Chapter 9

229 19 0
                                    

At night, when the stars light up my room. I sit by myself. Talking to the moon

Jungkook dan Jimin memutuskan untuk kembali ke apartement Jungkook. Rasanya tidak memungkinkan untuk meneruskan perjalanan mereka untuk berbelanja sementara kondisi wajah Jimin begitu sembab. Sepanjang perjalanan, baik Jungkook dan Jimin hanya bungkam. Jungkook berfokus pada jalanan di depannya sementara pikirannya berkutat untuk menemukan cara menyelesaikan semuanya dengan segera. Sementara Jimin membuang pandangannya ke arah luar jendela mobil Jungkook sembari sesekali menghela nafasnya pelan berharap sesak di dadanya menipis. Pikirannya sibuk memikirkan apakah yang dilakukannya sudah benar atau tidak.

Setelah perbincangan panjang yang menguras air mata dan emosi tadi, Jungkook meminta Jimin untuk menunggunya. Menunggunya menyelesaikan masalah yang diikat oleh sang ayah dalam sebuah pertunangan dirinya dan Sooyun. Ia tau bahwa membujuk sang ayah bukanlah hal yang mudah. Tapi untuk Jimin, Jungkook mau berusaha meski kemungkinan besar sang ayah akan murka.

Beberapa saat, Jungkook teringat akan rencana awal yang mereka susun sebelum mereka pergi. Jungkook mengambil telponnya dan menekan nomor Namjoon.

"Bang Joon, Gue sama Jimin gak jadi belanja. Lo kalo mau ke apart, gue sabi kali ya nitip?" tanya Jungkook kepada Namjoon.

"Bisa, Kook. Lo mau nitip beliin makanan apa? Jimin juga mau makan apa? biar sekalian gue beliin?" jawab Namjoon.

"Ehm kita nurut ajalah bang. Sorry ya malah jadi ngerepotin lo akhirnya, Bang. Padahal Gue yang ngundang."

"Lo emang gak tau diri jadi adek. Heran Gue. Kapan Lo pernah gak ngerepotin gue hm? tapi kenapa mendadak gak jadi masak? Jimin sakit?" tanya Namjoon mengingat info terakhir yang ia dapati bahwa dirinya dan sang kekasih di undang oleh Jungkook ke apartementnya untuk makan malam bersama dan Jungkook janji ia yang akan masak.

"Eh-g-gak kok, Bang. Jimin baik - baik aja. Cuma ya gue berubah pikiran aja. Males mau masak. Tolongin ya, Bang. Makasih sebelumnya Abang ganteng seantariksa." potong Jungkook yang mendapat tatapan dari Jimin manakala namanya disebut. Telpon terputus. Jungkook kembali fokus ke depan.

"Bang Namjoon, kenapa? kenapa emangny aku, Kook?" tanya Jimin penasaran.

"Gak papa sayang. Bang Namjoon nanya kenapa aku gak jadi masak. Dia mikirnya kamu sakit." jelas Jungkook seraya merengkuh tangan sang kekasih untuk dibawa ke genggamannya.

"Kamu kan udah aku bilang kita tetep pergi belanja aja. Aku gak enak jadinya sama Bang Namjoon. Kita jadi ngerepotin dia." cicit Jimin

"Belanja dengan kondisi kamu yang kayak sekarang? gak mungkin Jimin. Muka kamu aja bengkak gitu karena kebanyakan nangis, sayang. Nanti yang ada bukannya belanja, malah orang - orang pada liatin kamu."

"Ya kan kamu yang buat aku nangis ini. Biar orang tau kamu udah jahatin aku dan buat aku nangis ampe kayak gini." Jimin mempoutkan bibirnya seraya merajuk.

"Sayang, jangan marah lagi. Nanti klo kamu marah terus, gantengnya ilang loh. Udah ya gak usah kita bahas lagi. Maafin aku ya, sayang." Jungkook mengecup punggung tangan Jimin tanpa melepas tatapannya dari kaca depan mobilnya.

***

Jimin sudah baik baik saja saat mobil sport mewah Jungkook memasuki pelataran parkir apartemennya. Tawanya sudah terdengar ketika Jungkook melontarkan candaan-candaan khas ala dirinya. Jungkook sama sekali tak melepaskan tautan tangannya dengan Jimin. Tangan mungil yg begitu pas dalam genggamannya. Hati Jungkook menghangat. Dirinya begitu mencintai Jimin. Sosok yang selalu ia inginkan dalam mengisi hari harinya. Namun belakangan hubungannya dengan Jimin harus berjarak karena urusan pertunangan yang direncanakan ayahnya dan temannya dulu karena alasan bisnis.

"Sayang, kamu tinggal disini aja ya? Biar aku gak sendirian. Biar aku bisa buat kamu ketawa terus kayak sekarang. Biar aku bisa jagain kamu." Jelas Jungkook sesaat setelah candaannya dijawab Jimin dengan kekehan geli.

Jimin tersenyum menanggapi ucapan Jungkook barusan. Dirinya mau saja menerima tawaran Jungkook barusan. Karena bukan kali ini saja ajakan Jungkook tersebut dilontarkan kepada dirinya. Namun Jimin tak mau mementingkan keegoisannya hanya demi keinginannya semata. Jika ia harus disini, ada banyak yang akan dikorbankan. Usaha cafe yang tengah dirintisnya jugaa kedekatan jarak tempuh antara dirinya dan orang tuanya akan semakin jauh. Jimin memang memilih tinggal sendiri dari semenjak kuliah. Katanya biar bisa mandiri. Dan hal tersebut dibuktikan oleh Jimin. Belum lagi, urusan perihal pertunangan kekasihnya dan mantannya yang saat ini membawanya terbang menemui Jungkook disini belum kelar. Dia tentu tidak bisa menerima ajakan Jungkook ini.

"Aku rasa aku gak perlu jelasin panjang lebar kan. Dari dulu alasanku masih sama, Kook. Kamu tau kan klo cafe ku masih perlu aku. Ini aja untung bisa aku tinggal dengan minta bantuan Tae dan Hoseok Hyung. Belum lagi masalah baru. Aku harap kamu ngerti ya, sayang. Aku tau kamu pengen yang terbaik buat aku. Tapi aku gak bisa maksain egoku sendiri diatas semuanya. Gimana klo aku egois justru malah nyakitin orang lain ujungnya. Aku gak mau gitu." Jelas Jimin sekali lagi atas ajakan Jungkook untuk kesekian kalinya.

"Iya sayang aku tau. Buat sekarang mungkin situasinya gak akan mendukung. Tapi setelah semuanya selesai, kita tinggal bareng ya. Usaha kamu bisa dirintis disini. Dan aku yakin cafe kamu disini bakal lebih rame, Ji. Pikirin ya, sayang. Gak perlu dijawab sekarang." Tatap Jungkook sembari mengusap lembut rambut Jimin. Menyibak anak rambut yang menutupi mata cantik yang menjadi galaxi Jungkook sejak dulu.

Jimin hanya tersenyum dan sepersekian detik bibir tipis Jungkook mengecup bibirnya. Jimin masih terdiam memproses pergerakan Jungkook yang begitu tiba tiba.

"Kook, kan di tempat Umum. Malu tau" Cubit Jimin gemas yang membuat sang kekasih mengaduh sembari terkekeh.

"Kita di lift dan gak ada orang. Gak ada yang liat, Ji. Lagian, don't you miss me?" Goda Jungkook seraya menarik pinggang Jimin untuk lebih mendekat padanya yang membuat Jimin bersemu malu.

"Kook, ish. Sebel deh sama kamu klo godaain aku. Kenapa sik?! Udah tau aku gak suka umbar kemesraan di tempat umum. Malu, Jungkook. Lagian liat tuh ada cctv. Ishhh." Oceh Jimin yang pipinya merah merona malu sembari tertunduk.

Jungkook tertawa melihat Jimin yang tengah dalam mode menggemaskan seperti saat ini. Jungkook menyukai sisi pemalu Jimin ini. Meski sudah menjadi sepasang kekasih selama 2 tahun tak telak membuat Jimin kehilangan sisi pemalunya. Jimin masih sama seperti sosok yang ia temui 6 tahun lalu. Sosok ramah, cantik dan ganteng yang berbarengan, lemah lembut, pemalu, dan bertutur kata sopan. Selalu sama. Tak berubah. Bahkan ketika Jimin marah, ia akan mengatakan secara detail penyebab ia marah dengan kata kata yang baik dan tak menyakiti. Sosok yang membuat Jungkook terjebak jatuh hati tanpa tepi.

"Kenapa harus malu sik? Lagian kan aku pacar kamu. Masa masih malu sama aku?" Tatap Jungkook yang membuat Jimin makin mengeratkan genggaman tangannya pada ujung bajunya.

"B-bukan gitu. Aku cuma gak enak gitu klo sampe dilihat orang. Nanti orang malah nilai kamu yang gimana - mana." Cicit Jimin.

Jungkook makin mengikis jaraknya dengan Jimin. Jungkook tak bisa melihat sisi Jimin yang seperti ini. Terlalu menggemaskan untuk dilewatkan. Jungkook melingkarkan tangan kekar milikinya ke pinggang Jimin dan menariknya mendekat. Memajukan wajah ke arah wajah Jimin yang ia angkat untuk menatapnya. Bibir mereka hendak menyatu saat suara denting lift mengagetkan mereka.

Jimin mendorong Jungkook menjauh dan segera melangkahkan kakinya keluar lift menuju apart Jungkook.

"Jimin, kok aku ditinggal? Tungguin, Ji.. Ih gak usah malu gitu. Jiminn.." Kejar Jungkook untuk mensejajarkan langkah dengan Jimin.

"Jungkook ngeselin. Aku gak kenal. Gak usah deket - deket. Ish sana." Oceh Jimin seraya menjauh dan mempercepat langkahnya saat langkah Jungkook mendekatinya.

Jungkook tertawa melihat tingkah Jimin. Dirinya terbahak bahak sembari mengejar Jimin yang makin mempercepat langkahnya ketika melihat pintu apartement dirinya.

***



Talking To The Moon || JikookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang