yang terasa nyaman dan hangat.

Dia turun dari atas tempat tidur, kemudian sibuk mencari cela di setiap sudut kamar, tapi sepertinya tidak ada sesuatu yang bisa membuatnya keluar dari sana.

Jendela dengan jeruji besi yang terlihat kuat sangatlah mustahil bagi Agatha untuk bisa mematahkannya.

Oh shit, tempat apa ini? Mengapa tak ada satupun benda yang bisa ia gunakan untuk melarikan diri?’

Agatha sudah hampir 30 menit hanya mondar-mandir di tengah ruang kamar.

Tubuhnya terlonjak kaget ketika terdengar suara gagang pintu yang terbuka. Tidak ada seseorang yang terlihat masuk, hanya satu tangan yang menjulur dengan sebuah nampan berisi makanan, kemudian pintu tertutup kembali?

“Tunggu—” Agatha sedikit berlari menuju pintu yang bahkan tak sempat menyelesaikan ucapannya saat kayu tebal dan kokoh itu kembali tertutup rapat.

“Siapapun di luar tolong buka pintunya!!! ... Hei, kau bisa mendengarku?” teriaknya dari dalam sembari menggedor pintu.

“Tolong buka pintunya, sialan!!!” teriaknya lagi di sertai umpatan.

Agatha menatap miris makanan yang terletak di lantai, tidak ada yang salah dengan makanan itu—terlihat lezat tapi bukan itu yang membuatnya frustasi.

Apa ini?; Sampai kapan dia akan di kurung di tempat ini?; Akhir-akhir ini dia banyak menyiarkan kabar kriminal yang marak terjadi di hampir semua tempat di Los Angeles.

Mungkinkah dia akan bernasib sama?

Dia meraih segelas susu yang berada di atas nampan dan meneguknya, tenggorokannya sungguh terasa kering. Selain itu Agatha tidak menyentuh apapun, aroma makanan yang menguar tidak membuatnya merasakan rasa lapar, dia hanya sibuk dengan pikirannya.

Tidak bisa jika dia hanya berdiam diri di tempat ini, Agatha bisa gila dalam sekejap.

Menunggu selama tiga hari hingga daddynya pulang dari luar kota itu terasa seperti tiga ratus tahun lamanya.

Agatha yakin daddynya atau manajernya akan mencari tahu keberadaannya, namun yang menjadi pertanyaannya akankah seseorang dapat menemukannya di tempat ini? Sekilas tadi malam Agatha merasa tempat ini seperti kastil yang berada di tengah hutan belantara.

‘seseorang pasti akan datang menolongku’ otaknya berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia pasti akan terbebas dari sini.

---

Sementara Edgar saat ini tengah berada di gudang penyimpanan bahan senjata yang biasa masuk dari negara Italia, Rusia dan beberapa negara lain yang bekerja sama dengan mereka.

Perusahaan miliknya sebagai pemasok bahan senjata merupakan perusahaan legal namun itu hanya sebagai formalitas, nyatanya Edgar memiliki gudang lain yang mengirim dan menerima barang secara illegal menggunakan kapal khusus.

Terlebih selama ini Edgar yang sudah menetap lama di Italia jelas dapat dengan mudah menguasai dua pasar tersebut. Hal mudah baginya untuk mengirim dan menerima barang baik dari Italia ke Los Angeles maupun sebaliknya.

Walaupun keuntungan yang ia peroleh dari Los Angeles tidak sefantastis dengan perusahaan besar miliknya yang terletak di Italia.

Namun setelah tadi malam menemukan Agatha beserta fakta yang mengejutkan akhirnya Edgar memutuskan untuk tinggal lebih lama di negara ini sementara itu dia bisa mengembangkan cabang perusahaannya yang berada di sini.

Edgar pria yang memiliki banyak julukan, beberapa orang menyebutnya pria jenius yang arogan; iblis tampan yang kejam; titisan Lucifer; dan ada yang mengatakan jika pria itu telah mendapat kutukan dari dewa karena wajahnya yang terlalu tampan dan sifat arogannya yang telah membuat banyak orang patah hati.

Mengingat Agatha membuat pria itu berdesir, namun kenyataan bahwa selama ini Agatha hidup sebagai anak dari Mario McLean membuat jiwa iblisnya bangkit dari neraka.

Siapa yang tahu bahwa Agatha 20 tahun yang lalu masih sama dengan Agatha yang kini telah menjadi wanita dewasa yang cantik dan mandiri?

Edgar meraih ponsel miliknya dan menatap wajah cantik Agatha yang terpampang di sana, sejak awal mata indah wanita itu telah membuat Edgar sangat yakin bahwa Agatha memang seseorang dari masa lalu.

Jujur dia sempat merasa ragu karena nama wanita itu tercatat sebagai Agatha McLean.

...

Selesai dari kunjungannya Edgar kini kembali ke kantor, dia turun dari mobil memancarkan aura yang membuat siapa saja tunduk pada pria itu.

Tak ada satupun dari karyawan yang berani menatap matanya, sejumlah wanita yang mengaguminya tersipu malu ketika sang CEO melewati lobby menuju lift.

Setelah pintu lift tertutup mereka berbisik di setiap sudut ruangan bagaimana pria dengan tubuh dan wajah sempurna itu berhasil membuat mereka hampir tidak bisa bernafas.

Sayangnya meski hampir semua wanita itu terlihat cantik, seksi dan tubuh ideal mereka yang mampu menggoda naluri setiap pria tapi tak ada satupun yang berhasil membuat Edgar melirik salah satu dari mereka. Pria itu sangat mengenal kaum wanita. Kebanyakan dari mereka hanya sebagai tempat pelampiasan para pria kaya yang di mana-mana memiliki gundik. 

Itu pemikiran Edgar bagi hampir semua wanita.

***

Tepat sebelum jam 6 sore, Edgar pulang ke mansion. Jika sebelumnya pria itu tinggal di apartemen tapi mulai tadi malam dia memutuskan akan pulang ke rumah di mana Agatha saat ini berada.

Tempat yang bak istana peri itu jauh dari tempat pemukiman penduduk, rumah itu berdiri kokoh dengan dikelilingi hutan dan bukit, tentu saja tempat itu memiliki penjagaan yang ketat.

Di tengah hutan dan di lereng bukit ada beberapa pondok kecil yang di gunakan sebagai tempat tinggal para ajudan.

Mungkin bagi seorang Edgar itu hanya pondok biasa tapi bagi kaum awam itu sudah masuk dalam kategori rumah sederhana.

Mansion megah itu sebelumnya tidak memiliki penghuni selain para penjaga namun kini di dalam ada Agatha dan Edgar.

Tidak ada pelayan, Edgar tidak menyukai situasi rumah yang terlalu ramai dan berisik. Biasanya untuk hal-hal kecil yang masih wajar di lakukan sendiri oleh pria itu, seperti untuk makan, Edgar cukup lihai dalam hal memasak. Dia memasak sendiri makanan apa yang ingin dia makan atau dia bisa keluar untuk makan ketika dia mau.

Jadi jangan harap rumah itu akan ada pelayan tetap.

Hanya ada sejumlah yang biasanya satu kali sebulan datang untuk membersihkan area mansion.

The Bastard's Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang